Ahmad Jalaludin Amin
1414341077
Menurut wawancara yang saya lakukan kepada Ust. Muslim dari daerah
Majalengka yang bertempat tinggal di desa Ampel Ligung, beliau seorang alumni
pondok pesantren Conggeang Cipicung Sumedang.
Mengutarakan bahwa alasan dulu pernah mengkaji kitab ini karena pas dia
datang kepondoknya sudah mengkaji kitab Al Wajiz ini. Jadi sudah menjadi jadwal
tetap didalam agenda pengajian pesantrenya itu.
Ia juga memberi penjelasan tentang kitab ini bahwa Pengarang dari kitab
Al-Wajiz ini Pengarangnya adalah Abu Muhammad, Abdul Haq bin Ghalib bin ‘Athiyyah
al-Andalusi, al-Hafizh, al-Qadhi, al-‘Allamah. Beliau
juga mengatakan bahwa pengarang menamakan kitab tafsirnya itu ‘al-Wajiz Fi Tafsir al-Kitab al-‘Aziz’.
Pengarang juga meringkasnya dari semua kitab-kitab tafsir (yakni Tafsir
al-Manqul) dan selalu mencari yang lebih dekat kepada keshahihan dari
kitab-kitab tersebut, menafsirkan ayat dengan gaya bahasa yang manis dan mudah
serta banyak sekali menukil dari Ibn Jarir (ath-Thabari).
Beliau pengarang adalah seorang Mu’awwil Asy’ari (suka menakwil ayat,
berpaham Asyariah), membela takwil yang dilakukan Imam al-Asy’ari dan
berargumentasi dengannya. Narasumber juga menyinggung tentang hadist dan sanad
bahwasanya sang Mualif mengetengahkan perkataan-perkatan yang Ma’tsur tanpa
menyebutkan sanad-sanadnya, dan memilih darinya dengan tanpa memperbanyaknya,
terkadang melemahkan sebagiannya.
Mualif menyebutkan pendapat-pendapat ulama fiqih dari kalangan Salaf
dalam masalah fiqih, mengarahkannya dan memilih darinya apa yang menurut
pandangannya benar, menguatkannya dengan tanpa memperpanjang lebar atau
mengurangi. Beliau juga menyebut ijma’ ulama dalam hal itu, bila ada.
Setelah berbincang begitu alot terahir, Narasumber menyatakan bahwa sang
Mualif termasuk ahli Nahwu yang amat kompeten, selalu merujuk kepada bahasa
Arab ketika mengarahkan sebagian makna. Beliau sangat memperhatikan
produk-produk Nahwu, penyebutan Syawahid Adabiyyah (pendukung-pendukung yang
diambil dari bait-bait syair/sastra) untuk ungkapan-ungkapan tertentu.
Narasumber juga memberikan penjelasan terhadap kami mengenai sang Mualif
tentang aqidahnya, agar sedikit menambahkan redaksi Narasumberpun mencari
informasi tentang aqidah sang Mualif ini bahwasanya sang Mualif menceritakan
bahwa Syaikhul Islam, Ibn Taimiyah mengomentari mengenainya, “Tafsir Ibn
‘Athiyyah dan semisalnya lebih mengikuti as-Sunnah dan al-Jamaah serta lebih
selamat dari bid’ah ketimbang tafsir az-Zamakhsyari.
Andaikata ia menyebutkan ucapan para ulama Salaf yang terdapat di dalam
tafsir-tafsir bil Ma’tsur dengan semestinya tentu lebih baik dan bagus, sebab
banyak sekali ia menukil dari tafsir Muhammad bin Jarir ath-Thabari -yang
merupakan kitab tafsir bil Ma’tsur paling agung dan paling berkualitas.
Hanya saja, kemudian ia meninggalkan nukilan Ibn Jarir dari ulama Salaf,
tidak meriwayatkannya sama sekali! Lalu menyebutkan apa yang diklaimnya sebagai
ucapan Muhaqqiqin (ulama peneliti). Yang dimaksudnya mengenai mereka itu adalah
kelompok Ahli Kalam yang menetapkan pokok-pokok pemikiran mereka dengan cara
yang sejenis dengan penetapan ala kaum Mu’tazilah terhadap pokok-pokok
pemikiran mereka. Sekali pun, mereka lebih dekat kepada as-Sunnah ketimbang
Mu’tazilah. Setelah berbincang begitu lama-lama dan kopi pun telah memuncak pada
aspal dasar ampasnya kita langsung akhiri perbincangan ini dengan Waalluh`alam
bii shoab.
No comments:
Post a Comment