Resume
Teori Kritis
1.
Ilmu Pengetahuan dan
Kepentingan
Menurut
Habermas, ilmu tidak lepas dari kepentingannya berada. Ilmu selalu di dasari
sesuatu yang akan menjadi tujuannya kelak. Ilmu selalu mempunyai ruang dimensi
kerjanya masing masing.
Menurut
habermas, ilmu di bagi mnjadi tiga kelompok sesuai dengan kepeningannya, yakni
sebagaimana di tampilkan dalam kolom berikut.
Kelompok ilmu
|
Kepentingan dan Tujuan
|
Empiris-analisis : ilmu ilmu alam
|
Nomotesis (mencari hukum alam)
kepentingan teknis
|
Historis-hermeunetis : sejarah, sastra
dll
|
Idiografis (pengungkapan makna)
perluasan wawasan, komunikasi, tindakan bersama.
|
Krtis :politik, sosiologi, filsafat,
teori feminism dll
|
Refleksi kritis : emansipatoris
|
2.
Kritik Ideologi
Ideology
dalam pemikiran habermas sedikit berbeda dengan definisi ideology pada
umuumnya, karena menurut habermas ideology adalah kesadaran palsu, atau sering
di sebut juga ilusi social. Maka dari pengertian ini kita fahami bahwa tujuan
dari kritik ideology dari Habermas adalah membongkar segala kepentingan
terselubung (dominasi dan hegemoni), dimana kepentingan tersebut acap kali
tersamarkan , sehingga dengan adanya kritik ideology di asakan membangunkan
masyarakat dari tidur kesadaran palsu yang selama ini di produksi oleh kelompok
berkuasa atau dominan untuk melanggengkan kepentingan dan kekuasaan mereka.
Masih menurut
habermas, ada empat tahapan dalam kritik ideology. Empat tahap kritik ideology
tersebut adalah sebagai berikut.
Tahap
|
Keterangan
|
Tahap Pertama
|
Tahap deskripsi interpretasi
terhadap suatu keadaan. ( verstehen )
|
Tahap Kedua
|
Melakukan refleksi
terhadap factor penyebab yang ada, serta tujuan yang ingin di capainya.
(dilakukan analisis mikro maupun makro), dalam karya karya awalnya ini di
sebut dengan tahap psikoanalisis.
|
Tahap Ketiga
|
Menyususn agenda /
strategi untuk mengubah keadaan yang ada.
|
Tahap Keempat
|
Melakukan evaluasi
terhadap situasi baru yang sudah ada.
|
3. Habermas dan Kritiknya atas Marxisme
Menurut
Habermas, teori Marxisme klasik sudah tidak relevan di masa kekinian, yang di
sebut Habermas sebagai masyarakat kapitalis lanjut (late capitalism).
Masih
menurut Habermas, setidaknya ada dua
pemikiran Marx yang dinyatakan sudah tidak relevan.
Pertama,
Marx mendasarkan teori social dengan analisis infrastruktur-suprastruktur,
dimana infrastruktur (basis ekonomi) menentukan sufrastruktur (politik, budaya,
hokum dasb). Menurut Habermas, dalam masyarakat kekinian, analisis seperti itu
sudah tidak dipakai lagi, karena tidak jarang terjadi hal sebaliknya.
Kedua,
dalam pemikiran Marx, ada pemilihan antara kelas proletar dan borjuis. Dua
kelas ini dalam pemikiran Marx saling bertentangan dan saling terpisah satu
sama lain, dimana kaum proletar adalah kaum yang tertindas. Dalam analisis
Habermas, pada masa kekinian, kelas kelas sudah terintegrasi dan melebur, dan
bentuk penindasannya sudah semakin tersamar dan terorganisir.
Daripada
itu, Marx yang memilih kaum proletar sebagai subjek revolusional, bukan lagi
para cendekiawan seperti para pendahulunya. Habermas mengalamatkan harapan
perubahan kepaada sesuatu yang bersifat umum, yakni rasio manusia. Rasio
manusia dalam hal ini yaitu bersifat komunikatif, yakni melalui dialog dialog
untuk mencapai emansipatoris yang bebas dari penguasaan, dominasi, dan paksaan.
Ini juga berbeda dari Marx yang memilih jalan revolusioner.
4. Sumbangsih pemikiran Habermas
Sumbangsih
Habermas dalam hal ini yang paling mencolok adalah Habermas melakukan perubahan
filsafat yang tadinya merujuk pada subjek atau kesadaran, beralih kepada
filsafat yang berfokus pada bahasa (komunikasi). Menurut habermas, rasionalitas
bukan sekedar hitung hitungan strategis, dalam rangka mencapi sesuatu, akan
tetapi lebih kepada bentuk bentuk aksi dan komunikatif. Oleh sebab itu, perlu
sekali kita menggunakan bahasa yang ideal sesuai situasi yang kita hadapi saat
ini.
Namun,
habermas juga tidak uncritical, terbukti beberapa pakar masih mengkritisi
pemikiran Habermas, terutama pengandaiannya terhadap adanya standar universal.
Lalu juga tentang teori kritis yang non kualitatif, teori kritis sering
dianggap gagal dalam meraih standart metodelogi. Teori kritis juga sering disebut politis,
karena teori kritis melakukan penolakan atsa ilmu bebas nilai. Tak jarang teori
kritis juga disebut spekulatif karena tidak menggunakan data lapangan, di
gambarkan sebagai “sosiologi kursi malas”,
meski dalam kenyataannya fenomenologi yang termasuk teori kritis
menggunakan data lapangan.
No comments:
Post a Comment