Thursday, December 22, 2016

Memahami Al Qur'an Persfektif Psikolog



KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah Swt, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam tidak lupa kami kirimkan selalu kepada baginda tercinta Nabi Muhamad Saw, keluarga, sahabat, serta kepada umatnya semua.
Makalah ini menjelaskan tentang “Pendekatan Psikologi Terhadap Al Qur’an” , makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur Mata Kuliah Ulumul Qur’an. Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapat berbagai tantangan dan hambatan. Akan tetapi, dengan bantuan dan dukungan beberapa pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam penyusunan makalah ini, terutama kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah terkait, yang selalu memberikan arahan dan masukannya, semoga mendapat balasan yang setimpal dari Allah Swt.
Kami menyadari makalah ini jauh dari kata kesempurnaan, baik dari segi materi maupun penyusunannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun kami harapkan dari semua pihak untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhirnya kepada Allah jualah kami serahkan semua pengorbanan serta perjuangan, demi langkah dan ayunan tangan kami semoga senantiasa mendapatkan rahmat dan ampunan-Nya.
Amin
                                                            Cirebon, 17 Desember  2016

Penulis



A.    Latar Belakang

Memahami Al Quran menjadi kebutuhan dan keharusan dari manusia sebagai jalan petunjuk dalam hidup. Konsep dari memahami al qur’an tentunya berimplikasi pada penerapannya dalam pemahaman maupun dalam amalan keseharian.
Dalam memahami al qur’an juga banyak di fahami dari berbagai sudut pandang disiplin ilmu, dan di masa sekarang munculah ilmu psikologi yang coba di jadikan alat untuk memahami al qur’an dari segi kejiwaan, tentunya tanpa menghilangkan aspek lain.
Psikologi memang tidak lahir dari ilmuan muslim, meski sudah di praktikan sebagian dari prinsip keilmuannya lebih dahulu, namun secara disiplin ilmu, psikologi termasuk ilmu yang berkembang belakangan, di abad millennium. Psikologi sebagai ilmu yamng memiliki metode ilmiah, dianggap tidak bertentangan dengan nilai nilai dalam memahami Al qur’an.

B.     Rumusan Masalah

·         Apa itu psikologi  ?
·         Apa saja yang menjadi ruang lingkup dari Psikologi ?
·         Bagaimana Ayat Ayat yang di hubungkan dengan psikologi ?

C.     Tujuan Penelitian
·         Untuk mengetahi Garis Besar tentang Psikologi.
·         Untuk mengetahui ruang lingkup dari disiplin ilmu psikologi.
·         Untuk mengemukakan aplikasi dari pendekatan psikologi

D.    Metode Penelitian: Pustaka



E.     Pembahasan

Pengertian Psikologi
Secara etimologi kata psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos. kata Psyche berarti ‘jiwa, roh, atau sukma”, sedangkan kata logos berarti “ilmu”. Jadi, psikologi secara harfiah berarti “ilmu jiwa’, atau ilmu yang objek kajiannya dalah jiwa[1].
Ada banyak ahli yang mengemukakan pendapat tentang pengertian psikologi, diantaranya:
1.      Pengertian Psikologi menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 13 (1990), Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan binatang baik yang dapat dilihat  secara langsung maupun yang tidak dapat dilihat secara langsung.
2.      Pengertian Psikologi menurut Dakir (1993), psikologi membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan lingkungannya.
3.      Pengertian Psikologi menurut Muhibbin Syah (2001), psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk , berjalan dan lain sebgainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.
Jadi secara etimologi psikologi berarti : “ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya”. Namun pengertian antara ilmu jiwa dan psikologi sebenarnya berbeda atau tidak sama (menurut Gerungan dalam Khodijah : 2006) karena :
Ilmu jiwa adalah : ilmu jiwa secara luas termasuk khalayan dan spekulasi tentang jiwa itu.
Ilmu psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis  dengan metode-metode ilmiah[2].

Sejarah Periodisasi Ilmu Psikologi
1.       Periode Pra berdirinya Psikologi
Psikologi (dari bahasa Yunani Kuno: psyche = jiwa dan logos = kata) dalam arti bebas psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa/mental. Psikologi tidak mempelajari jiwa/mental itu secara langsung karena sifatnya yang abstrak, tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwa/mental tersebut yakni berupa tingkah laku dan proses atau kegiatannya, sehingga Psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental.
Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan, psikologi melalui sebuah perjalanan panjang. Bahkan sebelum Wundt mendeklarasiikan laboratoriumnya tahun 1879 – yang dipandang sebagai kelahiran psikologi sebagai ilmu – pandangan tentang manusia dapat ditelusuri jauh ke masa Yunani kuno. Dapat dikatakan bahwa sejarah psikologi sejalan dengan perkembangan intelekstual di Eropa, dan mendapatkan bentuk pragmatisnya di benua Amerika.[3]
2.       Psikologi sebagai Ilmu yang Otonom
Pada akhir abad ke-19 terjadilah babak baru dalam sejarah Psikologi. Pada tahun 1879, Wilhem Wundt (Jerman, 1832-1920) mendirikan laboratorium Psikologi pertama di Leipzig yang menandai titik awal Psikologi sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri. Sebagai tokoh Psikologi Eksperimental, Wundt memperkenalkan metode Introspeksi yang digunakan dalam eksperimen-eksperimennya. Ia dikenal sebagai tokoh penganut Strukturalisme karena ia mengemukakan suatu teori yang menguraikan struktur dari jiwa. Wundt percaya bahwa jiwa terdiri dari elemen-elemen (Elementisme) dan ada mekanisme terpenting dalam jiwa yang menghubungkan elemen-elemen kejiwaan satu sama lainnya sehingga membentuk suatu struktur kejiwaan yang utuh yang disebut asosiasi. Oleh karena itu, Wundt juga dianggap sebagai tokoh Asosianisme.[4]
3.       Perkembangan Psikologi Modern
Sejarah Perkembangan Psikologi mengenai pendapat-pendapat para tokoh-tokoh sejarah ilmu jiwa yang mengungkapkan tentang ilmu kejiwaanya. Seperti yang telah diketahui dimana sejarah telah membawa kita kedalam masa yang modrn seperti pada saat ini. Terbentuknya perkembangan psikologi modern yang tidak terlepas dari pengaruh tokoh-tokoh aliran psikologi yang muncul mulai abad ke 20. Beberapa para ilmuan biologi dan fisika mempunyai minat untuk mempelajari dan mengembangkan ilmu jiwa menurut prosedur ilmiyah modern.[5]
Maka sesuai peridoisasi perkembangan psikologi, pengertiannya juga menjadi tiga persepsi sesuai perkembangannya, yakni Pengertian psikologi dapat dirumuskan dalam tiga pengertian. Pertama, psikologi adalah studi tentang jiwa (psyche) seperti studi yang dilakukan Plato (427-347 SM) dan Aristoeles (384-322 SM) tentang kesadaran dan proses mental yang berkaitan dengan jiwa. Kedua, psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang kehidupan mental seperti pikiran, perhatian, presepsi, intelegensi, kemauan dan ingatan, yang dipelopori oleh Wihelm Wundt. Ketiga, psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang organisme, seperti perilaku kucing terhadap tikus, perilaku manusia terhadap sesamanya dan sebagainya. Definisi ini dipelopori oleh John Watson[6].

Psikologi Secara Agama Islam

Psikologi dapat diterjemahkan kedalam bahasa Arab menjadi ilmu alnafs atau ilmu al-ruh. Penggunaan masing-masing kedua istilah ini mwemiliki asumsi yag berbeda.[7] Istilah ‘Ilm al-Nafs atau nafsiologi yang sering dipakai oleh Sukanto  Muyamartono penggunaan ini dikarenakan objek kajian psikologi islam adalah al-nafs. Term al-nafs ber eda dengan term soul atau psyche dalam psikologi kontemporer barat, sebab al-nafs meruapakan gabungan antara substansi jasmani dan substansi rohani, sedangkan soul atau psyche berkaitan dengan aspek psikis manusia. Menurut pengguna istilah, penggunaan term al-nafs dalam tataran ilmiah tidak bertentangan dngan doktrin ajaran Islam sebab tidak ada satupun nash yang melarang untuk membahasnya, tentunya hal itu berbeda dengan penggunaan istilah al-ruh yang secara eksplisit dilarang mempertanyakannya, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an surat al-Isra’ ayat 85.
Selain itu terdapat penggunaan istilah ‘ilm ruh yang digagas Zuadin Azzaino, istilah tersebut digunakan dasar membangun “psikologi ilahiyyah” yaitu psikologi yang dibangun dari kerangka konseptual al-ruh yang berasal dari Tuhan. Term al-ruh yang berdimensi ilahiyyah (teosentris) menjadi ciri unik kajian psikologi Islam jika dibanding dengan kajian psikologi barat yang berdimensi insaniah (antroposentris).[8] Ada juga nama lain yaitu Psikologi Al-Qur’an yang digagas oleh Lukman Saksono dan Anharuddin. Menurut penggunanya diartikan sebagai aspek-aspek psikologis dalam Al-Qur’an. Disisi lain, ada juga istilah yang semisal yaitu Psikologi Qur’ani. Psikologi Qur’ani yang digagas oleh Audith M. Turmudzi ini dimaksudkan sebagai psikologi yang menjunjung tinggi nilai-nilai Al-Qur’an. Istilah lain lagi yaitu Psikologi motivatif yang diperkenalkan oleh Noeng Muhadjir. Ada juga istilah Psikologi Profetik yang digagas oleh Yayah Khisbiyah. Sedangkan Baharuddin memilih istilah Psikologi Islami yaitu memanfaatkan konsep-konsep psikologi barat yang dibangun atas dasar epistemology empiris positivistic dan empiris humanistic, tapi konsep-konsep itu perlu terlebih dahulu dievaluasi dengan konsep-konsep Islam, baik Al-Qur’an, hadits, maupun pendapat ‘ulama yang berkompeten.[9]
Dalam wacana psikologi, terdapat dua istilah yang digunakan untuk menjelaskan kepribadian;yaitu personality dan character. Dua istilah ini sama-sama membicarakan tingkah laku manusia, hanya saja personality tidak mengaitkan pembahasannya pada baikburuk (devaluasi), sementara aksentuasi character justru pada penilaian baik-buruk (evaluasi) (Allport dalam Sumadi, 1990). Sebagai bagian dari sains yang salah satu cirinya ‘bebas nilai’, wacana psikologi lebih menggunakan term personality (bukan character), sehingga tugas utama psikolog adalah mendeskripsikan perilaku klien, tanpa berusaha menilai baik-buruknya. Bersamaan kebutuhan akan pengembangan ilmu dan bersentuhan dengan nilai-nilai agama dan tradisi, ilmu psikologi mulai memperluas medan kajiannya, sehingga akhir-akhir ini berkembang wacana psikologi bermuatan nilai seperti munculnya positive psychology, yang teorinya dibangun dari asumsi manusia baik.[10]
Ruang Lingkup Psikologi
Dalam Buku “Psikologi dalam al-Qur’an” ini lahir dari buah pikiran DR. Muhammad Utsman Najati tentang psikolgi Islam. Beliau membahas tentang hal hal yang terkait dengan psikologi dalam al Qu’an, yakni sebagai berikut :

1.      Motif-motif Perilaku menurut Al-Qur’an
Motif adalah kekuatan penggerak yang membangkitkan aktivitas pada makhluk hidup. Motif melahirkan perilaku dan mengantarkan serta mengarahkan makhluk hidu pada suatu tujuan atau tujuan-tujuan tertentu. Motif sangat urgent bagi kehidupan manusia, adanya motif mendorong manusia untuk memenuhi kebutuan hidupnya, serta menyempurnakan kekurangan-kekurangan dalam kehidupannya dan melestarikan kehidupannya.[11]
Tema-tema motif didalam al-Qur’an terdiri dari ; a) motif fisiologis yang terdiri dari motif menjaga diri dan motif kelangsungan keturunan. b) motif mental – spiritual yang terdiri dari motif pemilikan, motif permusuhan, motif persaingan, dan motif beragama. c) motif bawah sadar. Kemudian pada bagian ini juga dikemukakan tentang pergulatan antar motif, pengendalian motif, dan penyimpangan motif.
2.      Emosi di dalam persfektif al-Qur’an
Emosi erat kaitaanya dengan motif, motif biasanya dibarengi dengan suatu kondisi yang bersifat instingtif dan emotif. Emosi akan mengarahkan perilaku seperti halnya motif, contoh emosi takut akan mendorong untuk lari dari bahaya.[12]
Tema-tema emosi dalam persfektif al-Qur’an adalah ; a) takut, b) marah, c) cinta ; terbagi menjadi cinta pada diri sendiri, cinta kepada manusia, cinta birahi, cinta kebapakan, cinta kepada Allah, dan cinta kepada Rasul. d) senang, e) benci, f) cemburu, g) hasud, h) sedih, i) sesal, j) serta emosi-semosi lainnya seperti malu, hina, dan sombong atau takabur.
3.      Persepsi Menurut al-Qur’an
Persepsi merupakan fungsi penting dalam kehidupan manusia, dengan persepi makhluk hidup dapat mengetahui sesuatu yang mengganggunya sehingga iapun menjauhinya dan mengetahui sesuatu yang bermanfaat baginya sehingga ia pun mengupayakannya. Persepsi merupakan fungsi yang dimiliki oleh semua manusia dan hewan.[13]
Pada bagian ini Muhammad Utsman Najati mengemukakan indera (mata, telinga, kulit, lidah, dan hidung) menurut al-Qur’an. Dikemukakan juga persepsi diluar jangkauan manusia atau extrasensosy perception seperti telestesia yaitu melihat sesuatu kejadian yang jauh dari luar jangkauan penglihatan, telepati yaitu mengetahui kata hati atau pikiran seseorang yang berada di tempat jauh, istihtaf yaitu mendengar seruan atau pembicaraan dari tempat jauh diluar jangkauan indera pendengar. Kesemuanya itu hanya ada pada segelintir orang yang memiliki bakat khusus.
Dikemukakan juga ilusi penglihatan atau kekeliruan dalam penglihatan yang tidak sesuai dengan kenyataan yang dilihat, seperti fatamorgana yang disangka air pada orang yang mengalami dahaga. Selanjutnya dikemukakan juga pengaruh motivasi dan nilai terhadap perhatian dan persepsi seperti yang terjadi pada orang-orang yang beriman ketika mendengar ayat-ayat bisyarah yang menjadikan mereka dengan penuh kesadaran memahami ayat-ayat al-Qur’an.
4.      Berpikir Dalam Persfektif al-Qur’an
Berpikir merupakan proses manusia dalam menerima informasi dari luar, kemudian memproses informasi untuk mencari maknanya, dan terakhir merespon informasi. Kemampuan hipotesis, kemampuan berpikir membuat manusia pantas menyandang tugas sebagai khalifah dan beribadah. Disajikan dalam buku ini langkah-langkah berpikir dalam mengatasi masalah, yaitu merasakan adanya masalah, mengumpulkan data yang berkaitan dengan objek masalah, membuat hipotesis, menguji hipotesis, dan menverifikasi kebenaran hipotesis. Verifikasi kebenaran (penelitian eksperimental) tergambarkan dalam kisah Ibrahim as. Ketika menyampaikan permintaannya kepada Allah tentang cara mengidupkan orang mati.[14]
Di kahir bagian ini dikemukakan beberapa kekeliruan dalam berpikir yang disebabkan oleh berpegang pada pemikiran-pemikiran lama, kekurangan data, dan bias emosi dan perasaan.
5.      Belajar Menurut al-Qur’an
Bagian ini membahas sumber-sumber ilmu di dalam al-Qur’an, belajar bahasa, bagamana adam belajar bahasa, belajar memilih dan membuat keputusan, cara-cara belajar menurut al-Qur’an (meniru/imitation, pengalaman praktis dan trial dan error, serta berpikir), prinsip-prinsip belajar menurut al-Qur’an yaitu motivasi, pengulangan, perhatian, partisipasi aktif, pembagian belajar, dan perubahan perilaku secara bertahap.[15]
6.      Ilmu Laduni Menurut al-Qur’an
Ilmu laduni diperoleh melalui ilham dan mimpi. Ilham adalah sejenis ilmu yang dilimpahkan Allah kepada manusia dan dimasukkan ke dalam qalbunya, shingga tersingkaplah beberapa rahasia dan jelaslah beberapa hakikat baginya. Ilmu laduni banyak termuat didalam al-qur’an seperti kisah daud dan sulaiman di dalam surat al-Anbiya’. Ilham bisa bersifat ilahiah atau ilham ilahiah dan berupa al-khathiru malikiy (lintasan pikiran dari malaikat).
Mimpi merupakan hal yang lumrah terjadi dikalangan manusia. Para ulama dan pemikir mencoba menafsirkan mimpi dan mengetahui penyebabnya, kesimpulannya mimpi terjadi sebagai akibat sensasi yang dirasakan manusia saat tidur, baik sensasi dari pengaruh eksternal maupun internal. Sebagian mimpi lainnya dianggap sebagai kontinuitas kesibukan berpikir saat terjaga, sebagian lainnya sebagai pengingatan kembali atas masa lalu.
Al-Qur’an menyebut adhghatsul ahlam (mimpi yang kacau balau) yaitu mimpi yang membingungkan, kacau, dan tidak jelas. Adapun istilah ru’ya (mimpi) yang disebutkan dalam al-qur’an hanyalah mengandung arti mimpi yang benar, sebagaimana Allh menyampaikan wahyu melalui mimpi kepada rasul-Nya, contohnya adalah tentang ru’ya Yusuf as. Atau hadits-hadits qudsi dari Nabi Muhammad saw.[16]
7.      Ingat dan Lupa Menurut al-Qur’an
Banyak ayat di dalam al-Qur’an yang mendorong manusia untuk mengingat Allah, ayat-ayat yag terdapat di dalam ciptaannya, mengingat bukti-bukti, petunjuk, kabar gembira, dan ancaman yang di bawa para rasulallah. Di dalam al-Qur’an banyak pengulangan ungkapan “afala tatadzakkarun” (tidakkah mereka ingat), “la’allahum yatadzakkarun” (agar mereka ingat), “qalilam ma tadzakkarun” (sedikit sekali mereka yang ingat), dan masih banyak lagi yang lainnya.
Kandungan-kandungan al-Qur’an seperti di atas menjadi konsep tentang ingat dan lupa di dalam buku ini. Dikemukakan sub-sub konsep tentang lupa, seperti lupa dalam kaitannya dengan memori, peristiwa, kelalaian, hilangnya perhatian, dan lupa karena gangguan setan. Kemudian diakhir pembahasan ini dikemukakan penawar (terapi) lupa yang ada di dalam al-Qur’an sebagai langkah preventif mencegah kelupaan.[17]
8.      Sistem Otak Menurut al-Quran
Kajian-kajian ilmiah kontemporer tentang anatomi dan fisiologi menemukan bahwa otak memiliki fungsi kontrol dalam tubuh manusia, seperti area motorik yang mengatur gerak / motor tubuh manusia, area sensoris sebagai tempat bermuaranya unsur peraba dan sensasi rasa sakit, perubahan temperatur suhu, dan rasa. Kemudian ada area optik yang merupakan pusat penglihatan, lalu auditori sebagai pusat pendengaran, di otak juga merupakan tempat koordinasi pesan-pesan motorik yang akan disampaikan ke seluruh tubuh. Otak juga merupakan pusat semua proses pemikiran tingkat tingg, seperti belajar, berbicara, menulis, dan membaca.
Fakta-fakta ilmiah di atas kemudian diuraikan dalam buku ini dengan mengutip ayat-ayat al-Qur’an yang menerangkan tentang bagaimana otak merekam pengalaman-pengalaman sepanjang kehidupan manusia, hubungan persepsi dan otak, dan hubungan aktivitas berfikir dengan otak.[18]
9.      Kepribadian Menurut al-Qur’an
Di bagian ini penulis mengemukakan kepribadian manusia ditinjau sejak masa penciptaan manusia yang erat kaitannya dengan unsur-unsur penciptaan tersebut. Di dalam diri manusia juga disebutkan adanya pergulatan psikologis yang luar biasa antara keinginan baik dan keinginan buruk. Tapi, manusia juga mampu mencapai keseimbangan psikologis atau kepribadian yang ideal, yaitu sesuai dengan batas-batas syari’at. Kemudian membawa kepada keseimbangan antara tuntutan-tuntutan tubuh dan roh, yang disebut kepribadian normal.
Ada tiga pola kepribadian menurut al-Qur’an yang dikemukakan oleh penulis, yaitu pola kepribadian mukmin, pola kepribadian kafir, dan pola kepribadian munafik.
Manusia juga memiliki semacam mekanisme pertahanan diri sebagaimana juga yang telah dikemukakan para psikolog Barat, yaitu proyeksi, rasionalisasi, dan pembentukan reaksi.
Penulis juga mengemukakan perbedaan individu menurut al-Qur’an. Kemudian perkembangan manusia menurut al-Qur’an, yaitu sejak perkembangan pra-lahir, perkembangan pasca-lahir, dan perkembangan yang dialami oleh indera anak.[19]
10.  Psikoterapi Menurut al-Qur’an
Di akhir buku ini penulis mengemukakan psikoterapi menurut pandangan al-Qur’an. Pertama-tama dikemukakan bahwa iman memiliki pengaruh yang sangat penting dalam kejiwaan manusia, kemudian atas dasar iman juga manusia dituntut untuk berafiliasi dengan kelompoknya (sesama orang muslim) untuk saling menebarkan kasih sayang, dimana fitrah manusia adalah tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Sehingga al-Qur’an diyaskini sebagai penyembuh atau terapi bagi problem-problem manusia.
Secara implisit penulis menyampaikan bahwa terapi-terapi al-Qur’an terkandung di dalam keseluruhan ajaran Islam, yaitu ajaran tentang aqidah tauhid, ajran tentang ibadah (sholat, puasa, zakat, dan haji), ajaran tentang kesabaran, perintah untuk berzikir, dan bertaubat atau dosa-dosa.[20]







Ayat Ayat Dan Penerapan Psikologi Dalam Al Qur’an
Sesuai dengan yang sudah di jelaskan di atas, bahwa ilmu jiwa sejatinya sudah termaktub juga dalam al qur’an, meski secara disiplin ilmu, belum ada secara ekslusif tentang psikologi.
Al Qur’an yang secara tegas melarang mempertanyakan tentang “Ruh” (psikologi zaman filusup), tapi menampilkan penanaman karakter baik, psikologi positive, dan negative sebagai pembelajaran manusia. (Psikologi Kepribadian abad ke 19).
Sebelum masuk dalam contoh penerapan Ayat, perlu diingatkan kembali bahwa psikologi bukanlah tujuannya memahami jiwa Ilahi, tapi bagaimana Ilahi menyampaikan Asas Asas kebaikan kepada manusia dengan cara yang di mengerti oleh manusia, secara teks dan kebahasaan manusia. (kebahasaan jnuga masuk dalam salah satu cabang psikologi).
Contoh yang paling banyak di jumpai dalam al Qur’an adalah penanaman karakter, akhlak yang baik, dengan cara perintah langsung, maupun dengan cara sebaliknya, yakni menampilkan karakter buruk, dengan tujuan agar tidak di ikuti (psikologi terbalik).
Contoh
Q. S. Al ‘Asr = Penanaman Karakter baik.
Q. S. Al Humazah = Penolakan Karakter Buruk
Q. S. Al Maun = Kecaman Terhadap Penduta Agama (Penolakan Karakter Buruk)
Contoh perbandingan
QS al ma’rij ayat 1921 =
Artinya :
Sungguh manusia diciptakan dalam keaaan berkeluh kesah (19),apa bila ditimpa kesusasahan ia berkeluh kesah(20),apa bila mendapat kebaikan (harta)dia menjadi kikir(21)kecuali orang orang yang melaksanakan solat(qs al ma’rij ayat 19-21),
Penjelasan ayat:
Jadi dari ayat iatas ada beberapa tingkahlaku manusia yaitu:
a.berkeluh kesah
ini memang dala kehidupan sehari hari Nampak dengan kita bahwa manusia paling oke mengeluh,contoh:ketika  hari panas pasti manusia mengeluh dengan berkata (ndee hujan juga hari),nah dalam psikologo akan mempelajari bagaimana sebenarnya jiwa seseorang yang mengeluh itu,dan apa dampaknya terhadap kehidupan sehari harinya.
b. apa bila mendapat kebaikan (harta)dia menjadi kikir
ini menjelaskan bahwa memang manusia ini  banyaknya berprilaku (sikap)kikir,ketika manusia itu telah mendapakan sesuatu,contoh:banyak nya orang orang kaya kikir terhadap fakir maupun miskin,sehingga banyak fakir miskin yang hidup meminta minta,ironisnya mati kelaparan.Psikologi akan mempelajari bagaimana sebenarnya  jiwa seseorang yang kikir itu,apakah dia akan selalu hidup tenang atau dalam kegelisahan. Dan banyak contoh ayat lainnya.
Daftar Pustaka

Lailatul Fatonah , Dalam Makalah “ILMU PSIKOLOGI PERSPEKTIF AL-QUR’AN

http://vijaymorales.blogspot.co.id/2011/04sejarah-perkembangan-psikologi.html?m=1

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada)

Siti Aminah Sahal, Dialogia, Jurnal Studi Islam dan Sosial, Vol.3 No.2 Juli-Des.22005, STAIN Ponorogo

Prof. Dr. Abdul Mujib KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS PSIKOLOGI ISLAM (Jurnal Seminar Nasional)

 






[2]Lailatul Fatonah , Dalam Makalah “ILMU PSIKOLOGI PERSPEKTIF AL-QUR’AN


[4] Ibid,
[5] Ibid,
[6] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada) h.1.
[7] Ibid, h.3
[8] Ibid, h.4-5
[9] Siti Aminah Sahal, Dialogia, Jurnal Studi Islam dan Sosial, Vol.3 No.2 Juli-Des.22005, STAIN Ponorogo, h.115-117.
[10]  Prof. Dr. Abdul Mujib KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS PSIKOLOGI ISLAM (Jurnal seminar nasional)

[11] Lailatul Fatonah , Dalam Makalah “ILMU PSIKOLOGI PERSPEKTIF AL-QUR’AN


[12] Ibid,
[13] Ibid,
[14] Ibid,
[15] Ibid,
[16] Ibid,
[17] Ibid,
[18] Ibid,
[19] Ibid,
[20] Ibid,

No comments:

Post a Comment