Saturday, November 26, 2016

TAFSIR AL MUHARRAR AL WAJIZ



Ahmad Jalaludin Amin
1414341077


Menurut wawancara yang saya lakukan kepada Ust. Muslim dari daerah Majalengka yang bertempat tinggal di desa Ampel Ligung, beliau seorang alumni pondok pesantren Conggeang Cipicung Sumedang.

Mengutarakan bahwa alasan dulu pernah mengkaji kitab ini karena pas dia datang kepondoknya sudah mengkaji kitab Al Wajiz ini. Jadi sudah menjadi jadwal tetap didalam agenda pengajian pesantrenya itu.

Ia juga memberi penjelasan tentang kitab ini bahwa Pengarang dari kitab Al-Wajiz ini Pengarangnya adalah Abu Muhammad, Abdul Haq bin Ghalib bin ‘Athiyyah al-Andalusi, al-Hafizh, al-Qadhi, al-‘Allamah. Beliau juga mengatakan bahwa pengarang menamakan kitab tafsirnya itu ‘al-Wajiz Fi Tafsir al-Kitab al-‘Aziz’.

Pengarang juga meringkasnya dari semua kitab-kitab tafsir (yakni Tafsir al-Manqul) dan selalu mencari yang lebih dekat kepada keshahihan dari kitab-kitab tersebut, menafsirkan ayat dengan gaya bahasa yang manis dan mudah serta banyak sekali menukil dari Ibn Jarir (ath-Thabari).

Beliau pengarang adalah seorang Mu’awwil Asy’ari (suka menakwil ayat, berpaham Asyariah), membela takwil yang dilakukan Imam al-Asy’ari dan berargumentasi dengannya. Narasumber juga menyinggung tentang hadist dan sanad bahwasanya sang Mualif mengetengahkan perkataan-perkatan yang Ma’tsur tanpa menyebutkan sanad-sanadnya, dan memilih darinya dengan tanpa memperbanyaknya, terkadang melemahkan sebagiannya.

Mualif menyebutkan pendapat-pendapat ulama fiqih dari kalangan Salaf dalam masalah fiqih, mengarahkannya dan memilih darinya apa yang menurut pandangannya benar, menguatkannya dengan tanpa memperpanjang lebar atau mengurangi. Beliau juga menyebut ijma’ ulama dalam hal itu, bila ada.

Setelah berbincang begitu alot terahir, Narasumber menyatakan bahwa sang Mualif termasuk ahli Nahwu yang amat kompeten, selalu merujuk kepada bahasa Arab ketika mengarahkan sebagian makna. Beliau sangat memperhatikan produk-produk Nahwu, penyebutan Syawahid Adabiyyah (pendukung-pendukung yang diambil dari bait-bait syair/sastra) untuk ungkapan-ungkapan tertentu.

Narasumber juga memberikan penjelasan terhadap kami mengenai sang Mualif tentang aqidahnya, agar sedikit menambahkan redaksi Narasumberpun mencari informasi tentang aqidah sang Mualif ini bahwasanya sang Mualif menceritakan bahwa Syaikhul Islam, Ibn Taimiyah mengomentari mengenainya, “Tafsir Ibn ‘Athiyyah dan semisalnya lebih mengikuti as-Sunnah dan al-Jamaah serta lebih selamat dari bid’ah ketimbang tafsir az-Zamakhsyari.



Andaikata ia menyebutkan ucapan para ulama Salaf yang terdapat di dalam tafsir-tafsir bil Ma’tsur dengan semestinya tentu lebih baik dan bagus, sebab banyak sekali ia menukil dari tafsir Muhammad bin Jarir ath-Thabari -yang merupakan kitab tafsir bil Ma’tsur paling agung dan paling berkualitas.

Hanya saja, kemudian ia meninggalkan nukilan Ibn Jarir dari ulama Salaf, tidak meriwayatkannya sama sekali! Lalu menyebutkan apa yang diklaimnya sebagai ucapan Muhaqqiqin (ulama peneliti). Yang dimaksudnya mengenai mereka itu adalah kelompok Ahli Kalam yang menetapkan pokok-pokok pemikiran mereka dengan cara yang sejenis dengan penetapan ala kaum Mu’tazilah terhadap pokok-pokok pemikiran mereka. Sekali pun, mereka lebih dekat kepada as-Sunnah ketimbang Mu’tazilah. Setelah berbincang begitu lama-lama dan kopi pun telah memuncak pada aspal dasar ampasnya kita langsung akhiri perbincangan ini dengan Waalluh`alam bii shoab.


No comments:

Post a Comment