KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah Swt, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat
dan salam tidak lupa kami kirimkan selalu kepada baginda tercinta Nabi Muhamad
Saw, keluarga, sahabat, serta kepada umatnya semua.
Makalah ini menjelaskan tentang “Pendekatan Psikologi Terhadap Al
Qur’an” , makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur Mata
Kuliah Ulumul Qur’an. Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapat berbagai
tantangan dan hambatan. Akan tetapi, dengan bantuan dan dukungan beberapa pihak
tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan
dukungan dalam penyusunan makalah ini, terutama kepada Dosen Pengampu Mata
Kuliah terkait, yang selalu memberikan arahan dan masukannya, semoga mendapat
balasan yang setimpal dari Allah Swt.
Kami menyadari makalah ini jauh dari kata kesempurnaan, baik dari
segi materi maupun penyusunannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun kami harapkan dari semua pihak untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Akhirnya kepada Allah jualah kami serahkan semua pengorbanan serta
perjuangan, demi langkah dan ayunan tangan kami semoga senantiasa mendapatkan
rahmat dan ampunan-Nya.
Amin
Cirebon,
17 Desember 2016
Penulis
A.
Latar
Belakang
Memahami Al Quran menjadi kebutuhan
dan keharusan dari manusia sebagai jalan petunjuk dalam hidup. Konsep dari
memahami al qur’an tentunya berimplikasi pada penerapannya dalam pemahaman
maupun dalam amalan keseharian.
Dalam memahami al qur’an juga banyak
di fahami dari berbagai sudut pandang disiplin ilmu, dan di masa sekarang
munculah ilmu psikologi yang coba di jadikan alat untuk memahami al qur’an dari
segi kejiwaan, tentunya tanpa menghilangkan aspek lain.
Psikologi memang tidak lahir dari
ilmuan muslim, meski sudah di praktikan sebagian dari prinsip keilmuannya lebih
dahulu, namun secara disiplin ilmu, psikologi termasuk ilmu yang berkembang
belakangan, di abad millennium. Psikologi sebagai ilmu yamng memiliki metode
ilmiah, dianggap tidak bertentangan dengan nilai nilai dalam memahami Al
qur’an.
B.
Rumusan
Masalah
·
Apa
itu psikologi ?
·
Apa
saja yang menjadi ruang lingkup dari Psikologi ?
·
Bagaimana
Ayat Ayat yang di hubungkan dengan psikologi ?
C.
Tujuan
Penelitian
·
Untuk
mengetahi Garis Besar tentang Psikologi.
·
Untuk
mengetahui ruang lingkup dari disiplin ilmu psikologi.
·
Untuk
mengemukakan aplikasi dari pendekatan psikologi
D.
Metode
Penelitian: Pustaka
E.
Pembahasan
Pengertian Psikologi
Secara
etimologi kata psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan
logos. kata Psyche berarti ‘jiwa, roh, atau sukma”, sedangkan kata logos
berarti “ilmu”. Jadi, psikologi secara harfiah berarti “ilmu jiwa’, atau ilmu
yang objek kajiannya dalah jiwa.
Ada banyak ahli yang mengemukakan pendapat
tentang pengertian psikologi, diantaranya:
1.
Pengertian Psikologi menurut Ensiklopedi
Nasional Indonesia Jilid 13 (1990), Psikologi adalah ilmu yang mempelajari
perilaku manusia dan binatang baik yang dapat dilihat secara langsung
maupun yang tidak dapat dilihat secara langsung.
2.
Pengertian Psikologi menurut
Dakir (1993), psikologi membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan
lingkungannya.
3.
Pengertian Psikologi menurut Muhibbin Syah
(2001), psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka
dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam
hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang
bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk , berjalan dan
lain sebgainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir,
berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.
Jadi secara etimologi psikologi berarti : “ilmu
yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar
belakangnya”. Namun pengertian antara ilmu jiwa dan psikologi sebenarnya
berbeda atau tidak sama (menurut Gerungan dalam Khodijah : 2006) karena :
Ilmu jiwa adalah : ilmu jiwa secara luas termasuk
khalayan dan spekulasi tentang jiwa itu.
Ilmu psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai
jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metode-metode ilmiah.
Sejarah Periodisasi
Ilmu Psikologi
1.
Periode Pra berdirinya Psikologi
Psikologi (dari bahasa Yunani Kuno: psyche = jiwa dan
logos = kata) dalam arti bebas psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
jiwa/mental. Psikologi tidak mempelajari jiwa/mental itu secara langsung karena
sifatnya yang abstrak, tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi
dari jiwa/mental tersebut yakni berupa tingkah laku dan proses atau
kegiatannya, sehingga Psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan
yang mempelajari tingkah laku dan proses mental.
Sebagai bagian
dari ilmu pengetahuan, psikologi melalui sebuah perjalanan panjang. Bahkan
sebelum Wundt mendeklarasiikan laboratoriumnya tahun 1879 – yang dipandang
sebagai kelahiran psikologi sebagai ilmu – pandangan tentang manusia dapat
ditelusuri jauh ke masa Yunani kuno. Dapat dikatakan bahwa sejarah psikologi
sejalan dengan perkembangan intelekstual di Eropa, dan mendapatkan bentuk
pragmatisnya di benua Amerika.
2. Psikologi sebagai Ilmu yang Otonom
Pada akhir abad
ke-19 terjadilah babak baru dalam sejarah Psikologi. Pada tahun 1879, Wilhem
Wundt (Jerman, 1832-1920) mendirikan laboratorium Psikologi pertama di Leipzig
yang menandai titik awal Psikologi sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri.
Sebagai tokoh Psikologi Eksperimental, Wundt memperkenalkan metode Introspeksi
yang digunakan dalam eksperimen-eksperimennya. Ia dikenal sebagai tokoh
penganut Strukturalisme karena ia mengemukakan suatu teori yang menguraikan
struktur dari jiwa. Wundt percaya bahwa jiwa terdiri dari elemen-elemen
(Elementisme) dan ada mekanisme terpenting dalam jiwa yang menghubungkan
elemen-elemen kejiwaan satu sama lainnya sehingga membentuk suatu struktur
kejiwaan yang utuh yang disebut asosiasi. Oleh karena itu, Wundt juga dianggap
sebagai tokoh Asosianisme.
3. Perkembangan Psikologi Modern
Sejarah Perkembangan
Psikologi mengenai pendapat-pendapat para tokoh-tokoh sejarah ilmu jiwa yang
mengungkapkan tentang ilmu kejiwaanya. Seperti yang telah diketahui dimana
sejarah telah membawa kita kedalam masa yang modrn seperti pada saat ini.
Terbentuknya perkembangan psikologi modern yang tidak terlepas dari pengaruh
tokoh-tokoh aliran psikologi yang muncul mulai abad ke 20. Beberapa para ilmuan
biologi dan fisika mempunyai minat untuk mempelajari dan mengembangkan ilmu
jiwa menurut prosedur ilmiyah modern.
Maka sesuai
peridoisasi perkembangan psikologi, pengertiannya juga menjadi tiga persepsi
sesuai perkembangannya, yakni Pengertian psikologi dapat dirumuskan dalam tiga
pengertian. Pertama, psikologi adalah studi tentang jiwa (psyche) seperti studi
yang dilakukan Plato (427-347 SM) dan Aristoeles (384-322 SM) tentang kesadaran
dan proses mental yang berkaitan dengan jiwa. Kedua, psikologi adalah ilmu
pengetahuan tentang kehidupan mental seperti pikiran, perhatian, presepsi,
intelegensi, kemauan dan ingatan, yang dipelopori oleh Wihelm Wundt. Ketiga,
psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang organisme, seperti perilaku kucing
terhadap tikus, perilaku manusia terhadap sesamanya dan sebagainya. Definisi
ini dipelopori oleh John Watson.
Psikologi Secara Agama Islam
Psikologi dapat diterjemahkan
kedalam bahasa Arab menjadi ilmu alnafs atau ilmu al-ruh. Penggunaan
masing-masing kedua istilah ini mwemiliki asumsi yag berbeda.
Istilah ‘Ilm al-Nafs atau nafsiologi yang sering dipakai oleh Sukanto Muyamartono penggunaan ini dikarenakan objek
kajian psikologi islam adalah al-nafs. Term al-nafs ber eda dengan term soul
atau psyche dalam psikologi kontemporer barat, sebab al-nafs meruapakan
gabungan antara substansi jasmani dan substansi rohani, sedangkan soul atau
psyche berkaitan dengan aspek psikis manusia. Menurut pengguna istilah,
penggunaan term al-nafs dalam tataran ilmiah tidak bertentangan dngan doktrin
ajaran Islam sebab tidak ada satupun nash yang melarang untuk membahasnya,
tentunya hal itu berbeda dengan penggunaan istilah al-ruh yang secara eksplisit
dilarang mempertanyakannya, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an surat
al-Isra’ ayat 85.
Selain itu terdapat penggunaan istilah ‘ilm ruh yang digagas Zuadin
Azzaino, istilah tersebut digunakan dasar membangun “psikologi ilahiyyah” yaitu
psikologi yang dibangun dari kerangka konseptual al-ruh yang berasal dari
Tuhan. Term al-ruh yang berdimensi ilahiyyah (teosentris) menjadi ciri unik
kajian psikologi Islam jika dibanding dengan kajian psikologi barat yang
berdimensi insaniah (antroposentris).
Ada juga nama lain yaitu Psikologi Al-Qur’an yang digagas oleh Lukman Saksono
dan Anharuddin. Menurut penggunanya diartikan sebagai aspek-aspek psikologis
dalam Al-Qur’an. Disisi lain, ada juga istilah yang semisal yaitu Psikologi
Qur’ani. Psikologi Qur’ani yang digagas oleh Audith M. Turmudzi ini dimaksudkan
sebagai psikologi yang menjunjung tinggi nilai-nilai Al-Qur’an. Istilah lain
lagi yaitu Psikologi motivatif yang diperkenalkan oleh Noeng Muhadjir. Ada juga
istilah Psikologi Profetik yang digagas oleh Yayah Khisbiyah. Sedangkan
Baharuddin memilih istilah Psikologi Islami yaitu memanfaatkan konsep-konsep
psikologi barat yang dibangun atas dasar epistemology empiris positivistic dan
empiris humanistic, tapi konsep-konsep itu perlu terlebih dahulu dievaluasi
dengan konsep-konsep Islam, baik Al-Qur’an, hadits, maupun pendapat ‘ulama yang
berkompeten.
Dalam wacana psikologi, terdapat dua istilah yang digunakan untuk
menjelaskan kepribadian;yaitu personality dan character. Dua istilah ini
sama-sama membicarakan tingkah laku manusia, hanya saja personality tidak
mengaitkan pembahasannya pada baikburuk (devaluasi), sementara aksentuasi
character justru pada penilaian baik-buruk (evaluasi) (Allport dalam Sumadi,
1990). Sebagai bagian dari sains yang salah satu cirinya ‘bebas nilai’, wacana
psikologi lebih menggunakan term personality (bukan character), sehingga tugas
utama psikolog adalah mendeskripsikan perilaku klien, tanpa berusaha menilai
baik-buruknya. Bersamaan kebutuhan akan pengembangan ilmu dan bersentuhan
dengan nilai-nilai agama dan tradisi, ilmu psikologi mulai memperluas medan
kajiannya, sehingga akhir-akhir ini berkembang wacana psikologi bermuatan nilai
seperti munculnya positive psychology, yang teorinya dibangun dari asumsi
manusia baik.
Ruang Lingkup Psikologi
Dalam Buku “Psikologi dalam
al-Qur’an” ini lahir dari buah pikiran DR. Muhammad Utsman Najati tentang
psikolgi Islam. Beliau membahas tentang hal hal yang terkait dengan psikologi
dalam al Qu’an, yakni sebagai berikut :
1.
Motif-motif Perilaku menurut Al-Qur’an
Motif adalah kekuatan penggerak yang membangkitkan
aktivitas pada makhluk hidup. Motif melahirkan perilaku dan mengantarkan serta
mengarahkan makhluk hidu pada suatu tujuan atau tujuan-tujuan tertentu. Motif
sangat urgent bagi kehidupan manusia, adanya motif mendorong manusia
untuk memenuhi kebutuan hidupnya, serta menyempurnakan kekurangan-kekurangan
dalam kehidupannya dan melestarikan kehidupannya.
Tema-tema motif didalam al-Qur’an terdiri dari ; a)
motif fisiologis yang terdiri dari motif menjaga diri dan motif kelangsungan
keturunan. b) motif mental – spiritual yang terdiri dari motif pemilikan, motif
permusuhan, motif persaingan, dan motif beragama. c) motif bawah sadar.
Kemudian pada bagian ini juga dikemukakan tentang pergulatan antar motif,
pengendalian motif, dan penyimpangan motif.
2.
Emosi di dalam persfektif al-Qur’an
Emosi erat kaitaanya dengan motif, motif biasanya
dibarengi dengan suatu kondisi yang bersifat instingtif dan emotif. Emosi akan
mengarahkan perilaku seperti halnya motif, contoh emosi takut akan mendorong
untuk lari dari bahaya.
Tema-tema emosi dalam persfektif al-Qur’an adalah ; a) takut, b) marah, c)
cinta ; terbagi menjadi cinta pada diri sendiri, cinta kepada manusia, cinta
birahi, cinta kebapakan, cinta kepada Allah, dan cinta kepada Rasul. d) senang,
e) benci, f) cemburu, g) hasud, h) sedih, i) sesal, j) serta emosi-semosi
lainnya seperti malu, hina, dan sombong atau takabur.
3. Persepsi Menurut al-Qur’an
Persepsi merupakan fungsi penting dalam kehidupan
manusia, dengan persepi makhluk hidup dapat mengetahui sesuatu yang
mengganggunya sehingga iapun menjauhinya dan mengetahui sesuatu yang bermanfaat
baginya sehingga ia pun mengupayakannya. Persepsi merupakan fungsi yang
dimiliki oleh semua manusia dan hewan.
Pada bagian ini Muhammad Utsman Najati mengemukakan
indera (mata, telinga, kulit, lidah, dan hidung) menurut al-Qur’an. Dikemukakan
juga persepsi diluar jangkauan manusia atau extrasensosy perception
seperti telestesia yaitu melihat sesuatu kejadian yang jauh dari luar
jangkauan penglihatan, telepati yaitu mengetahui kata hati atau pikiran
seseorang yang berada di tempat jauh, istihtaf yaitu mendengar seruan
atau pembicaraan dari tempat jauh diluar jangkauan indera pendengar. Kesemuanya
itu hanya ada pada segelintir orang yang memiliki bakat khusus.
Dikemukakan juga ilusi penglihatan atau kekeliruan
dalam penglihatan yang tidak sesuai dengan kenyataan yang dilihat, seperti
fatamorgana yang disangka air pada orang yang mengalami dahaga. Selanjutnya
dikemukakan juga pengaruh motivasi dan nilai terhadap perhatian dan persepsi
seperti yang terjadi pada orang-orang yang beriman ketika mendengar ayat-ayat
bisyarah yang menjadikan mereka dengan penuh kesadaran memahami ayat-ayat
al-Qur’an.
4.
Berpikir Dalam Persfektif al-Qur’an
Berpikir merupakan proses manusia dalam menerima
informasi dari luar, kemudian memproses informasi untuk mencari maknanya, dan
terakhir merespon informasi. Kemampuan hipotesis, kemampuan berpikir membuat
manusia pantas menyandang tugas sebagai khalifah dan beribadah. Disajikan dalam
buku ini langkah-langkah berpikir dalam mengatasi masalah, yaitu merasakan
adanya masalah, mengumpulkan data yang berkaitan dengan objek masalah, membuat
hipotesis, menguji hipotesis, dan menverifikasi kebenaran hipotesis. Verifikasi
kebenaran (penelitian eksperimental) tergambarkan dalam kisah Ibrahim as.
Ketika menyampaikan permintaannya kepada Allah tentang cara mengidupkan orang
mati.
Di kahir bagian ini dikemukakan beberapa kekeliruan
dalam berpikir yang disebabkan oleh berpegang pada pemikiran-pemikiran lama,
kekurangan data, dan bias emosi dan perasaan.
5.
Belajar Menurut al-Qur’an
Bagian ini membahas sumber-sumber ilmu di dalam
al-Qur’an, belajar bahasa, bagamana adam belajar bahasa, belajar memilih dan
membuat keputusan, cara-cara belajar menurut al-Qur’an (meniru/imitation,
pengalaman praktis dan trial dan error, serta berpikir), prinsip-prinsip
belajar menurut al-Qur’an yaitu motivasi, pengulangan, perhatian, partisipasi
aktif, pembagian belajar, dan perubahan perilaku secara bertahap.
6.
Ilmu Laduni Menurut al-Qur’an
Ilmu laduni diperoleh melalui ilham dan mimpi. Ilham
adalah sejenis ilmu yang dilimpahkan Allah kepada manusia dan dimasukkan ke
dalam qalbunya, shingga tersingkaplah beberapa rahasia dan jelaslah beberapa
hakikat baginya. Ilmu laduni banyak termuat didalam al-qur’an seperti kisah
daud dan sulaiman di dalam surat al-Anbiya’. Ilham bisa bersifat ilahiah atau ilham
ilahiah dan berupa al-khathiru malikiy (lintasan pikiran dari
malaikat).
Mimpi merupakan hal yang lumrah terjadi dikalangan
manusia. Para ulama dan pemikir mencoba menafsirkan mimpi dan mengetahui
penyebabnya, kesimpulannya mimpi terjadi sebagai akibat sensasi yang dirasakan
manusia saat tidur, baik sensasi dari pengaruh eksternal maupun internal.
Sebagian mimpi lainnya dianggap sebagai kontinuitas kesibukan berpikir saat
terjaga, sebagian lainnya sebagai pengingatan kembali atas masa lalu.
Al-Qur’an menyebut adhghatsul ahlam (mimpi yang
kacau balau) yaitu mimpi yang membingungkan, kacau, dan tidak jelas. Adapun
istilah ru’ya (mimpi) yang disebutkan dalam al-qur’an hanyalah mengandung arti
mimpi yang benar, sebagaimana Allh menyampaikan wahyu melalui mimpi kepada
rasul-Nya, contohnya adalah tentang ru’ya Yusuf as. Atau hadits-hadits qudsi dari
Nabi Muhammad saw.
7.
Ingat dan Lupa Menurut al-Qur’an
Banyak ayat di dalam al-Qur’an yang mendorong manusia
untuk mengingat Allah, ayat-ayat yag terdapat di dalam ciptaannya, mengingat
bukti-bukti, petunjuk, kabar gembira, dan ancaman yang di bawa para rasulallah.
Di dalam al-Qur’an banyak pengulangan ungkapan “afala tatadzakkarun”
(tidakkah mereka ingat), “la’allahum yatadzakkarun” (agar mereka ingat),
“qalilam ma tadzakkarun” (sedikit sekali mereka yang ingat), dan masih
banyak lagi yang lainnya.
Kandungan-kandungan al-Qur’an seperti di atas menjadi
konsep tentang ingat dan lupa di dalam buku ini. Dikemukakan sub-sub konsep
tentang lupa, seperti lupa dalam kaitannya dengan memori, peristiwa, kelalaian,
hilangnya perhatian, dan lupa karena gangguan setan. Kemudian diakhir
pembahasan ini dikemukakan penawar (terapi) lupa yang ada di dalam al-Qur’an
sebagai langkah preventif mencegah kelupaan.
8.
Sistem Otak Menurut al-Quran
Kajian-kajian ilmiah kontemporer tentang anatomi dan
fisiologi menemukan bahwa otak memiliki fungsi kontrol dalam tubuh manusia,
seperti area motorik yang mengatur gerak / motor tubuh manusia, area sensoris
sebagai tempat bermuaranya unsur peraba dan sensasi rasa sakit, perubahan
temperatur suhu, dan rasa. Kemudian ada area optik yang merupakan pusat
penglihatan, lalu auditori sebagai pusat pendengaran, di otak juga merupakan
tempat koordinasi pesan-pesan motorik yang akan disampaikan ke seluruh tubuh.
Otak juga merupakan pusat semua proses pemikiran tingkat tingg, seperti belajar,
berbicara, menulis, dan membaca.
Fakta-fakta ilmiah di atas kemudian diuraikan dalam
buku ini dengan mengutip ayat-ayat al-Qur’an yang menerangkan tentang bagaimana
otak merekam pengalaman-pengalaman sepanjang kehidupan manusia, hubungan
persepsi dan otak, dan hubungan aktivitas berfikir dengan otak.
9.
Kepribadian Menurut al-Qur’an
Di bagian ini penulis mengemukakan kepribadian manusia
ditinjau sejak masa penciptaan manusia yang erat kaitannya dengan unsur-unsur
penciptaan tersebut. Di dalam diri manusia juga disebutkan adanya pergulatan
psikologis yang luar biasa antara keinginan baik dan keinginan buruk. Tapi,
manusia juga mampu mencapai keseimbangan psikologis atau kepribadian yang
ideal, yaitu sesuai dengan batas-batas syari’at. Kemudian membawa kepada
keseimbangan antara tuntutan-tuntutan tubuh dan roh, yang disebut kepribadian
normal.
Ada tiga pola kepribadian menurut al-Qur’an yang
dikemukakan oleh penulis, yaitu pola kepribadian mukmin, pola kepribadian
kafir, dan pola kepribadian munafik.
Manusia juga memiliki semacam mekanisme pertahanan
diri sebagaimana juga yang telah dikemukakan para psikolog Barat, yaitu
proyeksi, rasionalisasi, dan pembentukan reaksi.
Penulis juga mengemukakan perbedaan individu menurut
al-Qur’an. Kemudian perkembangan manusia menurut al-Qur’an, yaitu sejak
perkembangan pra-lahir, perkembangan pasca-lahir, dan perkembangan yang dialami
oleh indera anak.
10. Psikoterapi
Menurut al-Qur’an
Di akhir buku ini penulis mengemukakan psikoterapi
menurut pandangan al-Qur’an. Pertama-tama dikemukakan bahwa iman memiliki
pengaruh yang sangat penting dalam kejiwaan manusia, kemudian atas dasar iman
juga manusia dituntut untuk berafiliasi dengan kelompoknya (sesama orang
muslim) untuk saling menebarkan kasih sayang, dimana fitrah manusia adalah
tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Sehingga al-Qur’an diyaskini
sebagai penyembuh atau terapi bagi problem-problem manusia.
Secara implisit penulis menyampaikan bahwa
terapi-terapi al-Qur’an terkandung di dalam keseluruhan ajaran Islam, yaitu
ajaran tentang aqidah tauhid, ajran tentang ibadah (sholat, puasa, zakat, dan
haji), ajaran tentang kesabaran, perintah untuk berzikir, dan bertaubat atau
dosa-dosa.
Ayat Ayat Dan Penerapan Psikologi Dalam Al
Qur’an
Sesuai dengan yang sudah di jelaskan di atas, bahwa ilmu jiwa
sejatinya sudah termaktub juga dalam al qur’an, meski secara disiplin ilmu,
belum ada secara ekslusif tentang psikologi.
Al Qur’an yang secara tegas melarang mempertanyakan tentang “Ruh”
(psikologi zaman filusup), tapi menampilkan penanaman karakter baik, psikologi
positive, dan negative sebagai pembelajaran manusia. (Psikologi Kepribadian
abad ke 19).
Sebelum masuk dalam contoh penerapan Ayat, perlu diingatkan kembali
bahwa psikologi bukanlah tujuannya memahami jiwa Ilahi, tapi bagaimana Ilahi
menyampaikan Asas Asas kebaikan kepada manusia dengan cara yang di mengerti
oleh manusia, secara teks dan kebahasaan manusia. (kebahasaan jnuga masuk dalam
salah satu cabang psikologi).
Contoh yang paling banyak di jumpai dalam al Qur’an adalah
penanaman karakter, akhlak yang baik, dengan cara perintah langsung, maupun
dengan cara sebaliknya, yakni menampilkan karakter buruk, dengan tujuan agar
tidak di ikuti (psikologi terbalik).
Contoh
Q. S. Al ‘Asr = Penanaman Karakter baik.
Q. S. Al Humazah = Penolakan Karakter Buruk
Q. S. Al Maun = Kecaman Terhadap Penduta Agama (Penolakan Karakter
Buruk)
Contoh perbandingan
QS al ma’rij ayat 1921 =
Artinya :
Sungguh manusia diciptakan dalam keaaan berkeluh
kesah (19),apa bila ditimpa kesusasahan ia berkeluh kesah(20),apa bila mendapat
kebaikan (harta)dia menjadi kikir(21)kecuali orang orang yang melaksanakan
solat(qs al ma’rij ayat 19-21),
Penjelasan ayat:
Jadi dari ayat iatas ada beberapa tingkahlaku
manusia yaitu:
a.berkeluh kesah
ini memang dala kehidupan sehari
hari Nampak dengan kita bahwa manusia paling oke mengeluh,contoh:ketika
hari panas pasti manusia mengeluh dengan berkata (ndee hujan juga hari),nah
dalam psikologo akan mempelajari bagaimana sebenarnya jiwa seseorang yang
mengeluh itu,dan apa dampaknya terhadap kehidupan sehari harinya.
b. apa bila mendapat kebaikan (harta)dia menjadi
kikir
ini menjelaskan bahwa memang manusia
ini banyaknya berprilaku (sikap)kikir,ketika manusia itu telah mendapakan
sesuatu,contoh:banyak nya orang orang kaya kikir terhadap fakir maupun
miskin,sehingga banyak fakir miskin yang hidup meminta minta,ironisnya mati
kelaparan.Psikologi akan mempelajari bagaimana sebenarnya jiwa seseorang
yang kikir itu,apakah dia akan selalu hidup tenang atau dalam kegelisahan. Dan
banyak contoh ayat lainnya.
Daftar Pustaka
Lailatul Fatonah , Dalam
Makalah “ILMU PSIKOLOGI PERSPEKTIF AL-QUR’AN”
Abdul Mujib dan Jusuf
Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada)
Siti Aminah Sahal, Dialogia,
Jurnal Studi Islam dan Sosial, Vol.3 No.2 Juli-Des.22005, STAIN Ponorogo
Prof. Dr. Abdul Mujib
KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS PSIKOLOGI ISLAM (Jurnal Seminar Nasional)
Lailatul Fatonah , Dalam Makalah “ILMU
PSIKOLOGI PERSPEKTIF AL-QUR’AN”
Lailatul Fatonah , Dalam Makalah “ILMU PSIKOLOGI PERSPEKTIF
AL-QUR’AN”