Sunday, March 12, 2017

Makalah hadist : Bab kewajiban bersuci ketika shalat




Terdapat dlam sanad (abu Kamil al-Jahdari) dengan menfatahkan Jim dan mensukunkan ha  muhammalah dan menfatahkan dal. Nama aslinya adalah Fudhail bin Husain disandarkan kepada nama kakeknya (Jahdari). Keterangan nama tersebut  telah dijelaskan sebbelumnya. Dalam sanad ini pula terdapat nama Abu ‘Awanah nama aslinya adalah Wadlah bin Abdillah. Sabda NAbi Muhammad Saw لا يقبل الله صلاة بغير طهور ولا صدقة من غلول
Hadits ini bercerita tentang nash wajibnya thaharah  dalam shalat. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa thaharah adalah salah satu sarat sahnya shalat, akan tetapi kapan difardhukannya wudlu dalam shalat masih menjadi perdebatan. Sebagaimana pendapat al-Qadhi bahwa Ibnu Jahm berangapan bahwa wudlu diawal masuknya islam adalah sunah meskipun untuk shalat, namun kefardhuan wudhuh ini muncul setelah turunya ayat tayamum. Masih menurut al-Qadhi , JUmhur ulama berpendapat bahwa jauh sebelum turunya ayat tentang tayamum, sejatinya wudlu dalam shalat sudah menjadi fardhu. 
Al-Qadhi juga mengatakan, bahwa kefardhuan wudlu untuk shalat juga masih diperdebatkan, apakah kewajiban wudlu adalah untuk setiap shalat ataukah hanya untuk orang-orang yang berhadats yang hendak melaksanakan shalat? Pendapat ulama salaf mengatakan bahwa wudlu wajib untuk setiap shalat dengan dalil yangn digunakan adalah sebagai berikut:
قوله نعالى : اذا قمنم الى الصلاة ....الاية
Namun ada juga yang berpendapat bahwa kewajiban wudlu untuk setiap shalat sudah dinasakh, pendapat lain juga mengatakan bahwa wudlu untuk setiap shalat adalah sunah karena yang wajib berwudlu adlaah orang-orang yang berhdats saja, maka memperbaharui wudlu hanyalah sunah. Kesimpulanya pendapat tentang kewajiban berwudlu ada tiga:
1.       Bahwa wudlu wajib hanya untuk orang yang berhadats.
2.       Tidak wajib kecuali ketika ingin melaksanakan shalat.
3.       Wajib karena berhadats dan hendak melaksanakan shalat.
Pendapat terakhir merupakan yang diunggulkan dikalangan ulama.
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa melakukan shalat (wajib/sunah) tanpa bersuci adalah haram, begtu pula sama haramnya ketika melakukan sujud syukur, sujud tilawah, dan shalat jenazah tanpa bersuci. Namun Imam al-Sya’bi dan Muhammad bin Jarir Al-Thabari mmpunyai pandangan yang berbeda mereka memperbolehkan shalat jenazah tanpa bersuci, namun pendapat mereka diangap madzhab yang bathil.
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa orang yang berhadats dengan sengaja melakukan shalat tanpa bersuci adalah sebuah dosa, tetapi tidak sampai kepada derajat kufur. Akan tetapi Abu Hanifah memberikan pandangannya dengan megatakan bahwa orang yang berhadats dan melakukan shalat dengan sengaja adalah kufur dengan dalil memepermainkan akidah
Apabila ada udzur harus shalat dalam keadaan berhadats (tidak ada/tanah) maka ada empat pendapat sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Syafi’i:
1.       Wajibnya shalat pada waktu itu, dan wajib pula mengulang shalatnya ketika keadaan memungkinkan untuk bersuci.
2.       Haram shalat pada waktu itu, tetapi wajib qadha.
3.       Disunahkan untuk shalat pada waktu itu dan diwajibkan qadha.
4.       Jika shalat pada waktu itu maka tidak wajib qadha.

Sunday, March 5, 2017

Nasionalisme Qurani



Nasionalisme atau kebangsaan adalah faham primordial, yang biasanya terdiri dari unsur territorial, bahasa, ataupun sejarah dan kesamaan lainnya. Nasionalisme juga erat dengan patriotism dan kecintaan pada tanah air, yang sudah seharusnya terefleksi dalam kehidupan sehari hari, baik dengan perjuangan fisik, materi, maupun pemikiran. Nasionalisme memang pertama di sebarkan oleh faktor politik napoleon dari francis, namun dalam kenyataannya, kecintaan tanah air sudah di tunjukan dari zaman sebelumnya.
Kata mutiara arab yang sangat terkenal “hubbul wathan minal iman”, menjadi salah satu landasan pembenaran terhadap nasionalisme. Namun bukan sekedar itu, nasionalisme memang sangat manusiawi, dan sudah sangat lazim untuk manusia, sehingga di sebut dalam al quran bahwa manusia memang sudah di ciptakan dengan ragam bahasa. Dalam ayat lain juga di sebutkan  bahwa kita bisa tidak menjadikan kawan seseorang yang mengusir kita dari tanah kita sendiri.
Nasionalisme sangat baik, terutama ketika kita tunjukan dengan hal hal fositive, nasionalisme juga bukan berarti menghilangkan identitas sebagai individu atau kelompok kecil (suku) dari satu bangsa, Dalam sebuah hadist malah di sebutkan bahwa nabi Muhammad juga sangat mencintai mekkah sebagai  tanah airnya, itu tersirat dalam hadsit nabi pada sebelum hijrah, tapi nabi tetap hijrah.
Namun al qur’an yang membolehkan mencintai Negara, juga membatasinya dengan kebenaran terdalam (agama), al qur’an tidak memperbolehkan cinta buta bahkan terhadap Negara.