PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
Sejarah
merupakan hal penting yang harus diketahui di masa perkembangan setelahnya.
Perkembangan islam di indonesia juga tidak terlepas dari sejarah kerajaan islam
terdahulu yang sudah menjadi cikal bakal berkembangnya agama islam di
indonesia.
Kerajaan aceh
adalah salah satu dari beberapa kerajaan yang sangat mendukung dalam penyebaran
islam di indonesia. Kerajaan yang bertahan sampai awal abad ke 20 ini menjadi
kan aceh di masa sekarang begitu unik dan tak terelakan karena masih
menggunakan hukum islam. Aceh adalah daerah yang tidak menjadi lupa jati
dirinya sebagai muslim dan menjadikan inti ajarannya sebagai hukum yang
berjalan dalam setiap sendi kehidupannya.
Kerajaan aceh
juga menjadi simbol sebagai kebesaran islam di masa lalu.
b.
Tujuan Pembelajaran
Tujuan
pembuatan makalah kerajaan aceh ini, tentunya selain untuk memenuhi tugas mata
kuliah juga diharap mendatangkan manfaat.
Dengan
mengetahui sejarah kerajaan islam, yang disini tentunya kerajaan aceh, kerajaan
islam yang pernah berjaya selama 4 abada ini, kita diharapkan bisa lebih
mengenal siapa jati diri kita. Dengan mengetahui bahwa agama dan ajaran kita
tidaklah kuno dan anarki seperti yang banyak di gembor gemborkan masa kini,
kita bisa memetik semangat perjuangan dari sejarah tersebut.
PEMBAHASAN
c.
Awal Perkembangan Kerajaan Aceh
Aceh semula menjadi daerah taklukkan Kerajaan Pedir. Akibat Malaka
jatuh ke tangan Portugis, pedagang yang semula berlabuh di pelabuhan Malaka
beralih ke pelabuhan milik Aceh. Dengan demikian, Aceh segera berkembang dengan
cepat dan akhirnya lepas dari kekuasaan Pedir. Aceh berdiri sebagai kerajaan
merdeka. Sultan pertama yang memerintah dan sekaligus pendiri Kerajaan Aceh
adalah Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528 M).
Aceh berdiri sekitar abad ke-16, dimana saat itu jalur perdagangan lada
yang semula melalui Laut Merah, Kairo, dan Laut Tengah diganti menjadi melewati
sebuah Tanjung Harapan dan Sumatra. Hal ini membawa perubahan besar bagi perdagangan Samudra Hindia, khususnya
Kerajaan Aceh. Para pedagang yang rata-rata merupakan pemeluk agama Islam kini
lebih suka berlayar melewati utara Sumatra dan Malaka. Selain pertumbuhan ladanya
yang subur, disini para pedagang mampu menjual hasil dagangannya dengan
harga yang tinggi, terutama pada para saudagar dari Cina. Namun hal itu justru
dimanfaatkan bangsa Portugis untuk menguasai Malaka dan sekitarnya. Dari
situlah pemberontakan rakyat pribumi mulai terjadi, khususnya wilayah Aceh.
Pada saat itu Kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Sultan Ali Mughayat Syah
atau Sultan Ibrahim, berhasil melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Pedir
pada tahun 1520. Dan pada tahun itu pula Kerajaan Aceh berhasil menguasai daerah Daya hingga berada dalam kekuasaannya.
Dari situlah Kerajaan Aceh mulai melakukan peperangan dan penaklukan untuk
memperluas wilayahnya serta berusaha melepaskan diri dari belenggu penjajahan
bangsa Portugis. Sekitar tahun 1524, Kerajaan Aceh bersama pimpinanya Sultan
Ali Mughayat Syah berhasil menaklukan Pedir dan Samudra Pasai. Kerajaan Aceh
dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah tersebut juga mampu mengalahkan kapal
Portugis yang dipimpin oleh Simao de Souza Galvao di Bandar Aceh.[1]
Namun meski aceh kala itu sebagai kerajaan islam yang baru, aceh
begitu cepat mendapatkan perhatian karena banyak kian membesar.Aceh cepat
tumbuh menjadi kerajaan besar karena didukung oleh faktor sebagai berikut:
1. Letak Ibu kota Aceh yang sangat strategis.
2. Pelabuhan Aceh ( Olele ) memiliki persyaratan yang baik sebagai pelabuhan dagang.
3. Daerah Aceh kaya dengan tanaman lada sebagai mata dagangan ekspor yang penting.
1. Letak Ibu kota Aceh yang sangat strategis.
2. Pelabuhan Aceh ( Olele ) memiliki persyaratan yang baik sebagai pelabuhan dagang.
3. Daerah Aceh kaya dengan tanaman lada sebagai mata dagangan ekspor yang penting.
4. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis menyebabkan pedagang Islam
banyak yang singgah ke Aceh.[2]
d. Masa Keemasan Aceh
Kerajaan Aceh menjalani masa keemasan pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda, yaitu sekitar tahun 1607 sampai tahun 1636. Pada masa ini,
kerajaan aceh mengalami banyak kemajuan di berbagai bidang, baik dalam hal
wilayah kekuasaan, ekonomi, pendidikan, politik luar negeri, maupun kemiliteran
kerajaan.
Sultan Iskandar Muda memperluas wilayah
teritorialnya dan terus meningkatkan perdagangan rempah-rempah menjadi suatu
komoditi ekspor yang berpotensial bagi kemakmuran masyarakat Aceh. Ia mampu
menguasai Pahang tahun 1618, daerah Kedah tahun 1619, serta Perak pada tahun
1620, dimana daerah tersebut merupakan daerah penghasil timah. Bahkan dimasa
kepemimpinannya Kerajaan Aceh mampu menyerang Johor dan Melayu hingga Singapura
sekitar tahun 1613 dan 1615. Ia pun diberi gelar Iskandar Agung dari Timur.[3]
Kemajuan dibidang politik luar negeri pada era
Sultan Iskandar Muda, salah satunya yaitu Aceh yang bergaul dengan Turki,
Inggris, Belanda dan Perancis. Ia pernah mengirimkan utusannya ke Turki dengan
memberikan sebuah hadiah lada sicupak atau lada sekarung, lalu dibalas dengan
kesultanan Turki dengan memberikan sebuah meriam perang dan bala tentara, untuk
membantu Kerajaan Aceh dalam peperangan. Bahkan pemimpin Turki mengirimkan
sebuah bintang jasa pada sultan Aceh.
Dalam lapangan pembinaan kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah
melahirkan beberapa ulama ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan utama
dalam bidang masing-masing, seperti Hamzah Fansuri dalam bukunya Tabyan Fi
Ma'rifati al-U Adyan, Syamsuddin al-Sumatrani dalam bukunya Mi'raj al-Muhakikin
al-Iman, Nuruddin Al-Raniri dalam bukunya Sirat al-Mustaqim, dan Syekh Abdul
Rauf Singkili dalam bukunya Mi'raj al-Tulabb Fi Fashil.[4]
Dalam hubungan ekonomi-perdagangan dengan Mesir,
Turki, Arab, juga dengan Perancis, Inggris, Afrika, India, Cina, dan Jepang.
Komoditas-komoditas yang diimpor antara lain: beras, guci, gula (sakar), sakar
lumat, anggur, kurma, timah putih dan hitam, besi, tekstil dari katun, kain
batik mori, pinggan dan mangkuk, kipas, kertas, opium, air mawar, dan lain-lain
yang disebut-sebut dalam Kitab Adat Aceh.
Komoditas yang diekspor dari Aceh sendiri antara lain kayu cendana, saapan,
gandarukem (resin), damar, getah perca, obat-obatan.[5]
Di bawah kekuasannya kendali kerajaan berjalan dengan aman, tentram dan
lancar. Terutama daerah-daerah pelabuhan yang menjadi titik utama perekonomian
Kerajaan Aceh, dimulai dari pantai barat Sumatra hingga ke Timur, hingga Asahan
yang terletak di sebelah selatan. Hal inilah yang menjadikan kerajaan ini
menjadi kaya raya, rakyat makmur sejahtera, dan sebagai pusat pengetahuan yang
menonjol di Asia Tenggara.
e. Silsilah Raja Raja Kerajaan
Aceh Darussalam
Berikut adalah
silsilah sultan sultan yang berkuasa di kerajaan aceh darussalam, silsilahnya
adalah sebagai berikut :
1. Sultan Alaidin Ali Mughayat Syah 916-936 H (1511 - 1530 M)
2. Sultan Salahuddin 939-945 H (1530 - 1539M)
3. Sultan Alaidin Riayat Syah II, terkenal dengan nama AL Qahhar 945 - 979 H (1539 - 1571M)
4. Sultan Husain Alaidin Riayat Syah III, 979 - 987 H (1571 - 1579 M)
5. Sultan Muda Bin Husain Syah, usia 7 bulan, menjadi raja selama 28 hari
6. Sultan Mughal Seri Alam Pariaman Syah,987 H (1579M) selama 20 hari
7. Sultan Zainal Abidin, 987 - 988 H (1579 - 1580 M)
8. Sultan Aialidin Mansyur Syah, 989 -995H (1581 -1587M)
9. Sultan Mugyat Bujang, 995 - 997 H (1587 - 1589M)
10. Sultan Alaidin Riayat Syah IV, 997 - 1011 H (1589 - 1604M)
11. Sultan Muda Ali Riayat Syah V 1011 - 1015 H (1604 - 1607M)
12. Sultan Iskandar Muda Dharma Wangsa Perkasa Alam Syah 1016 - 1045H (1607 - 1636M)
13. Sultan Mughayat Syah Iskandar Sani,1045 - 1050 H (1636 - 1641M)
14. Sultanah Sri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat, 1050-1086H (1641 - 1671M)
15. Sultanah Sri Ratu Nurul Alam Naqiatuddin (anak angkat Safiatuddin), 1086 - 1088 H (1675-1678 M)
16. Sultanah Sri Ratu Zakiatuddin Inayat Syah (putri dari Naqiatuddin) 1088 - 1098 H (1678 - 1688M)
17. Sultanah Sri Ratu Kemalat Syah (anak angkat Safiatuddin) 1098 - 1109 H (1688 - 1699M)
18. Sultan Badrul Alam Syarif Hasyim Jamalul Lail 1110 - 1113 H (1699 - 1702M)
19. Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtoi Bin Syarif Ibrahim. 1113 - 1115H (1702 -1703 M)
20. Sultan Jamalul Alam Badrul Munir Bin Syarif Hasyim 1115 - 1139 H (1703 - 1726M)
21. Sultan Jauharul Alam Imaduddin,1139H (1729M)
22. Sultan Syamsul Alam Wandi Teubeueng
23. Sultan Alaidin Maharaja Lila Ahmad Syah 1139 - 1147H (1727 - 1735H)
24. Sultan Alaidin Johan Syah 1147 - 1174 (1735-1760M)
25. Sultan Alaidin Mahmud Syah 1174 -1195 H (1760 - 1781M)
26. Sultan Alaidin Muhammad Syah 1195 -1209 H (1781 - 1795M)
27. Sultan Husain Alaidin Jauharul Alamsyah,1209 -1238 H (1795-1823M)
28. Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah 1238 - 1251 H (1823 - 1836M)
29. Sultan Sulaiman Ali Alaidin Iskandar Syah 1251-1286 H (1836 - 1870 M)
30. Sultan Alaidin Mahmud Syah 1286 - 1290 H (1870 - 1874M)
31. Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah, 1290 -.....H (1884 -1903 M)[6]
1. Sultan Alaidin Ali Mughayat Syah 916-936 H (1511 - 1530 M)
2. Sultan Salahuddin 939-945 H (1530 - 1539M)
3. Sultan Alaidin Riayat Syah II, terkenal dengan nama AL Qahhar 945 - 979 H (1539 - 1571M)
4. Sultan Husain Alaidin Riayat Syah III, 979 - 987 H (1571 - 1579 M)
5. Sultan Muda Bin Husain Syah, usia 7 bulan, menjadi raja selama 28 hari
6. Sultan Mughal Seri Alam Pariaman Syah,987 H (1579M) selama 20 hari
7. Sultan Zainal Abidin, 987 - 988 H (1579 - 1580 M)
8. Sultan Aialidin Mansyur Syah, 989 -995H (1581 -1587M)
9. Sultan Mugyat Bujang, 995 - 997 H (1587 - 1589M)
10. Sultan Alaidin Riayat Syah IV, 997 - 1011 H (1589 - 1604M)
11. Sultan Muda Ali Riayat Syah V 1011 - 1015 H (1604 - 1607M)
12. Sultan Iskandar Muda Dharma Wangsa Perkasa Alam Syah 1016 - 1045H (1607 - 1636M)
13. Sultan Mughayat Syah Iskandar Sani,1045 - 1050 H (1636 - 1641M)
14. Sultanah Sri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat, 1050-1086H (1641 - 1671M)
15. Sultanah Sri Ratu Nurul Alam Naqiatuddin (anak angkat Safiatuddin), 1086 - 1088 H (1675-1678 M)
16. Sultanah Sri Ratu Zakiatuddin Inayat Syah (putri dari Naqiatuddin) 1088 - 1098 H (1678 - 1688M)
17. Sultanah Sri Ratu Kemalat Syah (anak angkat Safiatuddin) 1098 - 1109 H (1688 - 1699M)
18. Sultan Badrul Alam Syarif Hasyim Jamalul Lail 1110 - 1113 H (1699 - 1702M)
19. Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtoi Bin Syarif Ibrahim. 1113 - 1115H (1702 -1703 M)
20. Sultan Jamalul Alam Badrul Munir Bin Syarif Hasyim 1115 - 1139 H (1703 - 1726M)
21. Sultan Jauharul Alam Imaduddin,1139H (1729M)
22. Sultan Syamsul Alam Wandi Teubeueng
23. Sultan Alaidin Maharaja Lila Ahmad Syah 1139 - 1147H (1727 - 1735H)
24. Sultan Alaidin Johan Syah 1147 - 1174 (1735-1760M)
25. Sultan Alaidin Mahmud Syah 1174 -1195 H (1760 - 1781M)
26. Sultan Alaidin Muhammad Syah 1195 -1209 H (1781 - 1795M)
27. Sultan Husain Alaidin Jauharul Alamsyah,1209 -1238 H (1795-1823M)
28. Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah 1238 - 1251 H (1823 - 1836M)
29. Sultan Sulaiman Ali Alaidin Iskandar Syah 1251-1286 H (1836 - 1870 M)
30. Sultan Alaidin Mahmud Syah 1286 - 1290 H (1870 - 1874M)
31. Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah, 1290 -.....H (1884 -1903 M)[6]
f. Kemunduran kerajaan
Aceh darussalam
Setelah era kebesaran sultan iskandar muda berakhir, belanda mencium
peluang kembali untuk mendapatkan wilayah aceh dan sekitarnya. Memasuki abad
ke-18, aceh mulai terlibat konflik dengan belanda dan inggris, lalu memasuki
akhir abad akhir ke-18, wilayah aceh di semenanjung Malaya, yaitu kedah dan
pulau pinang dikuasai inggris. Tahun 1871 belanda mengancam aceh. Dan pada 26
maret 1873 belanda secara resmi menyatakan perang dengan kerajaan aceh. Dalam
perang tersebut belanda gagal menaklukan aceh. Pada 1883, 1892, dan 1893,
perang kembali meletus, namun, lagi lagi belanda gagal merebut aceh[7].
Setelah mangkatnya sultan iskandar tsani (1636-1641), aceh masuk dalam
kepemimpinan sultanah. Diawali oleh janda dari sultan iskandar tsani, yang
merupakan anak dari sultan iskandar muda- ratu safiatudin tajul alam- hingga
ratu zainattudin kamalat syah, tanah rencong mengalami kegoncangan. Setelah
ini, aceh dipimpin oleh sebelas orang sultan yang tidak berarti. Tiga orang
keturunan arab (1699-1726), dua orang melayu (1726), dan enam orang bugis
(1727-1838). Pada masa kepemimpinan mereka wilayah aceh yang luas sudah tak
terkendali dengan baik.negeri negeri tetangga seperti johor dan minangkabau
terus terusan menggerogoti wilayah kekuasaan aceh, hingga pada akhir abad ke 18
aceh tak lebih besar dari wilayah provinsi naggroe aceh darussalamnya itu
sendiri kala ini. Bahkan beberapa wilayah aceh seperti di meulabouh dan
tapaktuan masuk ke dalam koloni dagang
minangkabau.
Mundurnya angkatan perang aceh juga disebabkan oleh pudarnya dominasi turki
di lautan tengah. Negara negara barat macam inggris dan belanda, sudah tak
takut lagi dengan pengaruh militer Turki utsmani di aceh[8].
Kemunduran kerajaan aceh juga dikait kaitkan karena terlalu berhasilnya
kerajaan aceh di masa sebelumnya. Terlalu luasnya wilayah aceh hingga banyak
memberikan celah kemerosotan, baik itu di bidang kekuasaan karena banyaknya
pemberontakan, maupun perekonomian di karenakan banyaknya rakyat yang
kekurangan lahan dan tanah potensial, di bidang pertanian dan kurang strategisnya
lahan dagang. Kekuasaan luas juga menyusahkan kerajaan aceh yang sudah tanpa
kepala tegak itu mengatur orang orang kaya dan berkuasa di sekitar wilayah aceh
baru. Namun dengan terus melemahnya aceh, dan hilangnya taring dan gema nya,
aceh masih tetap aceh, aceh berulang kali di serang dan masih bertahan meski
tidak seluas dan sehebat di masa sebelumnya terutama daerah aceh besar.
g. Runtuhnya Aceh
Darussalam
Setelah berulang kali mengirimkan pasukan untuk terus merebut aceh, belanda
tetap mengalami kegagalan. Akhirnya belanda memutuskan untuk mengirimkan
pengintai atau mata mata yang bisa mempelajari dan melemahkan kerajaan aceh
yang notabene adalah kerajaan islam dan dihuni penduduknya yang notabene muslim
juga untuk mengetahui kelemahan masyarakat kerajaan aceh.
Adalah dr. Snouck hurgronje, dr. Snouck hurgronje sendiri adalah salah
seorang sarjana ahli tentang islam, snouuck hurgronje lahir di tholen, provinsi
oosterhout, 8 februari 1857. Snouck melanjutkan pendidian di bidang teologi.
Namun sejak awal ia tertarik mempelajari islam, dan menuntut ilmu tentang agama
islam ke mekkah. Karena peraturan pemerintah arab yang melarang orang yang
bukan beragama islam/ non muslim untuk menetap di kota suci mekkah, dengan
segala akal busuknnya snouck menggunakan nama samaran dengan memeluk islam dan
berganti nama menjadi abdul gaffar[9].
Setelah belajar berbagai hal tentang islam dan aceh yang menjadi tujuan
utamanya, dr. Snouck menyrankan kepada pemerintahan belanda untuk mengubah arah
serangan yag biasanya di arahkan kepada sultan untuk di rubah kepada ulama,
karena menurutnya ulama adalah tulang punggung kekuatan perlawanan rakyat aceh.
Secara detail, dr. Snouck hurgronje menyarankan kepada pemerintah dan
gubernur belanda yang ada disana untuk, antara lain :
“Hentikan usaha mendekati sultan dan orang besarnya
Jangan mencoba coba mengaskan rundingan dengan musuh aktif terutama jika mereka terdiri dari para ulama.
Rebut lagi aceh besar
Untuk mencapai simpati rakyat aceh, giatkan pertanian, kerajinan, dan
perdagangan
Membentuk biro informasi untuk staf staf sipil, yang keperluannya memberi
mereka penerangan dan mengumpulkan pengenalan mengenai hal ihwal rakyat dan
negeri aceh
Membentuk kader kader pegawai negeri yang terdiri dari anak bangswan aceh
dan membikin korps pangrehpraja senantiasa meereasa diri kelas memerintah.”[10]
Masukan ini di laksanakan dengan baik oleh gubernur belanda dan
pemerintahan belanda kala itu, dan hasilnya sangat luar biasa. Aceh kalah telak
dan takluk di tangan belanda, dan lalu setelah sultan M.daur menyerahkan diri
kepada belanda, karena keluarganya sudah di sandera belanda, setaun kemudian
aceh benar benar kalah dan lumpuh oleh belanda, tepatnya di tahun 1904.
h. Peninggalan Kerajaan
Aceh
1.
Masjid Raya
Baiturrahman
Masjid
ini adalah masjid yang menjadi sangat terkenal karena pada waktu tsunami yang
terjadi tahun 2004 lalu, masjid ini menjadi saksi bisu yang tetap kokoh dalam
musibah dahsyat ini. Namun tidak banyak yang tahu bahwa bangunan sekarang ini
adalah kreasi belanda.
Bangunan
ini dibuat oleh Sultan Iskandar Muda tahun 1022 H/1612 M terletak tepat di
pusat Kota Banda Aceh dan menjadi pusat kegiatan keagamaan di Aceh Darussalam.
Sewaktu agresi tentara Belanda kedua pada 10 April 1873, Masjid Raya
Baiturrahman sempat dibakar. Namun kemudian, Belanda membangun kembali Masjid
Raya Baiturrahman pada tahun 1877 untuk menarik perhatian serta meredam
kemarahan Bangsa Aceh[11].
2.
Makam Raja Aceh Sultan
Iskandar Muda
Makam keramat yang
masih di jaga sekarang adalah makan Sultan Iskandar Muda, makam ini senantiasa
di jaga dan di lestarikan sebagai bukti sejarah berjayanya islam di Aceh pada
masa lalu.
Sultan Iskandar Muda
lahir di tanah Aceh pada 27 September 1636, beliau merupakan sultan terbesar
dalam sejarah kejayaan Kesultanan Aceh, saat itu kesultanan Aceh menjadi salah
satu pusat perdagangan dan pembelajaran Islam di Nusantara. Makan Sultan
Iskandar Muda berada di baperis, kelurahan peuniti, kecamatan baiturrahman,
banda Aceh. Untuk menjangkau lokasi pemakaman sangat mudah karena banyak opsi
transportasi yang bisa digunakan[12].
3.
Benteng Indra Patra
Benteng peninggalan
sejarah ini memang sudah lapuk di makan usia, namun benteng ini masih memiliki
bentuk dan masih dinikmati sebagai objek wisata.
Benteng
ini terletak di desa Ladong, Kec Masjid Raya, Kab Aceh Besar. Disana terdapat
sebuah situs sejarah peninggalan kesultanan Aceh yang hingga kini masih berdiri
kokoh dan menjadi objek wisata lokal. Meskipun sempat dihantam Tsunami, benteng
ini tatap kokoh tak lapuk dimakan usia meskipun sudah berumur ratusan
tahun. Sebenarnya benteng ini dibangun oleh Raja Kerajaan Lamuri, Benteng Indra
Patra ini bahkan berlangsung hingga masa Islam di Aceh benteng ini juga
dipergunakan sebagai benteng pertahanan bagi Kerajaan Aceh Darussalam[13].
PENUTUPAN
i.
Penutup
Sebagai salah satu negara dengan mayoritas muslim, tentunya kita harus tahu
jati diri kita sebagai muslim dengan cara mengetahui sejarah yang membentuk
masyarakat kita di masa kini. Tujuan dari pembelajaran ini tentunya diharapakan
selain mengetahui kesultanan aceh, kita juga bisa membudayakan budaya keislaman
kita sebagai penerus kerajaan islam di masa lalu.
Kami selaku pemakalah pula sangat meminta maaf dengan segala
keterbatasannya isi yang di sajikan dalam isi makalah ini. Dengan referensi
yang tentu kurang memuaskan karena kutipannya berupa alamat web yang bisa
diakses di mana saja. Dengan tidak sedikitupun mengurangi rasa hormat kami
terhadap penulisan karya ilmiah, kami memohon maaf yang sebesar besarnya.
[1]Variz Wahyu
Dwiputra, dalam tulisan “AWAL MULA BERDIRINYA KERAJAAN ACEH”yang di postingkan
di awal-berdiri-kerajaan-aceh.blogspot.co.id diunduh
pada tanggal 17-03-2016, 07.15
[2] Achmad Fahrizal Zulfani Al Hanif, dalam makalah “Sejarah Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam Di Indonesia” yang di postingkan di http://zulfanioey.blogspot.co.id/2011/11/sejarah-perkembangan-kerajaan-kerajaan.html diunduh pada tanggal 16-03-2016, 22.50
[3] Variz Wahyu Dwiputra, dalam tulisan “AWAL MULA BERDIRINYA KERAJAAN
ACEH”yang di postingkan di awal-berdiri-kerajaan-aceh.blogspot.co.id
diunduh pada tanggal 17-03-2016, 07.15
[4] Ibid,
[5] ibid,
[6] http://khairulnova.blogspot.co.id/2008/08/raja-yang-pernah-memerintah-di-kerajaan.html di postkan pada Kamis, Agustus 14, 2008 dengan judul tulisan “Raja Yang Pernah Memerintah Di Kerajaan Aceh”, yang diunduh pada 22 April 2016 pukul 07.30 WIB.
[7] http://www.atjehcyber.net/2011/04/kesultanan-aceh-darussalam-full.html dalam tulisan “Sejarah Lengkap: Kesultanan Aceh Darussalam (Mengulas Lebih Detail)” yang di postkan 03 maret 2015, diunduh pada 10 maret 2016 pukul 07.30 WIB.
[8] Afandi adya, dalam tulisan yang berjudul “Bangkit dan Runtuhnya Kesultanan Aceh” yang di postkan http://afandriadya.com/2012/02/21/bangun-dan-jatuhnya-kesultanan-aceh/ pada 21 februari 2013 yang diunduh pada 10 maret 2016 pukul 07.30 WIB
[9]Restu Fauzi dalam tulisan yang berjudul “PERANAN Dr. SNOUCK
HURGRONJE DALAM PERANG ACEH (TANAH GAYO DAN ALAS) “ yang di postkan di http://wartasejarah.blogspot.co.id/2013/07/peranan-dr-snouck-hurgronje-dalam.html, 25 juli 2013 yang diunduh pada 10 maret 2016 pukul 07.30 WIB
[10] http://www.atjehcyber.net/2011/04/kesultanan-aceh-darussalam-full.html dalam tulisan” Sejarah Lengkap: Kesultanan Aceh Darussalam (Mengulas Lebih Detail)” yang di postkan 03 maret 2015 yang diunduh pada 10 maret 2016 pukul 07.30 WIB
[11] Varin Clarissa, dalam tulisan “Peninggalan Kerajaan Aceh yang Harus Kita” http://jagosejarah.blogspot.co.id/2015/03/peninggalan-kerajaan-aceh-yang-harus.html 30 Maret2015diunduh pada 22 April 2016 pukul 07.30 WIB
[12] Ibid,
[13] Ibid,