Friday, December 9, 2016

Makalah "Tafsir dan Mufasir"



Pembahasan
A.      Prinsip-Prinsip Dasar Mufassir
Para ahli menggunakan beberapa istilah untuk menjelaskan prinsip-prinsib dasar tafsir. Di antaranya adalah Shurut al-mufassir, adab al-Mufassir  dan Ummahat ma’akhi al-tafsir . Istilah-istilah tersebut digunakan secara parsial, tidak disistemasikan secara tegas dalam topik prinsip-prinsip dasar tafsir (asas al-tafsir ). Karenanya, diperlukan media secara metodologis untuk memahaminya secara komprehensif. Penulis berikhtiar untuk menyajikan prinsip-prinsip dasar tafsir dengan meng-klasifikasikannya ke dalam empat bagian, yakni: (1) aspek metodologis (prosedur), (2) ilmu-ilmu yang diperlukan, (3) kriteria /kualifikasi personalitas, dan (4) etika.
Pertama, aspek metodologis (prosedur):
1) Menafsirkan, lebih dulu, al-Qur’an dengan al-Qur’an.
2) Mencari penafsiran dari al-Sunnah.
3) Meninjau pendapat para sahabat.
4) Memeriksa pendapat tabi’in.
Kedua, ilmu-ilmu yang diperlukan: (1) Bahasa, (2) Nahwu, (3) Tasrif , (4) Ishtiqaq, (5) Ma’aniy (6) Bayan, (7) Badi‘, (8) Qira’ah, (9)Usul al-Din, (10)Usul al-Fiqh, (11) Asbab al-Nuzul, (12) Nasikh-Mansukh, (13)Fiqh, (14) Hadis-hadis tentang penafsiran lafal mujmal dan mubham, dan (15) Mawhibah.
Ketiga, kriteria/kulalifikasi personalitas: Seorang mufassir disyaratkan memenuhi kriteria: (1) berakidah yang benar, (2) bersih dari hawa nafsu, (3) berpengetahuan bahasa Arab, dengan segala cabangnya, (4) berpengetahuan bahasa, (5) berpengetahuan pokok-pokok ilmu yang berkaitan dengan al-Qur’an, (6) berkemampuan pemahaman yang cermat.
 Berbeda halnya dengan pandangan Khalid ‘Abd al-Rahman al-‘Ak, ada limabelas syarat bagi mufassir, yang justru lebih mencerminkan kemampuan ilmu-ilmu yang diperlukan bagi penafsiran, bukan kualifikasi personalitas. Ini lebih dekat pada komposisi keilmuan yang ditawarkan oleh al-Hasaniy pada poin ketiga berikut.
Keempat, etika.
(1) Berniat baik dan bertujuan benar,
(2) berakhlak baik, (3) taat dan beramal,
(4) berlaku  jujur dan teliti dalam penukilan,
(5) tawaddu’,
(6) berjiwa mulia,
(7) vokal dalam menyampaikan kebenaran,
(8) berpenampilan baik,
(9) bersikap tenang dan mantap,
(10) mendahulukan orang lain yang lebih utama daripada dirinya,
(11) mempersiapkan dan menempuh langkah-langkah penafsiran secara baik.

Khusus aspek ketiga dan keempat, pemisahan antara keduanya didasarkan pada alasan substantif-tipikal masingmasing. Aspek kualifikasi personal merupakan segi statis yang bercirikan kedirian (individualisasi) mufassir. Sementara aspek etika merupakan segi dinamis dalam interaksi kedirian mufassir dengan pihak di luarnya. Apabila keempat aspek tersebut disimplifikasikan, maka aspek pertama dan kedua dapat disatukan kedalam aspek tafsir (metodologis), sedangkan aspek ketiga dan keempat kedalam aspek mufassir.

B.      Aliran Aliran Tafsir

a.       Tafsir Bil Ma’tsur

Tafsir bi al-Ma’tsur adalah penafsiran ayat dengan ayat;
penafsiran ayat dengan hadits SAW. yang menjelaskan makna
sebagian ayat yang dirasa sulit dipahami oleh para sahabat; atau
penafsiran ayat dengan hasil ijtihad para sahabat; atau penafsiran
ayat dengan hasil ijtihad para tabi’in. Semakin jauh rentang zaman
dari masa Nabi dan sahabatnya, maka pemahaman umat tentang makna-makna ayat al-Qur’an semakin bervariasi dan berkembang.

Tafsir Ibn Katsir karya Ibnu Katsir,.

b.      Tafsir Bil Ra’yi

Tafsir bi al-Ra’yi adalah penafsiran al-Qur’an dengan ijtihad,
terutama setelah seorang penafsir itu betul-betul mengetahui perihal
bahasa Arab, asbab al-Nuzul, nasikh mansukh, dan hal-hal lain yang diperlukan oleh lazimnya seorang penafsir.
Contoh Tafsirnya adalah : Kitab Kaifa Nata amal Maal Quranil Adzim karangan Yusuf Al Qordowi,  Tafsir Jalalain karangan Imam Jalaludin As suyuthi dan Imam Jalaludin Al mahali.


c.       Tafsir Fiqhi

Berbarengan dengan lahirnya al-Tafsir bi al Ma’tsur, lahir
pula Tafsir al-Fiqhi, yaitu mencari keputusan hukum dari al-Qur’an
dan berusaha menarik kesimpulan hukum syari’ah berdasarkan
ijtihad, dan sama-sama dinukil dari Nabi SAW. tanpa perbedaan
antara keduanya.

Contoh : Tafsir karya Imam Asyinqithi, Tafsir AL Jami li Ahkami Al Qur’an karangan Al Qurthubi,

d.      Tafsir Shufi

Seiring dengan semakin meluasnya cakrawala budaya dan
berkembang pesatnya ilmu pengetahuan, Tasawuf pun berkembang
dan membentuk kecenderungan para penganutnya menjadi dua arah
yang mempunyai pengaruh di dalam penafsiran al-Qur’an al-Karim,
yaitu:
1). Tasawuf Teoritis, yaitu meneliti dan mengkaji al-Qur’an
berdasarkan teori-teori mazhab dan sesuai dengan ajaran mereka.
2). Tasawuf Praktis, yaitu tashawuf yang mempraktekkan gaya
hidup sengsara, zuhud, dan meleburkan diri di dalam ketaatan
kepada Allah SWT.
Corak tafsir semacam ini bukanlah hal baru di dalam sejarah
tafsir, melainkan sudah di kenal sejak turunnya al-Qur’an di masa Rasulullah SAW.

Contoh dari Tafsir tersebut adalah Tafsir Taj Al tafasir karangan Al mirghani

e.      Tafsir Ilmi

Yang dimaksud dengan tafsir falsafi (al-tafsir al-falsafi) ialah  penafsiran ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan pendekatan logika atau pemikiran filsafat yang bersifat liberal dan radikal.26 Sebagaimana telah disinggung bahwa latarbelakang lahirnya berbagai corak tafsir itu karena tersebarluasnya dan bertemunya aneka budaya. Di tengahtengah pesatnya perkembangan ilmu dan budaya ini, gerakan penerjemahan tumbuh dan giat dilaksanakan di masa Dinasti Bani Abbas. Berbagai sumber perbendaharaan ilmu digali, dan aneka macam pustaka diterjemahkan, termasuk buku-buku filsafat karya para filosof Yunani.Menurut al-Farmawi, Kajianal-Tafsir al-Ilmi ini, adalah: 
Pertama, termasuk dalam katagori kajian Tafsir Tematik (Maudhu’i), yang membahas topik atau masalah-masalah menarik dewasa ini; dan hukum membahasnya adalah sama dengan hukum membahas Tafsir Tematik tersebut. Kedua, kajian al-Tafsir al-Ilmi ini dapat diterima dan dibolehkan; sepanjang tidak ada pemaksaan terhadap ayat-ayat dan tidak memperkosa lafadz-lafadznya, dan tidak memaksa diri secara berlebih-lebihan untuk mengangkat maknamakna ilmiah dari ayat tersebut. Apabila kajian tafsir al-Ilmi ini tidak dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip di atas, maka kajian tersebut harus ditolak bentuk dan isinya.

Contoh Tafsirnya adalah : Kitab Kaifa Nata amal Maal Quranil Adzim karangan Yusuf Al Qordowi
f.        Tafsir Falsafi

Yang dimaksud dengan tafsir falsafi (al-tafsir al-falsafi) ialah penafsiran ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan pendekatan logika atau pemikiran filsafat yang bersifat liberal dan radikal. Sebagaimana telah disinggung bahwa latarbelakang lahirnya berbagai corak tafsir itu karena tersebarluasnya dan bertemunya aneka budaya. Di tengahtengah pesatnya perkembangan ilmu dan budaya ini, gerakan penerjemahan tumbuh dan giat dilaksanakan di masa Dinasti Bani Abbas. Berbagai sumber perbendaharaan ilmu digali, dan aneka macam pustaka diterjemahkan, termasuk buku-buku filsafat karya para filosof Yunani.
Contoh dari Tafsir tersebut adalah Jamiul bayan fi tafsiril qur’an karangan Muhammad Ibn jarir at thabari, Tafsir Al Kasyaf karangan Imam Al jamakhsyari, Tafsir Al Mizan karangan Al thobat-thabai.



g.       Tafsir Adabul Ijtimai
Corak tafsir ini berusaha memahami nash-nash al Qur’andengan cara, pertama dan utama, mengemukakan ungkapan ungkapan al-Qur’an secara teliti; selanjutnya menjelaskan makna makna yang dimaksud oleh al-Qu’an tersebut dengan gaya bahasa yang indah dan menarik. Kemudian pada langkah berikutnya, penafsir berusaha menghubungkan nash-nash al-Qur’an yang tengah dikaji dengan kenyataan sosial dan sistim budaya yang ada.
Contoh dari Tafsir tersebut adalah Tafsir Al Manar karangan Muhammad Abduh , Rosyid Ridha, dkk. Tafsir Al Maraghi karangan Al Maraghi, The Holy Qur’an karangan A. Yusuf Ali

Wednesday, December 7, 2016

HARALD MOTZKI (Analisis Otentitas Hadits Dalam Perspektif Harald Motzki )



BAB 1
PENDAHULUAN

1.Latar Belakang.
Sebagai salah satu khazanah pengetahuan umat muslim, hadis tak ayal menjadi perhatian untuk dikaji oleh kalangan di kalangan muslim sendiri pun hadis merupakan suatu yang “disakralkan”. Kendatipun pandangan setiap muslim mengenai ontologis dan fungsi hadis itu berbeda, namun secara keyakinan mereka tetap sama-sama menjurus pada satu poin itu, yakni “penyakralan”. 
termasuk di kalangan sarjana Barat sekalipun. Mengingat hadis merupakan warisan yang sejak awalnya memuat keunikan yang menarik untuk dikaji. Kini pergulatan pemikiran kontemporer mengenai hadis, baik melalui kajian yang dilakukan oleh sarjana muslim maupun sarjana Barat mengalami dinamika yang bisa dikatakan cukup signifikan. Tak sedikit pengkaji hadis yang mencoba mengembangkan dan mengkritisi pemikiran tentang hadis baik yang berasal dari sarjana muslim maupun sarjana Barat. Dan Harald Motzki adalah salah satu dari sekian tokoh dari sekian sarjana barat yang mengkaji tentang otentisitas hadis.
2. Rumusan Masalah :
1.      Bagaimana Biografi Harald Motzk i?
2.      Apa Saja Karya Harald Motzki ?
3.      Apa Perspektif  Harald Motzki Tentang  Hadits  ?
4.      Bagaimana Metode Harald Motzki dalam Mengkaji Keotentisan Hadits ?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Harald Motzki
Harald Motzki dikenal sebagai sosok sarjana Jerman  terlatih Islam yang menulis tentang transmisi hadis. Ia menerima gelar PhD dalam Studi Islam pada tahun 1978 dari University of Bonn.Dan ia adalah seorang orientalis yang menjadi Guru Besar sekaligus Profesor di Institut Bahasa dan Budaya dari Timur Tengah, Universitas Nijmegen, Belanda.
Motzki adalah sosok yang dikenal para pemerhati orientalisme sebagai sosok yang banyak mengkaji hadits sejarah yang berhubungan dengan sīrah, metode pencermatan Motzki terhadap hadits lebih didominasi penelitiannya terhadap sisi sejarah hadits itu sendiri.
Di sisi lain, ia adalah salah satu orientalis yang tidak sepakat dengan berbagai temuan Schacht yang berpendapat bahwa hadits-hadits yang terdapat dalam al-Kutub as-Sittah tidak bisa dapat dijamin keasliannya: “even the classical corpus contains a great many traditions which cannot possibly be authentic.” (hadits-hadits di dalam al-kutub as-Sittah sangat memungkinkan untuk tidak dijamin keasliannya) .
Masih menurut dia, sistem periwayatan berantai alias isnād merupakan alat justifikasi dan otorisasi yang baru mulai dipraktekkan pada abad kedua Hijriah: “there is no reason to suppose that the regular practice of using isnāds is older than the beginning of the second century.” (tidak ada alasan untuk menganggap bahwa penggunaan isnad secara teratur adalah lebih tua dari awal abad kedua).
[1][1]
[2][2]B. Karya – Karya  Harald Motzki :
Beberapa karya Harald Motzki adalah sebagai berikut:
1. Berupa penelitian De ontstaansgeschiedenis van de islamitische jurisprudentie (sejarah yurisprudensi Islam).
Ø  De methoden van bronnenkritiek op het gebied van de overleveringen over de vroege Islam (Metode kritik terhadap sumber dasar hadits).
Ø   Het ontstaan van de geschreven tekst van de Koran (Asal dari teks tertulis Qur’an).
Ø   De reconstructie van het leven van Muhammad (Rekonstruksi kehidupan Muhammad).
Ø  Historisch-antropologische aspecten van de islamitische beschaving (Historis-Antropologis Kebudayaan Islam).
2. Berupa Ceramah Ilmiah Inleiding Islam 1 & 2.
Ø  (moslims en de moderne tijd) (Muslim dan Modernitas-Sebuah Pendahuluan Pengenalan Islam),
Ø  Lektuur Islamitische Teksten (Teks literatur Islam),
Ø  Werkgroep Jihad (Pemahaman Kelompok Jihad),
Ø  Werkgroep de overlevering over de vroege Islam (Kelompok Pergerakan pada tradisi Islam awal),
Ø  Werkgroep het islamitische Midden-Oosten in beweging (met dr. R. Meijer) (Gerakan Pembaharu Islam di Timur Tengah (ditulis dengan R. Meyer)).
3. Berupa Jurnal Ilmiah dan Buku diantaranya :
Ø   Harald Motzki, Die Anfange der islamischen Jurisprudenz. Ihre Entwicklung in Mekka     bis zur Mitte des 2./8. Jahrhunderts, Stuttgart 1991. Engl. Trans. The Origins of Islamic  Jurisprudence. Mekahn Fiqh before the Classical schools, trnasl. Marion H. Katz, Leiden 2002.
Ø  Harald Motzki, “Der Fiqh des—zuhri: die Quellenproblematik,“ Der Islam 68, 1991, 1-44. edisi Iggris, “The Jurisprudence of Ibn Sihab Al-Zuhri. A Source-critical Study,“ dalam http:/webdok.ubn.kun.nl/mono/m/motzki_h/juriofibs.pdf
Ø  Harald Motzki, “The Musannaf of Abd. Al-Razzaq Al-San’ani as a Source of Authentic ahadith of the First Century A.H.,” Journal of Near Eastern Studies 50, 1991, h. 1-21.
Ø   Harald Motzki, “Quo vadis Hadit Forschung? Eine kritische Untersuchung von G.H.A. Juynboll, Nafi’, the mawla of Ibn Umar, and his position in Muslim Hadith Literature,“ Der Islam 73, 1996, h. 40-80, 193-229.
Ø  Harald Motzki, “The Prophet and the Cat: on Dating Malik’s Muwatta’ and Legal Traditions,“ Jurusalem Studies in Arabic and Islam, 21, 1998, h. 18-83.
Ø  Harald Motzki, “The Role Of Non-Arab Converts in The Development of Early Islamic Law,” dalam Islamic Law Society, Leiden, Vol. 6, No. 3, 1999.
Ø  Harald Motzki, “The Murder of Ibn Abi l-Huqayq: on the Reliability of Some maghaji Reports,” dalam H. Motzki, ed., The Biography of Muhammad: the Issue of the Sources, Leiden, 2000, h. 170-239.
Ø  Harald Motzki, “Der Prophet und die Schuldner. Eine hadit-Untersuchung auf dem Prufstand,“ Der Islam, 77, 2000, h. 1083.
Ø  Harald Motzki, “The Collection of the Qur’an. A Reconsideration of Western Views in Light of Recent Methodological Developments,” Der Islam 78, 2001, h. 1-34.
Ø   Harald Motzki, “Ar-radd ‘ala r-radd – Zur Methodik der hadit-Analyse,“ Der Islam 78, 2001, h. 147-163.
Ø  Harald Motzki, ed., Hadith. Origins and the Developments, Aldershot: Ashgate/Variorum, 2004.
Ø  Harald Motzki, “Dating Muslim Traditions . A Survey,” Arabica, 52, 2005. Hadith: Origins and Developments (Hadits: Asal-usul dan Perkembangannya) ISBN 0860787044.
C.  Otentisitas  Hadis Menurut Perspektif Harald   Motzki
Harald Motzki termasuk tokoh orientalis yang dipengaruhi dan terinspirasi oleh tesis Schacht. Hal ini terlihat dalam karyanya yang berjudul The Origin of Islamic Jurisprudence Meccan Fiqh before Classical Schools.    Dalam karyanya tersebut Motzki berpijak pada tesis yang yang dibangun oleh Schacht, meskipun pada kesimpulan terakhir Motzki memiliki pandangan yang berbeda dengan Schacht. skeptis yang ditunjukkan oleh Schacht terhadap keorisinalitasan hadis yang Berdasarkan dari penelitiannya, ia berpendapat bahwa “ hadis tidak lebih dari produk ulama abad II H ”. Hal ini berpengaruh pada perjalanan akademik Motzki. Dengan melakukan penelitian terhadap Mushannaf Abdul Razzaq, Motzki menelusuri beberapa riwayat yang terdapat dalam kitab tersebut. Sehingga berdasarkan penelitiannya, Motzki menolak klaim Schacht dan ia berpendapat bahwa “ hukum islam sudah ada sejak abad pertama hijriah bahkan jurispundensi islam sudah ada sejak zaman nabi ”.
Harald Motzki memfokuskan kajiannya terhadap kitab Mushannaf Abd al-Razzaq al-Shan’ani (w. 211 H/826 M). Ada dua alasan mengapa Harald Motzki meneliti kitab Mushannaf Abd al-Razzaq. Pertama, Mushannaf Abd al-Razzaq merupakan karya mushannaf awal yang baru bisa diakses. Kedua, karya ini dalam penilaian Harald Motzki struktur periwayatannya lebih homogen daripada Mushannaf karya Ibnu Abi Syaibah. Dalam penelitiannya terhadap Mushannaf Abd al-Razaq, Motzki menggunakan pendekatan historis tradisi dan analisis sumber (sources analysis and tradition historical approach).
Contoh Hadits Dalam Kitab Mushannaf :
حَدَّثَنَا أَبُو الرَّبِيعِ سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ وَأَفْهَمَنِي بَعْضَهُ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا فُلَيْحُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ ابْنِ[3][3] شِهَابٍ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ وَسَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ وَعَلْقَمَةَ بْنِ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيِّ وَعُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ قَالَ لَهَا أَهْلُ الْإِفْكِ مَا قَالُوا فَبَرَّأَهَا اللَّهُ مِنْهُ قَالَ الزُّهْرِيُّ وَكُلُّهُمْ حَدَّثَنِي طَائِفَةً مِنْ حَدِيثِهَا وَبَعْضُهُمْ أَوْعَى مِنْ بَعْضٍ وَأَثْبَتُ لَهُ اقْتِصَاصًا وَقَدْ وَعَيْتُ عَنْ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ الْحَدِيثَ الَّذِي حَدَّثَنِي عَنْ عَائِشَةَ وَبَعْضُ حَدِيثِهِمْ يُصَدِّقُ بَعْضًا زَعَمُوا أَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَخْرُجَ سَفَرًا أَقْرَعَ بَيْنَ أَزْوَاجِهِ فَأَيَّتُهُنَّ خَرَجَ سَهْمُهَا خَرَجَ بِهَا مَعَهُ فَأَقْرَعَ بَيْنَنَا فِي غَزَاةٍ غَزَاهَا ...

D.    Metode Penelitian Harald Motzki
Harald Motzki tidak secara eksplisit menyebutkan langkah-langkah penelitian yang sistematis ketika melakukan penelitian kitab Musannaf Abd ar-Razaq. Meskipun demikian, dari data yang ada, penyusun mencoba menggambarkan metode, pendekatan, dan langkah-langkah sistematis yang ditempuh Harald Motzki sebagai berikut:
1.        Meletakkan dating, yakni menentukan asal-muasal dan umur terhadap sumber sejarah yang merupakan salah satu substansi penelitian sejarah. Jika dating yang dilakukan oleh seorang peneliti terhadap sebuah sumber sejarah terbukti tidak valid di kemudian hari, maka seluruh premis teori dan kesimpulan yang dibangun atas sumber sejarah tersebut menjadi colleps (roboh). Teori inilah yang menjadi epistemologi Motzki dalam merekonstruksi sejarah awal Islam dalam karyanya The Origins of Islamic Jurisprudence.
2.        Tidak melakukan penelitian secara keseluruhan hadis-hadis yang terdapat dalam sumber primernya Musannaf Abd ar-Razaq. Namun, ia Meletakkan dating yakni mengambil beberapa bagian yang diangap telah mewakili populasi dari yang diteliti. Tujuan dari penentuan sampel ini adalah untuk menghindari kekeliruan generalisasi dari sampel ke populasi. Motzki dalam hal ini meneliti 3810 hadis dari keseluruhan kitab Musannaf Abd ar-Razzaq yang berjumlah 21033 hadis. Dengan demikian ia meneliti sekitar 21% hadis.
3.        Setelah data terkumpul, kemudian Motzki menganalisis sanad dan matn dengan menggunakan metode isnad cum analisis dengan pendekatan traditional-historical, yakni sebuah metode yang cara kerjanya menarik sumber-sumber awal dari kompilasi yang ada, yang tidak terpelihara sebagai karya-karya terpisah, dan memfokuskan diri pada materi-materi para perawi tertentu ketimbang pada hadis-hadis yang terkumpul pada topik tertentu.
Jadi, traditional-historical dijadikan sebagai alat untuk menganalisa dan menguji materi-materi dari perawi. Oleh karena itu, penelitian struktur periwayatan yang dilakukannya memberikan kesimpulan bahwa materi-materi yang diletakkan atas nama empat tokoh sebagai sumber utamanya adalah sumber yang otentik, bukan penisbatan fiktif yang direkayasa.
4.        Terkait dengan materi periwayatan (matn) hadis, Motzki mengajukan teori external criteria dan formal criteria of authenticity sebagai alat analisa periwayatan.
5.        Penyusunan atau disebut sebagai tahap aplikasi. Yakni berangkat dari metode-metode di atas, Motzki kemudian mengklasifikasikan terhadap riwayat yang terdapat dalam kitab Musannaf.

v  Studi Kritik Tentang Harald Motzki
Motzki dengan kajian barunya telah menghadirkan konstruksi pemahaman baru (menengah) mengenai teori Common Link melalui bukti ilmiah-historis. Kajian yang dilakukannya merupakan studi Akademik yang memperkaya ilmu pengetahuan yang relatif  lebih objektif dan ilmiah. Namun, penelitian yang hanya difokuskan pada karya Abdul al-Razzaq al-Shan’ani barangkali merupakan salah satu kelemahan karena tidak mengkomparasikannya dengan karya-karya lain seperti al-Muwaththa’  dll.





BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :
·         Motzki adalah sosok yang dikenal para pemerhati orientalisme sebagai sosok yang banyak mengkaji hadits sejarah yang berhubungan dengan sīrah, metode pencermatan Motzki terhadap hadits lebih didominasi penelitiannya terhadap sisi sejarah hadits itu sendiri.
·         Karya-Karya Harald Motzki :
1.       Berupa penelitian De ontstaansgeschiedenis van de islamitische jurisprudentie (sejarah yurisprudensi Islam).
2.       Berupa Ceramah Ilmiah Inleiding Islam 1 & 2.
3.       Berupa Jurnal Ilmiah dan Buku.
·         Metode-Metode Harald Motzki :
1.      Meletakkan dating.
2.      Menggunakan Metode Sampling.
3.      menggunakan metode isnad cum analisis.
4.      Menggunakan teori external criteria dan formal criteria of authenticity.
5.      Penyusunan / Tahap Aplikasi.
                                      







DAFTAR PUSTAKA

§  Motzki, Harald, The Musannaf of ar-razaq as-San’ani a Source of Authentic Ahadit of the fist Century, dalam journal of Near Easern Studies, vol. 50. No. 1 di download dari http://www.scribd.com, pada tanggal 15  Nopember 2012.
§  Http:/Islamunai-adib.blogspot.com diakses pada 11 November  2012 Pukul 09.51 AM
§  Amin Kamaruddin, “Book Review The Origins of Islamic Jurisprudence Meccan Fiqh before the Classical School”, dalam Al-Jami’ah: Journal of Islamic Studies, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2003.
§  Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, (Jakarta: Gema Insani, 2008), hlm.  28.
                                                                                                                          







1.Http:/Islamunai-adib.blongspot.com/11/Nov/2012.
2. Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, (Jakarta: Gema Insani, 2008), hlm.  28.

[3][3] Motzki, Harald, The Musannaf of ar-razaq as-San’ani a Source of Authentic Ahadit of the fist Century, dalam journal of Near Easern Studies, vol. 50. No. 1 di download dari http://www.scribd.com, pada tanggal 15  Nopember 2012.