PEMBAHASAN
Kenabian adalah pemberian Allah dan
kekhususan serta keistimewaan dari Yang Maha Tinggi lagi Yang Masa Kuasa,
kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya, Kenabian itu berbeda dengan kerajaan
dan pemerintahan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1)
Kenabian
itu tidak dengan jalan mewaris, seorang Nabi yang dilahirkan sama sekali tidak
dengan jalan mewarisi dari Ayahnya, bahkan kenabian itu keistimewaan murni dari
Tuhan.
”Dan sesungguhnya telah kami pilih mereka
dengan pengetahuan (kami) atas bangsa-bangsa”. (Q.S Ad-Dukhan : 32)
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam,
Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga 'Imran melebihi segala umat (di masa mereka
masing-masing)”. (Q.S Ali ‘Imran : 33) dengan demikian Allah lah yang memilih kepada
hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, Dia mengkhususkan kepada orang-orang yang
diingini-Nya, dan kenabian tidak bisa diperoleh dengan jalan kesungguhan dan kepayahan,
juga tidak bisa diperoleh dengan jalan memperbanyak beribadah dan memperbanyak
ketaatan, hanyalah kenabian itu kemuliaan murni dari Allah.
2) Kenabian itu selamanya tidak akan diberikan
kepada orang-orang kafir, kenabian tidak akan diberikan kepada orang-orang
mukmin, berbeda dengan kerajaan dan kekuasaan yang kadang-kadang diberikan
selain orang-orang Mukmin.
“Dan Firaun berkata kepada kaumnya; dia
berkata, “hai Kaumku, bukanlah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan sungai-sungai
ini mengalir dibawahku; maka apakah kamu tidak melihat?”. (Q.S Az-Zukhruf : 51)
3) Kenabian adalah khusus untuk orang-orang
lelaki, tidak akan ada wanita untuk selamanya. Beberapa pendapat yang mengatakan kenabian itu
kadang-kadang ada pada orang Wanita, melalui
Firman Allah yang menyebutkan “Dan kami wahyukan kepada Ibu Musa;
sesuilah dia (Musa), dan apabila engkau khawatir terhadapnya, maka hanyutkanlah
dia ke sungai (nil). Dan janganlah Engkau takut dan jangan (pula) bersedih
hati, sesungguhnya kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah
seorang rasul.” (Q.S Al-Qasas : 7) maka yang seperti ini
merupakan pengambilan dalil yang salah, karena wahyu disini tiada tangan
turunnya Malaikat, wahyu di sini dengan jalan (ilham), maka Allah telah memberi
wahyu kepada lebah , “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, “Buatlah
sarang-sarang di gunung-gunung, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang
dibikin manusia”. (Q.S An-Nahl : 68) maka benarkah jika berkata bahwa Allah pernah
memberi wahyu kepada lebah?. Dan hikmah mengkhususkan kepada orang-orang
lelaki dengan kenabian, selain wanita, karena Kenabian itu merupakan beban yang
berat dan paksaan yang sangat, seorang wanita tidak akan sanggup membawanya,
karena tabiat wanita lemah, Kenabian itu membutuhkan perjuangan dan kesabaran,
oleh karena itu semua Rasul tentu menerima percobaan yang keras dari kaumnya,
mereka diuji dengan ujian yang sangat berat dalam menjalankan dakwatullah. Dan
dalil yang menjelaskan bahwa Kenabian itu khusus untuk orang-oranng lelaki yaitu
firman Allah swt: “Dan tidaklah kami mengutus sebelummu kecuali orang-orang
lelaki yang telah kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada
orang-orang yang mempunyai pengetahuan (pengetahuan tentang nabi dan
kitab-kitab) jika kamu tidak mengetahui”. (Q.S An-Nahl : 43) Juga firman
Allah: “Kami tiada mengutus rasul rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan
beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah
olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” (Q.S
Al-Anbiyaa’: 7)
Nabi adalah seorang manusia yang
telah diberi wahyu oleh Allah swt namun tidak wajib baginya untuk menyampaikan
wahyu itu kepada umatnya. Sedangkan Rasul adalah manusia yang telah diberi
wahyu oleh Allah dan diperintahkan untuk menyampaikannya kepada orang lain. Perbedaan
ini masih dapat diragukan karena pengertian nabi atau rasul adalah sama-sama
manusia suci. Terlepas dari permasalahan “menyampaikan kepada umatnya atau
tidak” atau “membawa syariat baru atau tidak”, nabi dan rasul adalah manusia
pilihan-Nya yang telah dikaruniai “misteri” wahyu dan harus kita teladani.
Benar bahwa Al-Quran menyebutkan
kehormatan-kehormatan khusus kepada insan-insan mulia itu. Contoh kepada Nabi
Ibrahim a.s Al-Quran menyebutnya sebagai orang yang berani mengatakan kebenaran
(lih. Q.S Maryam: 41); Musa adalah seorang pejuang yang tulus dan tanpa pamrih
(lih. Q.S Maryam: 51); Yahya adalah orang yang dianugerahi kebijaksanaan
semenjak belia (lih. Q.S Maryam: 12) dan berbakti kepada orang tuanya serta
tidak sombong atau bangga diri (lih. Q.S Maryam: 14), dan masih banyak lagi
ayat lain yang secara khusus memberikan anugerah tersendiri bagi seorang rasul.
Anugerah ini tentu saja tidak secara eksklusif diterima oleh seorang rasul yang
bersangkutan, tetapi juga menjadi ciri rasul lainnya, karena semuanya memancar
dari Tuhan yang sama yang secara pasti risalah yang mereka bawa juga sama. Karena
itulah jangan membedakan diantara rasul yang satu dengan yang lain. Sebagaimana
firman Allah yaitu: “لا نفرق بين أحد من رسله .......”
yang artinya “Kami tidak membedakan di antara seseorang dari para Rasul-Nya”
(Q.S Al-Baqarah : 285) dan yang dimaksud dalam ayat yang mulia ini dengan
“membedakan” di antara para rasul yaitu; bahwa manusia akan beriman terhadap
sebagian rasul dan tidak mengakui terhadap sebagian yang lain, sebagaimana
perbuatan Ahli Kitab, mereka hanya beriman terhadap kerisalahan sebagian para
nabi dan kufur terhadap kerisalahan yang lainnya, mereka membedakan diantara
para rasul.
Dan yang dimaksud dengan
“membedakan” di sini bukan “melebihkan” di antara para rasul, dengan dalil
bahwa Allah swt telah menerangkan dan menjelaskan, yaitu melebihkan sebagian
mereka dengan sebagian yang lain, dengan keterangan-keterangan Al-Quran
Al-Karim sebagaimana firman Allah swt:
تِلْكَ
الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِنْهُمْ مَنْ كَلَّمَ اللَّهُ
وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ وَآتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ
وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ.....الاية
Artinya : “Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas
sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung
dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. Dan Kami
berikan kepada Isa putera Maryam beberapa mukjizat serta Kami perkuat dia
dengan Ruhul Qudus”. (Q.S Al-Baqarah : 253)
Dan juga firman
Allah swt:
وَلَقَدْ
فَضَّلْنَا بَعْضَ النَّبِيِّينَ عَلَىٰ بَعْضٍ ۖوَآتَيْنَا دَاوُودَ زَبُورًا
Artinya : “Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi
itu atas sebagian (yang lain), dan kami berikan Zabur (kepada) Daud”. (Q.S
Al-Israa’ : 55)
Pertama:
Mengajak mahluk
untuk beribadah kepada Allah Yang Maha Esa lagi Yang Maha Memaksa, ini adalah
tugas dasar, bahkan merupakan kebutuhan dan kepentingan yang besar, merupakan
sasaran setiap para rasul yang diutus, menunjukan mahluk dengan Yang Menciptakannya,
sebagaimana firman Allah swt:
وَمَا أَرْسَلْنَا
مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا
أَنَا فَاعْبُدُونِ
Artinya : “Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu,
melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak)
melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (Q.S Al-Anbiyaa’
: 25).
Kedua:
Menyampaikan
perintah-perintah Allah SWT, menyampaikan larangan-larangan-Nya kepada manusia.
Dan sungguh para rasul yang mulia telah memenuhi tugas ini untuk kesempurnaan
tujuan, tidak ada seorangpun dari mereka yang mundur untuk menyampaikan
dakwatullah. Dalam keadaan mereka ini Al-Quran Al-Karim mengatakan:
الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالَاتِ الَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلَا
يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلَّا الَّهَ ۗوَكَفَىٰ بِالَّهِ حَسِيبًا
Artinya :”(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka
takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain
kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan”. (Q.S Al-Ahzab :
39).
Ketiga:
Membimbing manusia
dan menunjukkan manusia ke jalan yang lurus. Sebagimana firman Allah SWT dalam
urusan nabi Musa a.s:
وَلَقَدْ
أَرْسَلْنَا مُوسَىٰ بِآيَاتِنَا أَنْ أَخْرِجْ قَوْمَكَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى
النُّورِ وَذَكِّرْهُمْ بِأَيَّامِ اللَّهِ ۚإِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِكُلِّ
صَبَّارٍ شَكُورٍ
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa
ayat-ayat Kami, (dan Kami perintahkan kepadanya): "Keluarkanlah kaummu
dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada
hari-hari Allah". Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur”. (Q.S
Ibrahim : 5).
Keempat:
Sebagai teladan
dan ikutan yang baik, teladan yang sempurna bagi umatnya. Maka rasul yang mulia
atas merekalah lebih utamanya rahmat dan keselamatan dari Allah, mereka adalah
ikutan yang baik, teladan yang besar bagi manusia. Dan Allah telah
memerintahkan kepada kita untuk menjadikan mereka pemimpin, menjadikan contoh
untuk kesempurnaan, petunjuk kesempurnaan, karena mereka adalah manusia yang
paling utama akhlaknya, mereka yang paling suci perjalanannya, paling mulia
tingkatannya, sebagaimana firman Allah swt:
لَقَدْ كَانَ
لَكُمْ فِي رَسُولِ الَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو الَّهَ
وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ الَّهَ كَثِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Q.S Al-Ahzab : 21).
Kelima:
Menerangkan
kebangkitan dari kubur dan bangun dari kubur, memperlihatkan manusia dengan
hal-hal setelah kematian berupa kepayahan dan kebingungan, seperti firman Allah
swt:
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالإنْسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ
يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِي وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا
قَالُوا شَهِدْنَا عَلَى أَنْفُسِنَا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا
وَشَهِدُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَنَّهُمْ كَانُوا كَافِرِينَ. ذَلِكَ أَنْ لَمْ يَكُنْ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ
وَأَهْلُهَا غَافِلُونَ
Artinya: “Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang
kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu
ayat-ayat Ku dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari
ini? Mereka berkata: "Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri",
kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka
sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir. Yang demikian itu adalah
karena Tuhanmu tidaklah membinasakan kota-kota secara aniaya, sedang
penduduknya dalam keadaan lengah”. (Q.S Al-An’aam : 130-131).
Keenam:
Mengubah keinginan
manusia dari kehidupan yang fana (sementara) kepada kehidupan yang kekal
(kehidupan akhirat).
Maka Allah
mengutus para rasul yang mulia supaya mengubah manusia dari kehidupan yang
sementara kepada kehidupan yang kekal.
Sebagaimana firman Allah swt:
وَمَا هَٰذِهِ
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۚ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ
الْحَيَوَانُ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Artinya: “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau
dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau
mereka mengetahui”. (Q.S Al-‘Ankabuut: 64).
Ketujuh:
Supaya tidak ada
ketetapan berhujah atau membantah disisi Allah, sebagaimana firman Allah swt:
رُسُلا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى
اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
Artinya: “(Mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita
gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia
membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(Q.S An-Nisaa’: 165).
Untuk memahami eksistensi Nabi kita
perlu Mengenal tentang wahyu, mukjizat dan juga urgensi diutusnya Nabi. Berikut
penjelasannya:
Wahyu:
Wahyu secara linguistik memiliki
berbagai arti, di antaranya isyarat, penulisan, tulisan, risalah, misi, dan
wangsit (perkataan yang yang tidak diketahui asal muasalnya).
Namun, Al-Qur’an menggunakan kata
wahyu dalam empat makna, di antaranya:
1.
Petunjuk
yang samar, seperti ayat Al-Qur’an yang mengatakan, “Maka ia keluar dari
mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu
bertasbih di waktu pagi dan petang”. (Q.S Maryam :11)
2.
Bimbingan
instingtif, artinya sebuah petunjuk dalam setiap spesies, termasuk tumbuhan,
hewan, manusia, bahkan wujud yang yang tak beryawa, seperti batu, juga memiliki
insting yang selalu dimilikinya selama mereka hidup, dan dengan itu mereka
dapat bertahan dan meneruskan hidupnya. Al-Qur’an mengatakan, “Dan
Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, “Buatlah sarang-sarang di gunung-gunung, di
pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia”. (Q.S An-Nahl : 68)
3.
Ilham
atau wangsit. Orang-orang suci kerap kali mendapatkan wangsit atau bisikan dari
alam ghaib atau alam supranatural di sepanjang hidupnya. Wangsit-wangsit ini
acapkali muncul pada waktu-waktu terdesak dan tertekan atau ketika menemukan
jalan buntu, sehingga ketika datang, ia bak cahaya yang menerangi jalan dan
meloloskan pemiliknya dari kebuntuan. Ilham semacam ini yang berasal dari alam
ghaib atau yang bersumber dari Tuhan disebutkan dalam Al-Qur’an dengan wahyu.
”Dan Kami wahyukan (ilhamkan) kepada ibu Musa supaya ia menyusuinya, dan ketika
kamu khawatir atasnya, lepaskan ia (Musa) di sungai Nil, dan janganlah takut
dan bersedih sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu dan kami akan
menjadikannya salah satu dari utusan kami”. (Q.S Al-Qasas : 7)
4.
Wahyu
risâlî. Wahyu ini khusus turun atas
para nabi. Al-Qur’an menyebutkan kata wahyu dengan arti yang terakhir ini lebih
kurang sebanyak 70 kali. Seperti firman Allah, ”Dan begitulah Kami wahyukan
padamu Al-Qur’an ini dengan bahasa Arab yang fasih supaya kamu memberikan
peringatan pada penduduk Makkah dan masyrakat sekitarnya”. (Q.S Asy-Syûrâ :
7)
Wahyu risâlî adalah sebuah petunjuk Ilahi yang diberikan kepada
hamba-hamba pilihan untuk membimbing manusia menggapai kebahagiaannya, dan
mereka adalah penerima misi dan tugas Tuhan yang bertugas menyampaikannya
kepada manusia. Mereka adalah pribadi-pribadi agung dan sempurna yang memiliki
kelayakan dan potensi untuk menerima dan mengemban tugas berat itu. Tuhan pun mengetahui
kelayakan ini. “Allah lebih mengetahui di mana Ia harus menempatkan
tugas risalah-Nya”. (Al An’âm : 124)
Nabi SAWW
bersabda, ”Tidaklah Tuhan mengutus seorang nabi dan Rasul kecuali
akalnya telah sempurna, dan akalnya pun lebih utama dari semua akal umat-Nya”.
Wahyu risâlî adalah
seperti sebuah ilham (arti wahyu yang ketiga), hanya saja dalam ilham,
sumbernya tidak jelas, sedangkan wahyu rissâlî memiliki asal
muasal yang kongkrit. Oleh karena itu, dalam menerima wahyu para nabi tidak
akan mendapatkan kesalahan dan kekeliruan.
Zurârah
bertanya kepada Imam Shâdiq as tentang bagaimana cara para nabi merasa yakin
bahwa apa yang diterimanya adalah berasal dari Allah SWT, dan bukan bisikan
setan? Beliau menjawab, ”Sesunguhnya ketika Allah memilih seorang dari
hamba-Nya sebagai rasul, Ia memberikan ketenangan (kepadanya). Dengan itu,
setiap apa yang datang dari-Nya, ia akan menerimanya dengan sangat jelas
seperti mereka melihatnya dengan mata telanjang”
Mukjizat:
Mu’jizat adalah bentuk ubahan dari kata ‘ajaza yang mempunyai arti “melemahkan”
atau “menjadi tidak mampu”. Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mu’jiz.
Dan, bila kemampuanya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu
membungkam lawan maka ia dinamai mu’jizat.
Sesuai dengan katanya, mu’jizat
didefinisikan oleh ulama antara lain sebagai: “Suatu hal atau peristiwa agung
yang luar biasa, yang terjadi melalui seorang nabi sebagai bukti kenabiannya.
Karena ada tantangan maka para nabi dikarunia hal agung yang melemahkan
tantangan itu sehingga mereka tidak sanggup mengalahkannya.”
Imam Jalaluddin Asy-Syuyuthi membagi
mukjizat para Nabi pada dua kelompok besar: mukjizat hissiyah dan Mukjizat
‘aqliyyah.
Mukjizat hisiyyah yaitu mukjizat
yang bisa ditangkap oleh indera. Mukjizat ini diperkenalkan para nabi terdahulu
kepada umatnya masing-masing, seperti Nabi Musa dengan tongkat menjadi ular, Nabi
Isa dengan bisa menghidupkan orang yang sudah mati.
Sedangkan mukjizat ‘aqliyyah adalah
mukjizat yang diperkenalkan Muhammad semata, yang tiada bukan adalah al-Quran
Al-Karim. Al-Quran disebut mukjizat karena sifatnya yang menantang siapa saja
yang ingin mencoba menyainginya, termasuk generasi manusia saat ini, hari esok,
dan terus sampai akhir zaman.
Urgensi diutusnya Nabi:
Suatu hal yang tak bisa dipungkiri,
untuk sampai pada kebahagian dan kesempurnaan akhir manusia membutuhkan kepada
hidayah khusus dari Tuhan sebagai Pencipta. Hidayah yang kita maksud itu adalah
wahu yang diterima oleh para duta Tuhan (nabi). Oleh karena itu, Tuhan yang
Maha Bijaksana yang selalu mengerjakan perbuatan baik, dan sama sekali tidak
melakukan perbuatan buruk, pasti tidak akan menghalangi dan mencegah manusia
untuk mendapatkan kebutuhan primer tadi. Hal ini merupakan ringkasan dari
argumen urgensitas diutusnya nabi dengan berlandaskan kebutuhan manusia akan
wahyu dan kenabian.
Untuk menjelaskan argumen di atas
dengan secara detail kita dapat menerangkannya lewat proposisi-proposisi
berikut ini:
1. Tujuan Tuhan dari penciptaan
manusia adalah supaya manusia sampai kepada kesempurnaan akhirnya.
2. Manusia dapat sampai kepada
tujuan tersebut dengan ikhtiar dan pilihan mereka sendiri. Dengan kata lain, ia
bisa sampai kepadanya ketika di sepanjang hidupnya ia menempuh suatu jalan dan
metode lurus.
3. Untuk menempuh jalan lurus yang
sanggup menjanjikan kebahagiaannya, manusia perlu untuk mengenal jalan terlebih
dahulu.
4. Manusia tidak mampu mengetahui
jalan tersebut dengan hanya bermodalkan pengetahuan logis maupun indrawi.
Manusia sampai saat ini belum mampu
mengetahui dimensi berbagai eksistensi, bahkan hakikat diri mereka sendiri
belum dapat diketahui secara benar. Dapat kita katakan bahwa substansi manusia
merupakan salah satu misteri terbesar baginya. Oleh karena itu, terdapat
perbedaan pendapat yang sangat banyak dalam menentukan kebahagiaan sejati
manusia.
Syahid Muthahhari mengatakan, ”Di
dunia ini, sangat mustahil didapati dua filsuf yang bersepakat dalam menentukan
jalan menuju kabahagiaan. Kebahagiaan diri yang menjadi tujuan pokok dan akhir,
arti kebahagiaan – dengan sekilas pandang – adalah sebuah arti yang amat jelas.
Namun, ia merupakan salah satu realita yang paling rumit; Apakah kebahagiaan
itu, dan dengan apa kita dapat meraihnya? Apakah kesengsaraaan itu, apa
faktor-faktornya dan bagaimana cara menghindarinya? Hingga saat ini hal-hal
tersebut masih rancau dan belum mendapat titik terang. Mengapa? Karena sampai
saat ini manusia sendiri dan kemampuan serta potensinya belum dapat diketahui”.
Polemiknya, mengetahui jalan
kebahagiaan manusia akan menjadi jelas ketika kita mengetahui bahwa manusia
akan hidup abadi, dan hidup yang sekarang hanya merupakan sebuah lembaran dari
sebuah kitab besar eksistensi mereka; sebuah kitab yang tak terhingga dan tak
terhitung halamannya.
Dari sisi lain, dampak dari
kesalahan sekecil apapun yang dilakukan dalam dunia yang singkat ini akan
tersingkap dan terlihat di alam sana (akhirat).
5. Tuhan Yang Maha Bijaksana, semua
perbuataan-Nya kokoh, tak ada perbuatan buruk yang dapat disandangkan pada-Nya,
dan setiap perbuatan baik selalu dikerjakannya.
Dari proposisi-proposisi di atas
kita dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa Tuhan yang Maha Bijaksana memberikan
sebuah jalan melalui wahyu yang dapat membimbing manusia menuju
kesempurnaannya, sedangkan nabi merupakan perantara untuk menyampaikannya
kepada seluruh manusia.
sebanyak 25 nabi dan rasul yang
disebutkan dalam AlQuran, diutus di empat wilayah, yaitu di Jazirah Arab, Irak,
Mesir, serta Syam dan Palestina. Yang terbanyak diutus di wilayah Syam dan
Palestina, jumlahnya mencapai 12 orang. Mereka adalah Luth, Ishak, Ya’kub,
Ayub, Zulkifli, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa, Zakaria, Yahya, dan Isa AS.
Berikut tempat-tempat dan wilayah
para nabi yang diutus oleh Allah SWT.
Makkah
Makkah al-Mukarramah adalah tanah
yang sangat disucikan oleh umat Islam, sebab, Allah SWT telah menegaskan hal
itu dalam AlQuran.
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami
telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia di
sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih
percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Allah?” (QS. Al-Ankabut
[29]: 67).
“Dan mereka berkata: “ Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu,
niscaya kami akan diusir dari negeri kami.” Dan apakah Kami tidak meneguhkan
kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke
tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezeki
(bagimu) dari sisi Kami? Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS.
Al-Qashash [28]: 57).
Sebagai kota yang disucikan, tentu
saja Makkah memiliki banyak keistimewaan. Diantaranya, didirikan Baitullah
sebagai kiblat umat islam di seluruh dunia. Seluruh kaum muslimin wajib
menghadapkan wajah ke arah Baitullah setiap akan mendirikan shalat lima waktu.
Allah juga memberikan keberkahan
kepada Makkah. Diantaranya, Allah mengharamkan peperangan di kota ini, dilarang
mencabut rumput, dilarang membunuh hewan, dan lain sebagainya.
Selain itu, tentu saja, kemuliaan Makkah
karena disinilah Allah mengutus nabi pertama (Adam AS) dan nabi terakhir
(Muhammad SAW). Dalam kitab Athlas Tarikh al-Anbiya’ wa ar-rusul, Sami bin
Abdullah Al-Maghluts menjelaskan, ada enam orang nabi dan rasul yang diutus
Allah di Makkah dan sekitarnya (Jazirah Arabia). Keenam nabi dan rasul itu
adalah Nabi Adam AS, Nabi Ismail AS, Nabi Saleh AS, Nabi Hud AS, Nabi Syuaib
AS, dan Nabi Muhammad SAW.
Dari 25 nabi dan rasul yang
disebutkan dalam AlQuran, hanya enam nabi saja yang diutus di bumi Makkah dan
sekitarnya. Sebagian dari 25 rasul itu, pernah berkunjung ke Makkah, bahkan
melaksanakan ibadah haji. Diantara mereka adalah Nabi Ibrahim AS.
Selain
Makkah, tanah yang disebut suci oleh Allah adalah Palestina dan sekitarnya.
“Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (palestina) yang telah ditentukan Allah
bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena taku kepada musuh), maka
kamu menjadi orang-orang yang merugi.” (Al-Maidah [5]: 21). Lihat juga dalamsurah
Al-Isra[17] ayat 1.
Sedangkan
Madinah al-Munawwarah, disucikan oleh Rasulullah SAW. Anas RA. mengatakan bahwa
Nabi SAW bersabda: “Madinah itu haram (tanah suci) dari ini sampai ini, tidak
boleh dipotong (ditebang) pohonnya, dan tidak boleh dilakukan bi’dah di
dalamnya. Barang siapa yang membuat bid’ah (atau melindungi orang yang berbuat
bidd’ah) di dalamnya, maka ia terkena laknat Allah, malaikat, dan manusia
seluruhnya.” (HR Bukhari).
Dalam hadist lain, Rasulullah SAW
bersabda: “Sesungguhnya tanah haram tidak melindungi orang yang maksiat, orang
yang lari dari (hak) darah (orang lain), maupun yang lari dari khurbah
(bencana, wabah).” (HR Bukhari).
Mesir
Mesir adalah
negeri para raja. Disinilah Firaun (raja-raja mesir) berkuasa, negeri ini telah
ada sejak abad ke-32 sebelum masehi, atau sekitar 3200 SM. Sejak Nabi Ibrahim
AS, negeri ini sudah ada. Pada saat itu dinasti yang berkuasa adalah Dinasti
Usrah di era klasik (3200-2160 SM). Selanjutnya, sebelum masa Firaun, sudah
didirikan piramida, itulah yang disebut era Mesir Kuno.
Menurut Sami
bin Abdullah Al-Maghluts dalam bukunya Athlas Tarikh al-Anbiya’ wa ar-rusul
(Atlah Sejarah Nabi dan Rasul), sedikitnya ada empat periode pada masa mesir
kuno ini. Yakni periode Kerajaan Era Klasik (3200-2160 SM). Pada masa ini
terdapat sepuluh dinasti yaitu dinasti I-IX.
Periode kedua
adalah era pertengahan yang dimulai dari tahun 2160-1585 SM. Di masa ini
dinasti yang berkuasa mulai dari dinasti XI-XVII. Pada era ini Hykos menyerbu
Mesir. Selanjutnya, Periode ketiga, yaitu kerajaan era baru (1585-1200 SM).
Yang berkuasa adalah dinasti XVIII-XX. Di saat inilah Firaun berkuasa dan saat
Musa keluar bersama kaumnya dari Mesir.
Terakhir, era kelemahan dan kemunduran (1200-332 SM) yang diwarisi oleh
dinasti XXI-XXX. Pada masa ini, Alexander Macedonia masuk ke negeri Mesir.
Al-Maghluts
menyebutkan, dinasti XII berada satu masa dengan peristiwa besar dalam sejarah
kuno. Di masa ini, Ibrahim AS yang dilahirkan di Irak Selatan, kemudian hijrah
ke Suriah dan sempat pergi ke Mesir setelah Suriah mulai mengalami kekeringan.
Saat itulah, raja mesir yang berkuasa memberikan padanya seorang pelayan,
bernama Hajar, yang akhirnya dijadikan istri oleh Ibrahim.
Sebelum
Kairo, ibukota Mesir adalah Asta Tawi, yang berarti penggenggam bumi. Daerah
ini terletak di dekat ibukota lama, yaitu Memphis. Pendiri dinasti ini adalah
Amenhotep I yang memiliki perhatian besar pada pembangunan benteng-benteng di
delta timur dan barat. Kekuasaannya kemudian dilanjutkan oleh Snosert I.
disebutkan, Snosert I inilah yang menggali kanal dan meyambungkan antara sungai
Nil dan Laut Merah.
Diantara para
penguasa dari dinasti XII adalah Amenhotep II, kemudian Snosert II. Setelah
itu, roda kekuasaan dipegang oleh Amenhotep III yang masa pemerintahannya
terkenal aman dan sejahtera. Raja ini membangun beberapa pyramid di negeri
Hawarah di daerah al-Fayyum. Politik luar negeri pada masa dinasti XII ini ditekankan
pada pengutamaan hubungan harmonis dengan Negara tetangga. Semikian disebutkan
Dr. Jamal Abdul Hadi dan Wafa’ Raf’at dalam kitab Tarikh Ummah Muslimah Wahidah
fi Misri wa Irak.
Selain al-Fayyum, terdapat sekitar 25 kota besar lainnya di Mesir
waktu itu. Diantaranya, Kairo, Memphis, Luxor, Aswan, Asyut, al-Bahr al-Ahmar
(Laut Merah), Iskandariyah, Ismailiyah, dan lainnya.
Di era modern
ini, Mesir sebagian wilayahnya terletak di Afrika bagian timur laut. Secara
total luas Mesir mencapai hamper satu juta kilometer persegi, tepatnya 997.739
kilometer. Wilayah Mesir mencakup semenanjung Sinai (dianggap sebagai wilayah
Asia Barat Daya), sedangkan sebagian lainnya di wilayah Afrika Utara. Mesir
berbatasan dengan Libya di sebelah barat, Sudan di selatan, jalur Gaza dan
Israel di utara-timur, dan berbatasan dengan perairan Laut Tengah di utara dan
Laut Merah di timur.
Dalam
AlQuran, Allah mengutus sebanyak 25 Nabi dan Rasul. Dan dari 25 itu, tiga orang
Nabi yang diutus ke wilayah Mesir ini. Ketiga nabi dan rasul tersebut adalah
Yusuf AS, Musa AS, dan Harun AS.
Irak
Irak adalah
salah satu negeri tempat diutusnya nabi dan rasul Allah. Sedikitnya ada empat
nabi dan rasul yang diutus di negeri ini. Yaitu Idris, Nuh, Ibrahim, dan Yunus.
Nabi Idris diutus di wilayah Irak Kuno, tepatnya di daerah
Babylonia. Nabi Nuh diutus di wilayah Mesopotamia, Ibrahim di wilayah
Babylonia, dan Yunus di daerah Ninawa (Ninive).
Keempat nabi dan rasul ini diutus oleh Allah dengan membawa bukti-bukti
yang nyata. “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa
bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca
(keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS Al-Hadid [57]: 25).
Mereka semua senantiasa menyeru umat manusia ke jalan yang lurus,
yakni menyembah Allah dan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya.
Ada beberapa
kota yang terkenal di Irak, diantaranya Baghdad, Basrah, dan Kufah. Hingga kini
ketiga kota tersebut terkenal sebagai pusat penyebaran agama Islam. Bahkan,
pada masa Dinasti Abbasiyah, kota Baghdad menjadi pusat pengembangan ilmu
pengetahuan dan mencapai puncaknya (golden age) pada masa Khalifah Harun
ar-Rasyid.
Syam dan Palestina
Peninggalan Kota Syam (sekarang
meliputi Syria, Palestina, Yordania dan Libanon)
Sementara itu, di Syam dan Palestina
terdapat 12 orang nabi dan rasul yang diutus oleh Allah di wilayah tersebut.
Mereka adalah Luth, Ishak, Ya’kub, Ayub, Zulkifli, Daud, Sulaiman, Ilyas,
Ilyasa, Zakaria, Yahya, dan Isa AS.
Tentu ada
pertanyaan besar, mengapa nabi dan rasul banyak diutus Allah di Syam dan
Palestina? Apakah sudah begitu sesatnya umat manusia sehingga Allah mengutus
banyak nabi dan rasul pada kedua daerah tersebut? Tak ada keterangan yang kuat
mengenai hal ini. Tentu saja, semua itu adalah kehendak (iradah) Allah.
Yang pasti, tujuan nabi dan rasul
berdakwah adalah untuk menyeru umat manusia agar kembali ke jalan yang lurus
dan senantiasa beriman kepada Allah SWT.
Dan mengapa pula diutusnya di kedua
wilayah tersebut? Dalam AlQuran, Allah SWT berfirman, bahwa Palestina dan Syam
adalah negeri yang diberkahi oleh Allah SWT, selain Makkah dan madinah.
“Hai kaumku, masuklah ke tanah suci
(Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari
kebelakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang
merugi.” (QS Al-Maidah [5]: 21)
“Dan kami selamatkan Ibrahim dan
Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia.”
(QS Al-Anbiya [21]: 71)
“Maha Suci Allah, yang telah
memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Aqsha yang telah
kami berkahi sekelilingnya.” (QS Al-Isra [17]: 1)
Semua ahli tafsir sepakat, bahwa
negeri yang diberkahi dalam ayat di atas adalah Syam dan Palestina. Misalnya,
dalam Al-Qur’an Digital disebutkan, yang dimaksud dengan negeri dalam
keterangan ayat di atas adalah Syam dan Palestina. Allah memberkahi negeri itu,
karena kebanyakan nabi berasal dari negeri ini dan tanah nya pun subur.
Palestina misalnya, disebut sebagai
salah satu negeri tertua di dunia. Dan Palestina, tepatnya Yerusalem, kota ini
disebut sebagai Kota Tiga Iman. Demikian Karen Amstrong menyebutnya. Dan dia
menyatakan, sebelum abad ke-20 SM, negeri ini telah dihuni oleh bangsa Kanaan.
Prof. Dr. Umar Anggara Jenie, dari
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menyatakan, Kota Jerusalem merupakan
bukti yang paling baik dalam kekunoan pemukiman-pemukiman bangsa arab –
semistis purba Palestina – yang telah berada di sana jauh sebelum bangsa-bangsa
lainnya dating.
Kota ini didirikan oleh suku-suku
Jebus, yaitu cabang dari bangsa Kanaan yang hidup sekitar 5000 tahun lalu.
“Yang pertama mendirikan Jerusalem adalah seorang raja bangsa Jebus-Kanaan,”
ujarnya.
Wajarlah bila di
negeri ini banyak diutus para nabi dan rasul, karena merupakan salah satu kota
tertua di dunia. Di negeri ini terdapat Haikal Sulaiman dan Kerajaan Daud, juga
tempat kelahiran Isa, tempat diadzabnya kaum Luth, tempat Zakaria melaksanakan shalat,
tempat Rasulullah SAW melaksanakan Isra dan Mi’raj, Masjidil Aqsha, dan
lainnya. Bahkan di salah satu menara masjid di Damaskus, dipercaya sebagai
tempat turunnya Nabi Isa di Akhir zaman nanti.