Monday, October 31, 2016

Makalah Sejarah Kerajaan Aceh



PENDAHULUAN
a.       Latar Belakang

Sejarah merupakan hal penting yang harus diketahui di masa perkembangan setelahnya. Perkembangan islam di indonesia juga tidak terlepas dari sejarah kerajaan islam terdahulu yang sudah menjadi cikal bakal berkembangnya agama islam di indonesia.

Kerajaan aceh adalah salah satu dari beberapa kerajaan yang sangat mendukung dalam penyebaran islam di indonesia. Kerajaan yang bertahan sampai awal abad ke 20 ini menjadi kan aceh di masa sekarang begitu unik dan tak terelakan karena masih menggunakan hukum islam. Aceh adalah daerah yang tidak menjadi lupa jati dirinya sebagai muslim dan menjadikan inti ajarannya sebagai hukum yang berjalan dalam setiap sendi kehidupannya.
Kerajaan aceh juga menjadi simbol sebagai kebesaran islam di masa lalu.

b.      Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembuatan makalah kerajaan aceh ini, tentunya selain untuk memenuhi tugas mata kuliah juga diharap mendatangkan manfaat.
Dengan mengetahui sejarah kerajaan islam, yang disini tentunya kerajaan aceh, kerajaan islam yang pernah berjaya selama 4 abada ini, kita diharapkan bisa lebih mengenal siapa jati diri kita. Dengan mengetahui bahwa agama dan ajaran kita tidaklah kuno dan anarki seperti yang banyak di gembor gemborkan masa kini, kita bisa memetik semangat perjuangan dari sejarah tersebut.

























PEMBAHASAN

c.       Awal Perkembangan Kerajaan Aceh

Aceh semula menjadi daerah taklukkan Kerajaan Pedir. Akibat Malaka jatuh ke tangan Portugis, pedagang yang semula berlabuh di pelabuhan Malaka beralih ke pelabuhan milik Aceh. Dengan demikian, Aceh segera berkembang dengan cepat dan akhirnya lepas dari kekuasaan Pedir. Aceh berdiri sebagai kerajaan merdeka. Sultan pertama yang memerintah dan sekaligus pendiri Kerajaan Aceh adalah Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528 M).
Aceh berdiri sekitar abad ke-16, dimana saat itu jalur perdagangan lada yang semula melalui Laut Merah, Kairo, dan Laut Tengah diganti menjadi melewati sebuah Tanjung Harapan dan Sumatra. Hal ini membawa perubahan besar bagi perdagangan Samudra Hindia, khususnya Kerajaan Aceh. Para pedagang yang rata-rata merupakan pemeluk agama Islam kini lebih suka berlayar melewati utara Sumatra dan Malaka. Selain pertumbuhan ladanya yang subur, disini para pedagang mampu menjual hasil dagangannya dengan harga yang tinggi, terutama pada para saudagar dari Cina. Namun hal itu justru dimanfaatkan bangsa Portugis untuk menguasai Malaka dan sekitarnya. Dari situlah pemberontakan rakyat pribumi mulai terjadi, khususnya wilayah Aceh.
Pada saat itu Kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim, berhasil melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Pedir pada tahun 1520. Dan pada tahun itu pula Kerajaan Aceh berhasil menguasai daerah Daya hingga berada dalam kekuasaannya. Dari situlah Kerajaan Aceh mulai melakukan peperangan dan penaklukan untuk memperluas wilayahnya serta berusaha melepaskan diri dari belenggu penjajahan bangsa Portugis. Sekitar tahun 1524, Kerajaan Aceh bersama pimpinanya Sultan Ali Mughayat Syah berhasil menaklukan Pedir dan Samudra Pasai. Kerajaan Aceh dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah tersebut juga mampu mengalahkan kapal Portugis yang dipimpin oleh Simao de Souza Galvao di Bandar Aceh.[1]
Namun meski aceh kala itu sebagai kerajaan islam yang baru, aceh begitu cepat mendapatkan perhatian karena banyak kian membesar.Aceh cepat tumbuh menjadi kerajaan besar karena didukung oleh faktor sebagai berikut:
1. Letak Ibu kota Aceh yang sangat strategis.
2. Pelabuhan Aceh ( Olele ) memiliki persyaratan yang baik sebagai pelabuhan dagang.
3. Daerah Aceh kaya dengan tanaman lada sebagai mata dagangan ekspor yang penting.
4. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis menyebabkan pedagang Islam banyak yang singgah ke Aceh.[2]

d.      Masa Keemasan Aceh

Kerajaan Aceh menjalani masa keemasan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, yaitu sekitar tahun 1607 sampai tahun 1636. Pada masa ini, kerajaan aceh mengalami banyak kemajuan di berbagai bidang, baik dalam hal wilayah kekuasaan, ekonomi, pendidikan, politik luar negeri, maupun kemiliteran kerajaan.
Sultan Iskandar Muda memperluas wilayah teritorialnya dan terus meningkatkan perdagangan rempah-rempah menjadi suatu komoditi ekspor yang berpotensial bagi kemakmuran masyarakat Aceh. Ia mampu menguasai Pahang tahun 1618, daerah Kedah tahun 1619, serta Perak pada tahun 1620, dimana daerah tersebut merupakan daerah penghasil timah. Bahkan dimasa kepemimpinannya Kerajaan Aceh mampu menyerang Johor dan Melayu hingga Singapura sekitar tahun 1613 dan 1615. Ia pun diberi gelar Iskandar Agung dari Timur.[3]
Kemajuan dibidang politik luar negeri pada era Sultan Iskandar Muda, salah satunya yaitu Aceh yang bergaul dengan Turki, Inggris, Belanda dan Perancis. Ia pernah mengirimkan utusannya ke Turki dengan memberikan sebuah hadiah lada sicupak atau lada sekarung, lalu dibalas dengan kesultanan Turki dengan memberikan sebuah meriam perang dan bala tentara, untuk membantu Kerajaan Aceh dalam peperangan. Bahkan pemimpin Turki mengirimkan sebuah bintang jasa pada sultan Aceh.
Dalam lapangan pembinaan kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa ulama ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan utama dalam bidang masing-masing, seperti Hamzah Fansuri dalam bukunya Tabyan Fi Ma'rifati al-U Adyan, Syamsuddin al-Sumatrani dalam bukunya Mi'raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin Al-Raniri dalam bukunya Sirat al-Mustaqim, dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam bukunya Mi'raj al-Tulabb Fi Fashil.[4]
Dalam hubungan ekonomi-perdagangan dengan Mesir, Turki, Arab, juga dengan Perancis, Inggris, Afrika, India, Cina, dan Jepang. Komoditas-komoditas yang diimpor antara lain: beras, guci, gula (sakar), sakar lumat, anggur, kurma, timah putih dan hitam, besi, tekstil dari katun, kain batik mori, pinggan dan mangkuk, kipas, kertas, opium, air mawar, dan lain-lain yang disebut-sebut dalam Kitab Adat Aceh. Komoditas yang diekspor dari Aceh sendiri antara lain kayu cendana, saapan, gandarukem (resin), damar, getah perca, obat-obatan.[5]
Di bawah kekuasannya kendali kerajaan berjalan dengan aman, tentram dan lancar. Terutama daerah-daerah pelabuhan yang menjadi titik utama perekonomian Kerajaan Aceh, dimulai dari pantai barat Sumatra hingga ke Timur, hingga Asahan yang terletak di sebelah selatan. Hal inilah yang menjadikan kerajaan ini menjadi kaya raya, rakyat makmur sejahtera, dan sebagai pusat pengetahuan yang menonjol di Asia Tenggara.
e.        Silsilah Raja Raja Kerajaan Aceh Darussalam

Berikut adalah silsilah sultan sultan yang berkuasa di kerajaan aceh darussalam, silsilahnya adalah sebagai berikut :

1. Sultan Alaidin Ali Mughayat Syah 916-936 H (1511 - 1530 M)
2. Sultan Salahuddin 939-945 H (1530 - 1539M)
3. Sultan Alaidin Riayat Syah II, terkenal dengan nama AL Qahhar 945 - 979 H (1539 - 1571M)
4. Sultan Husain Alaidin Riayat Syah III, 979 - 987 H (1571 - 1579 M)
5. Sultan Muda Bin Husain Syah, usia 7 bulan, menjadi raja selama 28 hari
6. Sultan Mughal Seri Alam Pariaman Syah,987 H (1579M) selama 20 hari
7. Sultan Zainal Abidin, 987 - 988 H (1579 - 1580 M)
8. Sultan Aialidin Mansyur Syah, 989 -995H (1581 -1587M)
9. Sultan Mugyat Bujang, 995 - 997 H (1587 - 1589M)
10. Sultan Alaidin Riayat Syah IV, 997 - 1011 H (1589 - 1604M)
11. Sultan Muda Ali Riayat Syah V 1011 - 1015 H (1604 - 1607M)
12. Sultan Iskandar Muda Dharma Wangsa Perkasa Alam Syah 1016 - 1045H (1607 - 1636M)
13. Sultan Mughayat Syah Iskandar Sani,1045 - 1050 H (1636 - 1641M)
14. Sultanah Sri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat, 1050-1086H (1641 - 1671M)
15. Sultanah Sri Ratu Nurul Alam Naqiatuddin (anak angkat Safiatuddin), 1086 - 1088 H (1675-1678 M)
16. Sultanah Sri Ratu Zakiatuddin Inayat Syah (putri dari Naqiatuddin) 1088 - 1098 H (1678 - 1688M)
17. Sultanah Sri Ratu Kemalat Syah (anak angkat Safiatuddin) 1098 - 1109 H (1688 - 1699M)
18. Sultan Badrul Alam Syarif Hasyim Jamalul Lail 1110 - 1113 H (1699 - 1702M)
19. Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtoi Bin Syarif Ibrahim. 1113 - 1115H (1702 -1703 M)
20. Sultan Jamalul Alam Badrul Munir Bin Syarif Hasyim 1115 - 1139 H (1703 - 1726M)
21. Sultan Jauharul Alam Imaduddin,1139H (1729M)
22. Sultan Syamsul Alam Wandi Teubeueng
23. Sultan Alaidin Maharaja Lila Ahmad Syah 1139 - 1147H (1727 - 1735H)
24. Sultan Alaidin Johan Syah 1147 - 1174 (1735-1760M)
25. Sultan Alaidin Mahmud Syah 1174 -1195 H (1760 - 1781M)
26. Sultan Alaidin Muhammad Syah 1195 -1209 H (1781 - 1795M)
27. Sultan Husain Alaidin Jauharul Alamsyah,1209 -1238 H (1795-1823M)
28. Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah 1238 - 1251 H (1823 - 1836M)
29. Sultan Sulaiman Ali Alaidin Iskandar Syah 1251-1286 H (1836 - 1870 M)
30. Sultan Alaidin Mahmud Syah 1286 - 1290 H (1870 - 1874M)
31. Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah, 1290 -.....H (1884 -1903 M)[6]






f.       Kemunduran kerajaan Aceh darussalam

Setelah era kebesaran sultan iskandar muda berakhir, belanda mencium peluang kembali untuk mendapatkan wilayah aceh dan sekitarnya. Memasuki abad ke-18, aceh mulai terlibat konflik dengan belanda dan inggris, lalu memasuki akhir abad akhir ke-18, wilayah aceh di semenanjung Malaya, yaitu kedah dan pulau pinang dikuasai inggris. Tahun 1871 belanda mengancam aceh. Dan pada 26 maret 1873 belanda secara resmi menyatakan perang dengan kerajaan aceh. Dalam perang tersebut belanda gagal menaklukan aceh. Pada 1883, 1892, dan 1893, perang kembali meletus, namun, lagi lagi belanda gagal merebut aceh[7].
Setelah mangkatnya sultan iskandar tsani (1636-1641), aceh masuk dalam kepemimpinan sultanah. Diawali oleh janda dari sultan iskandar tsani, yang merupakan anak dari sultan iskandar muda- ratu safiatudin tajul alam- hingga ratu zainattudin kamalat syah, tanah rencong mengalami kegoncangan. Setelah ini, aceh dipimpin oleh sebelas orang sultan yang tidak berarti. Tiga orang keturunan arab (1699-1726), dua orang melayu (1726), dan enam orang bugis (1727-1838). Pada masa kepemimpinan mereka wilayah aceh yang luas sudah tak terkendali dengan baik.negeri negeri tetangga seperti johor dan minangkabau terus terusan menggerogoti wilayah kekuasaan aceh, hingga pada akhir abad ke 18 aceh tak lebih besar dari wilayah provinsi naggroe aceh darussalamnya itu sendiri kala ini. Bahkan beberapa wilayah aceh seperti di meulabouh dan tapaktuan  masuk ke dalam koloni dagang minangkabau.
Mundurnya angkatan perang aceh juga disebabkan oleh pudarnya dominasi turki di lautan tengah. Negara negara barat macam inggris dan belanda, sudah tak takut lagi dengan pengaruh militer Turki utsmani di aceh[8].
Kemunduran kerajaan aceh juga dikait kaitkan karena terlalu berhasilnya kerajaan aceh di masa sebelumnya. Terlalu luasnya wilayah aceh hingga banyak memberikan celah kemerosotan, baik itu di bidang kekuasaan karena banyaknya pemberontakan, maupun perekonomian di karenakan banyaknya rakyat yang kekurangan lahan dan tanah potensial, di bidang pertanian dan kurang strategisnya lahan dagang. Kekuasaan luas juga menyusahkan kerajaan aceh yang sudah tanpa kepala tegak itu mengatur orang orang kaya dan berkuasa di sekitar wilayah aceh baru. Namun dengan terus melemahnya aceh, dan hilangnya taring dan gema nya, aceh masih tetap aceh, aceh berulang kali di serang dan masih bertahan meski tidak seluas dan sehebat di masa sebelumnya terutama daerah aceh besar.





g.      Runtuhnya Aceh Darussalam

Setelah berulang kali mengirimkan pasukan untuk terus merebut aceh, belanda tetap mengalami kegagalan. Akhirnya belanda memutuskan untuk mengirimkan pengintai atau mata mata yang bisa mempelajari dan melemahkan kerajaan aceh yang notabene adalah kerajaan islam dan dihuni penduduknya yang notabene muslim juga untuk mengetahui kelemahan masyarakat kerajaan aceh.
Adalah dr. Snouck hurgronje, dr. Snouck hurgronje sendiri adalah salah seorang sarjana ahli tentang islam, snouuck hurgronje lahir di tholen, provinsi oosterhout, 8 februari 1857. Snouck melanjutkan pendidian di bidang teologi. Namun sejak awal ia tertarik mempelajari islam, dan menuntut ilmu tentang agama islam ke mekkah. Karena peraturan pemerintah arab yang melarang orang yang bukan beragama islam/ non muslim untuk menetap di kota suci mekkah, dengan segala akal busuknnya snouck menggunakan nama samaran dengan memeluk islam dan berganti nama menjadi abdul gaffar[9].
Setelah belajar berbagai hal tentang islam dan aceh yang menjadi tujuan utamanya, dr. Snouck menyrankan kepada pemerintahan belanda untuk mengubah arah serangan yag biasanya di arahkan kepada sultan untuk di rubah kepada ulama, karena menurutnya ulama adalah tulang punggung kekuatan perlawanan rakyat aceh.
Secara detail, dr. Snouck hurgronje menyarankan kepada pemerintah dan gubernur belanda yang ada disana untuk, antara lain :
“Hentikan usaha mendekati sultan dan orang besarnya
Jangan mencoba coba mengaskan rundingan dengan musuh aktif  terutama jika mereka terdiri dari para ulama.
Rebut lagi aceh besar
Untuk mencapai simpati rakyat aceh, giatkan pertanian, kerajinan, dan perdagangan
Membentuk biro informasi untuk staf staf sipil, yang keperluannya memberi mereka penerangan dan mengumpulkan pengenalan mengenai hal ihwal rakyat dan negeri aceh
Membentuk kader kader pegawai negeri yang terdiri dari anak bangswan aceh dan membikin korps pangrehpraja senantiasa meereasa diri kelas memerintah.”[10]
Masukan ini di laksanakan dengan baik oleh gubernur belanda dan pemerintahan belanda kala itu, dan hasilnya sangat luar biasa. Aceh kalah telak dan takluk di tangan belanda, dan lalu setelah sultan M.daur menyerahkan diri kepada belanda, karena keluarganya sudah di sandera belanda, setaun kemudian aceh benar benar kalah dan lumpuh oleh belanda, tepatnya di tahun 1904.


h.      Peninggalan Kerajaan Aceh

1.      Masjid Raya Baiturrahman
Masjid ini adalah masjid yang menjadi sangat terkenal karena pada waktu tsunami yang terjadi tahun 2004 lalu, masjid ini menjadi saksi bisu yang tetap kokoh dalam musibah dahsyat ini. Namun tidak banyak yang tahu bahwa bangunan sekarang ini adalah kreasi belanda.
Bangunan ini dibuat oleh Sultan Iskandar Muda tahun 1022 H/1612 M terletak tepat di pusat Kota Banda Aceh dan menjadi pusat kegiatan keagamaan di Aceh Darussalam. Sewaktu agresi tentara Belanda kedua pada 10 April 1873, Masjid Raya Baiturrahman sempat dibakar. Namun kemudian, Belanda membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman pada tahun 1877 untuk menarik perhatian serta meredam kemarahan Bangsa Aceh[11].
2.      Makam Raja Aceh Sultan Iskandar Muda
Makam keramat yang masih di jaga sekarang adalah makan Sultan Iskandar Muda, makam ini senantiasa di jaga dan di lestarikan sebagai bukti sejarah berjayanya islam di Aceh pada masa lalu.
Sultan Iskandar Muda lahir di tanah Aceh pada 27 September 1636, beliau merupakan sultan terbesar dalam sejarah kejayaan Kesultanan Aceh, saat itu kesultanan Aceh menjadi salah satu pusat perdagangan dan pembelajaran Islam di Nusantara. Makan Sultan Iskandar Muda berada di baperis, kelurahan peuniti, kecamatan baiturrahman, banda Aceh. Untuk menjangkau lokasi pemakaman sangat mudah karena banyak opsi transportasi yang bisa digunakan[12].
3.      Benteng Indra Patra

Benteng peninggalan sejarah ini memang sudah lapuk di makan usia, namun benteng ini masih memiliki bentuk dan masih dinikmati sebagai objek wisata.
Benteng ini terletak di desa Ladong, Kec Masjid Raya, Kab Aceh Besar. Disana terdapat sebuah situs sejarah peninggalan kesultanan Aceh yang hingga kini masih berdiri kokoh dan menjadi objek wisata lokal. Meskipun sempat dihantam Tsunami, benteng ini tatap kokoh tak  lapuk dimakan usia meskipun sudah berumur ratusan tahun. Sebenarnya benteng ini dibangun oleh Raja Kerajaan Lamuri, Benteng Indra Patra ini bahkan berlangsung hingga masa Islam di Aceh benteng ini juga dipergunakan sebagai benteng pertahanan bagi Kerajaan Aceh Darussalam[13].





PENUTUPAN
i.        Penutup

Sebagai salah satu negara dengan mayoritas muslim, tentunya kita harus tahu jati diri kita sebagai muslim dengan cara mengetahui sejarah yang membentuk masyarakat kita di masa kini. Tujuan dari pembelajaran ini tentunya diharapakan selain mengetahui kesultanan aceh, kita juga bisa membudayakan budaya keislaman kita sebagai penerus kerajaan islam di masa lalu.
Kami selaku pemakalah pula sangat meminta maaf dengan segala keterbatasannya isi yang di sajikan dalam isi makalah ini. Dengan referensi yang tentu kurang memuaskan karena kutipannya berupa alamat web yang bisa diakses di mana saja. Dengan tidak sedikitupun mengurangi rasa hormat kami terhadap penulisan karya ilmiah, kami memohon maaf yang sebesar besarnya.






[1]Variz Wahyu Dwiputra, dalam tulisan “AWAL MULA BERDIRINYA KERAJAAN ACEH”yang di postingkan di awal-berdiri-kerajaan-aceh.blogspot.co.id diunduh pada tanggal 17-03-2016, 07.15

[2] Achmad Fahrizal Zulfani Al Hanif, dalam makalah Sejarah Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam Di Indonesia yang di postingkan di http://zulfanioey.blogspot.co.id/2011/11/sejarah-perkembangan-kerajaan-kerajaan.html diunduh pada tanggal 16-03-2016, 22.50

[3] Variz Wahyu Dwiputra, dalam tulisan “AWAL MULA BERDIRINYA KERAJAAN ACEH”yang di postingkan di awal-berdiri-kerajaan-aceh.blogspot.co.id diunduh pada tanggal 17-03-2016, 07.15
[4] Ibid,
[5] ibid,

[6] http://khairulnova.blogspot.co.id/2008/08/raja-yang-pernah-memerintah-di-kerajaan.html di postkan pada Kamis, Agustus 14, 2008 dengan judul tulisan “Raja Yang Pernah Memerintah Di Kerajaan Aceh”, yang diunduh pada 22 April 2016 pukul 07.30 WIB.

[7] http://www.atjehcyber.net/2011/04/kesultanan-aceh-darussalam-full.html dalam tulisanSejarah Lengkap: Kesultanan Aceh Darussalam (Mengulas Lebih Detail) yang di postkan 03 maret 2015, diunduh pada 10 maret 2016 pukul 07.30 WIB.


[8] Afandi adya, dalam tulisan yang berjudul “Bangkit dan Runtuhnya Kesultanan Aceh” yang di postkan http://afandriadya.com/2012/02/21/bangun-dan-jatuhnya-kesultanan-aceh/ pada 21 februari 2013 yang diunduh pada 10 maret 2016 pukul 07.30 WIB

[9]Restu Fauzi dalam tulisan yang berjudul “PERANAN Dr. SNOUCK HURGRONJE DALAM PERANG ACEH (TANAH GAYO DAN ALAS) “ yang di postkan di http://wartasejarah.blogspot.co.id/2013/07/peranan-dr-snouck-hurgronje-dalam.html, 25 juli 2013 yang diunduh pada 10 maret 2016 pukul 07.30 WIB

[10] http://www.atjehcyber.net/2011/04/kesultanan-aceh-darussalam-full.html dalam tulisan” Sejarah Lengkap: Kesultanan Aceh Darussalam (Mengulas Lebih Detail)yang di postkan 03 maret 2015 yang diunduh pada 10 maret 2016 pukul 07.30 WIB



[11] Varin Clarissa, dalam tulisan Peninggalan Kerajaan Aceh yang Harus Kita” http://jagosejarah.blogspot.co.id/2015/03/peninggalan-kerajaan-aceh-yang-harus.html 30 Maret2015diunduh pada 22 April 2016 pukul 07.30 WIB


[12] Ibid,
[13] Ibid,

2 comments: