Monday, April 24, 2017

Makalah : Konsep Kenabian



BAB I

PENDAHULUAN

a.      Latar Belakang

Allah SWT telah menciptakan langit serta bumi seisinya dengan sangat sempurna, layaknya Allah menciptakan manusia yang merupakan makhluk yang paling sempurna. Manusia diberikan kelebihan akal untuk berpikir dan dapat membedakan mana yang haq dan mana yang batil. Di balik kesempurnaan manusia pada umumnya, Allah telah menunjuk orang-orang pilihan sebagai utusan Allah yang nantinya akan meyebarkan Islam yang haq kepada umatnya. Orang-orang pilihan tersebut biasa disebut Nabi, Rasul, Wali, atau Ulama.
Sebagai umat Islam, kita wajib percaya dan mengimani adanya Rasul sebagai utusan Allah. Hal itu telah tercantum dalam rukun Iman yang ke-4. Karena itulah alangkah baiknya kita mengkaji pengertian dari konsep kenabian, tugas-tugas nabi, eksistensi nabi serta wilayah diutus nya Anbiyaa’. Semoga isi daripada makalah ini menambah wawasan keilmuan kita dalam mengkaji tafsir, sejarah, dan ilmu keagamaan yang lain, Aamiin.

b.      Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian dari konsep kenabian?
2.      Apa sajakah tugas-tugas nabi?
3.      Seperti apa eksistensi nabi?
4.      Dimana sajakah diutusnya para nabi?

c.       Tujuan Masalah

1.      Mengetahui konsep kenabian.
2.      Mengetahui tugas-tugas nabi.
3.      Memahami eksistensi nabi.
4.      Mengetahui wilayah diutusnya nabi.

 


BAB II

PEMBAHASAN

1.      Pengertian Konsep Kenabian

Kenabian adalah pemberian Allah dan kekhususan serta keistimewaan dari Yang Maha Tinggi lagi Yang Masa Kuasa, kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya, Kenabian itu berbeda dengan kerajaan dan pemerintahan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : [1]
1)      Kenabian itu tidak dengan jalan mewaris, seorang Nabi yang dilahirkan sama sekali tidak dengan jalan mewarisi dari Ayahnya, bahkan kenabian itu keistimewaan murni dari Tuhan.
”Dan sesungguhnya telah kami pilih mereka dengan pengetahuan (kami) atas bangsa-bangsa”. (Q.S Ad-Dukhan : 32)
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga 'Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing)”. (Q.S Ali ‘Imran : 33) dengan demikian Allah lah yang memilih kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, Dia mengkhususkan kepada orang-orang yang diingini-Nya, dan kenabian tidak bisa diperoleh dengan jalan kesungguhan dan kepayahan, juga tidak bisa diperoleh dengan jalan memperbanyak beribadah dan memperbanyak ketaatan, hanyalah kenabian itu kemuliaan murni dari Allah.
2)      Kenabian itu selamanya tidak akan diberikan kepada orang-orang kafir, kenabian tidak akan diberikan kepada orang-orang mukmin, berbeda dengan kerajaan dan kekuasaan yang kadang-kadang diberikan selain orang-orang Mukmin.
“Dan Firaun berkata kepada kaumnya; dia berkata, “hai Kaumku, bukanlah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan sungai-sungai ini mengalir dibawahku; maka apakah kamu tidak melihat?”. (Q.S Az-Zukhruf : 51)
3)      Kenabian adalah khusus untuk orang-orang lelaki, tidak akan ada wanita untuk selamanya.  Beberapa pendapat yang mengatakan kenabian itu kadang-kadang ada pada orang Wanita, melalui  Firman Allah yang menyebutkan “Dan kami wahyukan kepada Ibu Musa; sesuilah dia (Musa), dan apabila engkau khawatir terhadapnya, maka hanyutkanlah dia ke sungai (nil). Dan janganlah Engkau takut dan jangan (pula) bersedih hati, sesungguhnya kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang rasul.” (Q.S Al-Qasas : 7) maka yang seperti ini merupakan pengambilan dalil yang salah, karena wahyu disini tiada tangan turunnya Malaikat, wahyu di sini dengan jalan (ilham), maka Allah telah memberi wahyu kepada lebah , “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, “Buatlah sarang-sarang di gunung-gunung, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia”. (Q.S An-Nahl : 68)  maka benarkah jika berkata bahwa Allah pernah memberi wahyu kepada lebah?. Dan hikmah mengkhususkan kepada orang-orang lelaki dengan kenabian, selain wanita, karena Kenabian itu merupakan beban yang berat dan paksaan yang sangat, seorang wanita tidak akan sanggup membawanya, karena tabiat wanita lemah, Kenabian itu membutuhkan perjuangan dan kesabaran, oleh karena itu semua Rasul tentu menerima percobaan yang keras dari kaumnya, mereka diuji dengan ujian yang sangat berat dalam menjalankan dakwatullah. Dan dalil yang menjelaskan bahwa Kenabian itu khusus untuk orang-oranng lelaki yaitu firman Allah swt: “Dan tidaklah kami mengutus sebelummu kecuali orang-orang lelaki yang telah kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang-orang yang mempunyai pengetahuan (pengetahuan tentang nabi dan kitab-kitab) jika kamu tidak mengetahui”. (Q.S An-Nahl : 43) Juga firman Allah: “Kami tiada mengutus rasul rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” (Q.S Al-Anbiyaa’: 7)
Nabi adalah seorang manusia yang telah diberi wahyu oleh Allah swt namun tidak wajib baginya untuk menyampaikan wahyu itu kepada umatnya. Sedangkan Rasul adalah manusia yang telah diberi wahyu oleh Allah dan diperintahkan untuk menyampaikannya kepada orang lain.[2] Perbedaan ini masih dapat diragukan karena pengertian nabi atau rasul adalah sama-sama manusia suci. Terlepas dari permasalahan “menyampaikan kepada umatnya atau tidak” atau “membawa syariat baru atau tidak”, nabi dan rasul adalah manusia pilihan-Nya yang telah dikaruniai “misteri” wahyu dan harus kita teladani.[3]
Benar bahwa Al-Quran menyebutkan kehormatan-kehormatan khusus kepada insan-insan mulia itu. Contoh kepada Nabi Ibrahim a.s Al-Quran menyebutnya sebagai orang yang berani mengatakan kebenaran (lih. Q.S Maryam: 41); Musa adalah seorang pejuang yang tulus dan tanpa pamrih (lih. Q.S Maryam: 51); Yahya adalah orang yang dianugerahi kebijaksanaan semenjak belia (lih. Q.S Maryam: 12) dan berbakti kepada orang tuanya serta tidak sombong atau bangga diri (lih. Q.S Maryam: 14), dan masih banyak lagi ayat lain yang secara khusus memberikan anugerah tersendiri bagi seorang rasul. Anugerah ini tentu saja tidak secara eksklusif diterima oleh seorang rasul yang bersangkutan, tetapi juga menjadi ciri rasul lainnya, karena semuanya memancar dari Tuhan yang sama yang secara pasti risalah yang mereka bawa juga sama. Karena itulah jangan membedakan diantara rasul yang satu dengan yang lain. Sebagaimana firman Allah yaitu: “لا نفرق بين أحد من رسله .......” yang artinya “Kami tidak membedakan di antara seseorang dari para Rasul-Nya” (Q.S Al-Baqarah : 285) dan yang dimaksud dalam ayat yang mulia ini dengan “membedakan” di antara para rasul yaitu; bahwa manusia akan beriman terhadap sebagian rasul dan tidak mengakui terhadap sebagian yang lain, sebagaimana perbuatan Ahli Kitab, mereka hanya beriman terhadap kerisalahan sebagian para nabi dan kufur terhadap kerisalahan yang lainnya, mereka membedakan diantara para rasul.[4]
Dan yang dimaksud dengan “membedakan” di sini bukan “melebihkan” di antara para rasul, dengan dalil bahwa Allah swt telah menerangkan dan menjelaskan, yaitu melebihkan sebagian mereka dengan sebagian yang lain, dengan keterangan-keterangan Al-Quran Al-Karim sebagaimana firman Allah swt: 
تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِنْهُمْ مَنْ كَلَّمَ اللَّهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ وَآتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ.....الاية
Artinya : “Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada Isa putera Maryam beberapa mukjizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus”. (Q.S Al-Baqarah : 253)
            Dan juga firman Allah swt:
وَلَقَدْ فَضَّلْنَا بَعْضَ النَّبِيِّينَ عَلَىٰ بَعْضٍ ۖوَآتَيْنَا دَاوُودَ زَبُورًا
Artinya : “Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain), dan kami berikan Zabur (kepada) Daud”. (Q.S Al-Israa’ : 55)

2.      Tugas-tugas Nabi

Pertama:
            Mengajak mahluk untuk beribadah kepada Allah Yang Maha Esa lagi Yang Maha Memaksa, ini adalah tugas dasar, bahkan merupakan kebutuhan dan kepentingan yang besar, merupakan sasaran setiap para rasul yang diutus, menunjukan mahluk dengan Yang Menciptakannya, sebagaimana firman Allah swt:
 وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
Artinya : “Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (Q.S Al-Anbiyaa’ : 25).
Kedua:
            Menyampaikan perintah-perintah Allah SWT, menyampaikan larangan-larangan-Nya kepada manusia. Dan sungguh para rasul yang mulia telah memenuhi tugas ini untuk kesempurnaan tujuan, tidak ada seorangpun dari mereka yang mundur untuk menyampaikan dakwatullah. Dalam keadaan mereka ini Al-Quran Al-Karim mengatakan:
الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالَاتِ الَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلَا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلَّا الَّهَ ۗوَكَفَىٰ بِالَّهِ حَسِيبًا
Artinya :”(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan”. (Q.S Al-Ahzab : 39).
Ketiga:
            Membimbing manusia dan menunjukkan manusia ke jalan yang lurus. Sebagimana firman Allah SWT dalam urusan nabi Musa a.s:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مُوسَىٰ بِآيَاتِنَا أَنْ أَخْرِجْ قَوْمَكَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَذَكِّرْهُمْ بِأَيَّامِ اللَّهِ ۚإِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami, (dan Kami perintahkan kepadanya): "Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah". Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur”. (Q.S Ibrahim : 5).
Keempat:
            Sebagai teladan dan ikutan yang baik, teladan yang sempurna bagi umatnya. Maka rasul yang mulia atas merekalah lebih utamanya rahmat dan keselamatan dari Allah, mereka adalah ikutan yang baik, teladan yang besar bagi manusia. Dan Allah telah memerintahkan kepada kita untuk menjadikan mereka pemimpin, menjadikan contoh untuk kesempurnaan, petunjuk kesempurnaan, karena mereka adalah manusia yang paling utama akhlaknya, mereka yang paling suci perjalanannya, paling mulia tingkatannya, sebagaimana firman Allah swt:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ الَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو الَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ الَّهَ كَثِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Q.S Al-Ahzab : 21).
Kelima:
            Menerangkan kebangkitan dari kubur dan bangun dari kubur, memperlihatkan manusia dengan hal-hal setelah kematian berupa kepayahan dan kebingungan, seperti firman Allah swt:
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالإنْسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِي وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا قَالُوا شَهِدْنَا عَلَى أَنْفُسِنَا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَشَهِدُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَنَّهُمْ كَانُوا كَافِرِينَ. ذَلِكَ أَنْ لَمْ يَكُنْ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا غَافِلُونَ
Artinya: “Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayat Ku dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini? Mereka berkata: "Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri", kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir. Yang demikian itu adalah karena Tuhanmu tidaklah membinasakan kota-kota secara aniaya, sedang penduduknya dalam keadaan lengah”. (Q.S Al-An’aam : 130-131).
Keenam:
            Mengubah keinginan manusia dari kehidupan yang fana (sementara) kepada kehidupan yang kekal (kehidupan akhirat).
            Maka Allah mengutus para rasul yang mulia supaya mengubah manusia dari kehidupan yang sementara  kepada kehidupan yang kekal. Sebagaimana firman Allah swt:
وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۚ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Artinya: “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui”. (Q.S Al-‘Ankabuut: 64).
Ketujuh:
            Supaya tidak ada ketetapan berhujah atau membantah disisi Allah, sebagaimana firman Allah swt:
رُسُلا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا

Artinya: “(Mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(Q.S An-Nisaa’: 165).[5]        

3.      Eksistensi Nabi

Untuk memahami eksistensi Nabi kita perlu Mengenal tentang wahyu, mukjizat dan juga urgensi diutusnya Nabi. Berikut penjelasannya:[6]
Wahyu:
Wahyu secara linguistik memiliki berbagai arti, di antaranya isyarat, penulisan, tulisan, risalah, misi, dan wangsit (perkataan yang yang tidak diketahui asal muasalnya).
Namun, Al-Qur’an menggunakan kata wahyu dalam empat makna, di antaranya:
1.      Petunjuk yang samar, seperti ayat Al-Qur’an yang mengatakan, “Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang”. (Q.S Maryam :11)
2.      Bimbingan instingtif, artinya sebuah petunjuk dalam setiap spesies, termasuk tumbuhan, hewan, manusia, bahkan wujud yang yang tak beryawa, seperti batu, juga memiliki insting yang selalu dimilikinya selama mereka hidup, dan dengan itu mereka dapat bertahan dan meneruskan hidupnya. Al-Qur’an mengatakan, “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, “Buatlah sarang-sarang di gunung-gunung, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia”. (Q.S An-Nahl : 68)
3.      Ilham atau wangsit. Orang-orang suci kerap kali mendapatkan wangsit atau bisikan dari alam ghaib atau alam supranatural di sepanjang hidupnya. Wangsit-wangsit ini acapkali muncul pada waktu-waktu terdesak dan tertekan atau ketika menemukan jalan buntu, sehingga ketika datang, ia bak cahaya yang menerangi jalan dan meloloskan pemiliknya dari kebuntuan. Ilham semacam ini yang berasal dari alam ghaib atau yang bersumber dari Tuhan disebutkan dalam Al-Qur’an dengan wahyu. ”Dan Kami wahyukan (ilhamkan) kepada ibu Musa supaya ia menyusuinya, dan ketika kamu khawatir atasnya, lepaskan ia (Musa) di sungai Nil, dan janganlah takut dan bersedih sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu dan kami akan menjadikannya salah satu dari utusan kami”. (Q.S  Al-Qasas : 7)
4.      Wahyu risâlî. Wahyu ini khusus turun atas para nabi. Al-Qur’an menyebutkan kata wahyu dengan arti yang terakhir ini lebih kurang sebanyak 70 kali. Seperti firman Allah, ”Dan begitulah Kami wahyukan padamu Al-Qur’an ini dengan bahasa Arab yang fasih supaya kamu memberikan  peringatan pada penduduk Makkah dan masyrakat sekitarnya”. (Q.S Asy-Syûrâ : 7)
Wahyu risâlî adalah sebuah petunjuk Ilahi yang diberikan kepada hamba-hamba pilihan untuk membimbing manusia menggapai kebahagiaannya, dan mereka adalah penerima misi dan tugas Tuhan yang bertugas menyampaikannya kepada manusia. Mereka adalah pribadi-pribadi agung dan sempurna yang memiliki kelayakan dan potensi untuk menerima dan mengemban tugas berat itu. Tuhan pun mengetahui kelayakan ini. “Allah lebih mengetahui di mana Ia harus menempatkan tugas risalah-Nya”. (Al An’âm : 124)
Nabi SAWW bersabda, ”Tidaklah Tuhan mengutus seorang nabi dan Rasul kecuali akalnya telah sempurna, dan akalnya pun lebih utama dari semua akal umat-Nya”.
Wahyu risâlî adalah seperti sebuah ilham (arti wahyu yang ketiga), hanya saja dalam ilham, sumbernya tidak jelas, sedangkan wahyu rissâlî memiliki asal muasal yang kongkrit. Oleh karena itu, dalam menerima wahyu para nabi tidak akan mendapatkan kesalahan dan kekeliruan.
Zurârah bertanya kepada Imam Shâdiq as tentang bagaimana cara para nabi merasa yakin bahwa apa yang diterimanya adalah berasal dari Allah SWT, dan bukan bisikan setan? Beliau menjawab, ”Sesunguhnya ketika Allah memilih seorang dari hamba-Nya sebagai rasul, Ia memberikan ketenangan (kepadanya). Dengan itu, setiap apa yang datang dari-Nya, ia akan menerimanya dengan sangat jelas seperti mereka melihatnya dengan mata telanjang”
                        Mukjizat:
Mu’jizat adalah bentuk ubahan dari kata ‘ajaza yang mempunyai arti “melemahkan” atau “menjadi tidak mampu”. Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mu’jiz. Dan, bila kemampuanya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan maka ia dinamai mu’jizat.
Sesuai dengan katanya, mu’jizat didefinisikan oleh ulama antara lain sebagai: “Suatu hal atau peristiwa agung yang luar biasa, yang terjadi melalui seorang nabi sebagai bukti kenabiannya. Karena ada tantangan maka para nabi dikarunia hal agung yang melemahkan tantangan itu sehingga mereka tidak sanggup mengalahkannya.”
Imam Jalaluddin Asy-Syuyuthi membagi mukjizat para Nabi pada dua kelompok besar: mukjizat hissiyah dan Mukjizat ‘aqliyyah.[7]
Mukjizat hisiyyah yaitu mukjizat yang bisa ditangkap oleh indera. Mukjizat ini diperkenalkan para nabi terdahulu kepada umatnya masing-masing, seperti Nabi Musa dengan tongkat menjadi ular, Nabi Isa dengan bisa menghidupkan orang yang sudah mati.
Sedangkan mukjizat ‘aqliyyah adalah mukjizat yang diperkenalkan Muhammad semata, yang tiada bukan adalah al-Quran Al-Karim. Al-Quran disebut mukjizat karena sifatnya yang menantang siapa saja yang ingin mencoba menyainginya, termasuk generasi manusia saat ini, hari esok, dan terus sampai akhir zaman.
Urgensi diutusnya Nabi:
Suatu hal yang tak bisa dipungkiri, untuk sampai pada kebahagian dan kesempurnaan akhir manusia membutuhkan kepada hidayah khusus dari Tuhan sebagai Pencipta. Hidayah yang kita maksud itu adalah wahu yang diterima oleh para duta Tuhan (nabi). Oleh karena itu, Tuhan yang Maha Bijaksana yang selalu mengerjakan perbuatan baik, dan sama sekali tidak melakukan perbuatan buruk, pasti tidak akan menghalangi dan mencegah manusia untuk mendapatkan kebutuhan primer tadi. Hal ini merupakan ringkasan dari argumen urgensitas diutusnya nabi dengan berlandaskan kebutuhan manusia akan wahyu dan kenabian.
Untuk menjelaskan argumen di atas dengan secara detail kita dapat menerangkannya lewat proposisi-proposisi berikut ini:
1. Tujuan Tuhan dari penciptaan manusia adalah supaya manusia sampai kepada kesempurnaan akhirnya.
2. Manusia dapat sampai kepada tujuan tersebut dengan ikhtiar dan pilihan mereka sendiri. Dengan kata lain, ia bisa sampai kepadanya ketika di sepanjang hidupnya ia menempuh suatu jalan dan metode lurus.
3. Untuk menempuh jalan lurus yang sanggup menjanjikan kebahagiaannya, manusia perlu untuk mengenal jalan terlebih dahulu.
4. Manusia tidak mampu mengetahui jalan tersebut dengan hanya bermodalkan pengetahuan logis maupun indrawi.
Manusia sampai saat ini belum mampu mengetahui dimensi berbagai eksistensi, bahkan hakikat diri mereka sendiri belum dapat diketahui secara benar. Dapat kita katakan bahwa substansi manusia merupakan salah satu misteri terbesar baginya. Oleh karena itu, terdapat perbedaan pendapat yang sangat banyak dalam menentukan kebahagiaan sejati manusia.
Syahid Muthahhari mengatakan, ”Di dunia ini, sangat mustahil didapati dua filsuf yang bersepakat dalam menentukan jalan menuju kabahagiaan. Kebahagiaan diri yang menjadi tujuan pokok dan akhir, arti kebahagiaan – dengan sekilas pandang – adalah sebuah arti yang amat jelas. Namun, ia merupakan salah satu realita yang paling rumit; Apakah kebahagiaan itu, dan dengan apa kita dapat meraihnya? Apakah kesengsaraaan itu, apa faktor-faktornya dan bagaimana cara menghindarinya? Hingga saat ini hal-hal tersebut masih rancau dan belum mendapat titik terang. Mengapa? Karena sampai saat ini manusia sendiri dan kemampuan serta potensinya belum dapat diketahui”.
Polemiknya, mengetahui jalan kebahagiaan manusia akan menjadi jelas ketika kita mengetahui bahwa manusia akan hidup abadi, dan hidup yang sekarang hanya merupakan sebuah lembaran dari sebuah kitab besar eksistensi mereka; sebuah kitab yang tak terhingga dan tak terhitung halamannya.
Dari sisi lain, dampak dari kesalahan sekecil apapun yang dilakukan dalam dunia yang singkat ini akan tersingkap dan terlihat di alam sana (akhirat).
5. Tuhan Yang Maha Bijaksana, semua perbuataan-Nya kokoh, tak ada perbuatan buruk yang dapat disandangkan pada-Nya, dan setiap perbuatan baik selalu dikerjakannya.
Dari proposisi-proposisi di atas kita dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa Tuhan yang Maha Bijaksana memberikan sebuah jalan melalui wahyu yang dapat membimbing manusia menuju kesempurnaannya, sedangkan nabi merupakan perantara untuk menyampaikannya kepada seluruh manusia.

4.      Tempat atau Negara para Nabi diutus

sebanyak 25 nabi dan rasul yang disebutkan dalam AlQuran, diutus di empat wilayah, yaitu di Jazirah Arab, Irak, Mesir, serta Syam dan Palestina. Yang terbanyak diutus di wilayah Syam dan Palestina, jumlahnya mencapai 12 orang. Mereka adalah Luth, Ishak, Ya’kub, Ayub, Zulkifli, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa, Zakaria, Yahya, dan Isa AS.[8]
Berikut tempat-tempat dan wilayah para nabi yang diutus oleh Allah SWT.
Makkah
Makkah al-Mukarramah adalah tanah yang sangat disucikan oleh umat Islam, sebab, Allah SWT telah menegaskan hal itu dalam AlQuran.
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia di sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Allah?” (QS. Al-Ankabut [29]: 67).
“Dan mereka berkata: “ Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan diusir dari negeri kami.” Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezeki (bagimu) dari sisi Kami? Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al-Qashash [28]: 57).
Sebagai kota yang disucikan, tentu saja Makkah memiliki banyak keistimewaan. Diantaranya, didirikan Baitullah sebagai kiblat umat islam di seluruh dunia. Seluruh kaum muslimin wajib menghadapkan wajah ke arah Baitullah setiap akan mendirikan shalat lima waktu.
Allah juga memberikan keberkahan kepada Makkah. Diantaranya, Allah mengharamkan peperangan di kota ini, dilarang mencabut rumput, dilarang membunuh hewan, dan lain sebagainya.
                Selain itu, tentu saja, kemuliaan Makkah karena disinilah Allah mengutus nabi pertama (Adam AS) dan nabi terakhir (Muhammad SAW). Dalam kitab Athlas Tarikh al-Anbiya’ wa ar-rusul, Sami bin Abdullah Al-Maghluts menjelaskan, ada enam orang nabi dan rasul yang diutus Allah di Makkah dan sekitarnya (Jazirah Arabia). Keenam nabi dan rasul itu adalah Nabi Adam AS, Nabi Ismail AS, Nabi Saleh AS, Nabi Hud AS, Nabi Syuaib AS, dan Nabi Muhammad SAW.
Dari 25 nabi dan rasul yang disebutkan dalam AlQuran, hanya enam nabi saja yang diutus di bumi Makkah dan sekitarnya. Sebagian dari 25 rasul itu, pernah berkunjung ke Makkah, bahkan melaksanakan ibadah haji. Diantara mereka adalah Nabi Ibrahim AS.
                Selain Makkah, tanah yang disebut suci oleh Allah adalah Palestina dan sekitarnya. “Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena taku kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.” (Al-Maidah [5]: 21). Lihat juga dalamsurah Al-Isra[17] ayat 1.
                Sedangkan Madinah al-Munawwarah, disucikan oleh Rasulullah SAW. Anas RA. mengatakan bahwa Nabi SAW bersabda: “Madinah itu haram (tanah suci) dari ini sampai ini, tidak boleh dipotong (ditebang) pohonnya, dan tidak boleh dilakukan bi’dah di dalamnya. Barang siapa yang membuat bid’ah (atau melindungi orang yang berbuat bidd’ah) di dalamnya, maka ia terkena laknat Allah, malaikat, dan manusia seluruhnya.” (HR Bukhari).
Dalam hadist lain, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya tanah haram tidak melindungi orang yang maksiat, orang yang lari dari (hak) darah (orang lain), maupun yang lari dari khurbah (bencana, wabah).” (HR Bukhari).
Mesir
                Mesir adalah negeri para raja. Disinilah Firaun (raja-raja mesir) berkuasa, negeri ini telah ada sejak abad ke-32 sebelum masehi, atau sekitar 3200 SM. Sejak Nabi Ibrahim AS, negeri ini sudah ada. Pada saat itu dinasti yang berkuasa adalah Dinasti Usrah di era klasik (3200-2160 SM). Selanjutnya, sebelum masa Firaun, sudah didirikan piramida, itulah yang disebut era Mesir Kuno.
                Menurut Sami bin Abdullah Al-Maghluts dalam bukunya Athlas Tarikh al-Anbiya’ wa ar-rusul (Atlah Sejarah Nabi dan Rasul), sedikitnya ada empat periode pada masa mesir kuno ini. Yakni periode Kerajaan Era Klasik (3200-2160 SM). Pada masa ini terdapat sepuluh dinasti yaitu dinasti I-IX.
                Periode kedua adalah era pertengahan yang dimulai dari tahun 2160-1585 SM. Di masa ini dinasti yang berkuasa mulai dari dinasti XI-XVII. Pada era ini Hykos menyerbu Mesir. Selanjutnya, Periode ketiga, yaitu kerajaan era baru (1585-1200 SM). Yang berkuasa adalah dinasti XVIII-XX. Di saat inilah Firaun berkuasa dan saat Musa keluar bersama kaumnya dari Mesir.  Terakhir, era kelemahan dan kemunduran (1200-332 SM) yang diwarisi oleh dinasti XXI-XXX. Pada masa ini, Alexander Macedonia masuk ke negeri Mesir.
                Al-Maghluts menyebutkan, dinasti XII berada satu masa dengan peristiwa besar dalam sejarah kuno. Di masa ini, Ibrahim AS yang dilahirkan di Irak Selatan, kemudian hijrah ke Suriah dan sempat pergi ke Mesir setelah Suriah mulai mengalami kekeringan. Saat itulah, raja mesir yang berkuasa memberikan padanya seorang pelayan, bernama Hajar, yang akhirnya dijadikan istri oleh Ibrahim.
                Sebelum Kairo, ibukota Mesir adalah Asta Tawi, yang berarti penggenggam bumi. Daerah ini terletak di dekat ibukota lama, yaitu Memphis. Pendiri dinasti ini adalah Amenhotep I yang memiliki perhatian besar pada pembangunan benteng-benteng di delta timur dan barat. Kekuasaannya kemudian dilanjutkan oleh Snosert I. disebutkan, Snosert I inilah yang menggali kanal dan meyambungkan antara sungai Nil dan Laut Merah.
                Diantara para penguasa dari dinasti XII adalah Amenhotep II, kemudian Snosert II. Setelah itu, roda kekuasaan dipegang oleh Amenhotep III yang masa pemerintahannya terkenal aman dan sejahtera. Raja ini membangun beberapa pyramid di negeri Hawarah di daerah al-Fayyum. Politik luar negeri pada masa dinasti XII ini ditekankan pada pengutamaan hubungan harmonis dengan Negara tetangga. Semikian disebutkan Dr. Jamal Abdul Hadi dan Wafa’ Raf’at dalam kitab Tarikh Ummah Muslimah Wahidah fi Misri wa Irak.
Selain al-Fayyum, terdapat sekitar 25 kota besar lainnya di Mesir waktu itu. Diantaranya, Kairo, Memphis, Luxor, Aswan, Asyut, al-Bahr al-Ahmar (Laut Merah), Iskandariyah, Ismailiyah, dan lainnya.
                Di era modern ini, Mesir sebagian wilayahnya terletak di Afrika bagian timur laut. Secara total luas Mesir mencapai hamper satu juta kilometer persegi, tepatnya 997.739 kilometer. Wilayah Mesir mencakup semenanjung Sinai (dianggap sebagai wilayah Asia Barat Daya), sedangkan sebagian lainnya di wilayah Afrika Utara. Mesir berbatasan dengan Libya di sebelah barat, Sudan di selatan, jalur Gaza dan Israel di utara-timur, dan berbatasan dengan perairan Laut Tengah di utara dan Laut Merah di timur.
                Dalam AlQuran, Allah mengutus sebanyak 25 Nabi dan Rasul. Dan dari 25 itu, tiga orang Nabi yang diutus ke wilayah Mesir ini. Ketiga nabi dan rasul tersebut adalah Yusuf AS, Musa AS, dan Harun AS.
Irak
                Irak adalah salah satu negeri tempat diutusnya nabi dan rasul Allah. Sedikitnya ada empat nabi dan rasul yang diutus di negeri ini. Yaitu Idris, Nuh, Ibrahim, dan Yunus.
Nabi Idris diutus di wilayah Irak Kuno, tepatnya di daerah Babylonia. Nabi Nuh diutus di wilayah Mesopotamia, Ibrahim di wilayah Babylonia, dan Yunus di daerah Ninawa (Ninive).
Keempat nabi dan rasul ini diutus oleh Allah dengan membawa bukti-bukti yang nyata. “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS Al-Hadid [57]: 25).
Mereka semua senantiasa menyeru umat manusia ke jalan yang lurus, yakni menyembah Allah dan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
                Ada beberapa kota yang terkenal di Irak, diantaranya Baghdad, Basrah, dan Kufah. Hingga kini ketiga kota tersebut terkenal sebagai pusat penyebaran agama Islam. Bahkan, pada masa Dinasti Abbasiyah, kota Baghdad menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan mencapai puncaknya (golden age) pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid.
Syam dan Palestina
Peninggalan Kota Syam (sekarang meliputi Syria, Palestina, Yordania dan Libanon)
Sementara itu, di Syam dan Palestina terdapat 12 orang nabi dan rasul yang diutus oleh Allah di wilayah tersebut. Mereka adalah Luth, Ishak, Ya’kub, Ayub, Zulkifli, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa, Zakaria, Yahya, dan Isa AS.
              Tentu ada pertanyaan besar, mengapa nabi dan rasul banyak diutus Allah di Syam dan Palestina? Apakah sudah begitu sesatnya umat manusia sehingga Allah mengutus banyak nabi dan rasul pada kedua daerah tersebut? Tak ada keterangan yang kuat mengenai hal ini. Tentu saja, semua itu adalah kehendak (iradah) Allah.
Yang pasti, tujuan nabi dan rasul berdakwah adalah untuk menyeru umat manusia agar kembali ke jalan yang lurus dan senantiasa beriman kepada Allah SWT.
Dan mengapa pula diutusnya di kedua wilayah tersebut? Dalam AlQuran, Allah SWT berfirman, bahwa Palestina dan Syam adalah negeri yang diberkahi oleh Allah SWT, selain Makkah dan madinah.
“Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.” (QS Al-Maidah [5]: 21)
“Dan kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia.” (QS Al-Anbiya [21]: 71)
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya.” (QS Al-Isra [17]: 1)
Semua ahli tafsir sepakat, bahwa negeri yang diberkahi dalam ayat di atas adalah Syam dan Palestina. Misalnya, dalam Al-Qur’an Digital disebutkan, yang dimaksud dengan negeri dalam keterangan ayat di atas adalah Syam dan Palestina. Allah memberkahi negeri itu, karena kebanyakan nabi berasal dari negeri ini dan tanah nya pun subur.
Palestina misalnya, disebut sebagai salah satu negeri tertua di dunia. Dan Palestina, tepatnya Yerusalem, kota ini disebut sebagai Kota Tiga Iman. Demikian Karen Amstrong menyebutnya. Dan dia menyatakan, sebelum abad ke-20 SM, negeri ini telah dihuni oleh bangsa Kanaan.
Prof. Dr. Umar Anggara Jenie, dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menyatakan, Kota Jerusalem merupakan bukti yang paling baik dalam kekunoan pemukiman-pemukiman bangsa arab – semistis purba Palestina – yang telah berada di sana jauh sebelum bangsa-bangsa lainnya dating.
Kota ini didirikan oleh suku-suku Jebus, yaitu cabang dari bangsa Kanaan yang hidup sekitar 5000 tahun lalu. “Yang pertama mendirikan Jerusalem adalah seorang raja bangsa Jebus-Kanaan,” ujarnya.
            Wajarlah bila di negeri ini banyak diutus para nabi dan rasul, karena merupakan salah satu kota tertua di dunia. Di negeri ini terdapat Haikal Sulaiman dan Kerajaan Daud, juga tempat kelahiran Isa, tempat diadzabnya kaum Luth, tempat Zakaria melaksanakan shalat, tempat Rasulullah SAW melaksanakan Isra dan Mi’raj, Masjidil Aqsha, dan lainnya. Bahkan di salah satu menara masjid di Damaskus, dipercaya sebagai tempat turunnya Nabi Isa di Akhir zaman nanti.


BAB III

PENUTUP

a.      Kesimpulan

Kenabian adalah pemberian Allah dan kekhususan serta keistimewaan dari Yang Maha Tinggi lagi Yang Masa Kuasa, kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya, Kenabian itu berbeda dengan kerajaan dan pemerintahan.
Nabi adalah seorang manusia yang telah diberi wahyu oleh Allah swt namun tidak wajib baginya untuk menyampaikan wahyu itu kepada umatnya. Sedangkan Rasul adalah manusia yang telah diberi wahyu oleh Allah dan diperintahkan untuk menyampaikannya kepada orang lain. Perbedaan ini masih dapat diragukan karena pengertian nabi atau rasul adalah sama-sama manusia suci. Terlepas dari permasalahan “menyampaikan kepada umatnya atau tidak” atau “membawa syariat baru atau tidak”, nabi dan rasul adalah manusia pilihan-Nya yang telah dikaruniai “misteri” wahyu dan harus kita teladani.
Tugas-tugas para Nabi:
Mengajak mahluk untuk beribadah kepada Allah Yang Maha Esa lagi Yang Maha Memaksa,
Menyampaikan perintah-perintah Allah SWT, menyampaikan larangan-larangan-Nya kepada manusia.
Membimbing manusia dan menunjukkan manusia ke jalan yang lurus.
Sebagai teladan dan ikutan yang baik, teladan yang sempurna bagi umatnya
Menerangkan kebangkitan dari kubur dan bangun dari kubur, memperlihatkan manusia dengan hal-hal setelah kematian berupa kepayahan dan kebingungan,
Mengubah keinginan manusia dari kehidupan yang fana (sementara) kepada kehidupan yang kekal (kehidupan akhirat).
Eksistensi nabi dijelaskan dengan:
Wahyu memiliki berbagai arti; isyarah, penulisan, tulisan, risâlah, misi, perkataan yang samar dan pemberian kabar dari tempat yang tersembunyi.
Al-Qur’an memakai kata wahyu dalam empat arti: pertama, isyarah yang samar (Maryam : 11), kedua,petunjuk instingtif (An-Nahl : 68), ketiga, ilham (Al-Qashash : 7), dan keempat, wahyu risâlî (Asy-Syûrâ : 7).
Wahyu risâlî adalah seperti ilham yang mengandung petunjuk Ilahiah, dengan perbedaan bahwa bahwa sumber ilham belum tentu jelas asal muasalnya, sedangkan sumber wahyu dalam wahyu risâlî  adalah jelas bagi para nabi.
Mu’jizat yang diambil dari kata a’jaza dan merupakan kata pekerja darinya, bermakna melemahkan dan memperdaya. Sedangkan mu’jizat secara terminologis adalah hal spektakuler (di luar adat dan kebiasaan) yang berasal dari para nabi dengan restu Tuhan.
Tujuan Allah menciptakan manusia adalah supaya ia dapat mencapai kesempurnaan akhir.
Manusia dapat sampai kepada kesempurnannya ketika ia menempuh jalan yang benar dengan hasrat dan keinginannya sendiri.
Untuk menempuh jalan yang lurus tadi manusia harus mengetahui jalan yang benar tersebut.
Pengetahuan yang dimiliki manusia yang bersumber dari indra atau logika tidaklah cukup dan terbilang minim sekali untuk dapat mengetahui jalan tadi. Hal ini dikarenakan manusia sendiri belum dapat mengenal dirinya sendiri secara benar dan ia tak mengetahui kebahagiaannya yang hakiki serta tidak mengetahui cara dan dampak dari semua perbuatan yang telah dilakukannya dalam mencapai kebahagiaan abadi.
Tuhan adalah Maha Bijak. Dari kompilasi lima proposisi di atas kita dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa Tuhan telah menyediakan jalan lain yang berupa wahyu bagi manusia untuk dapat mencapai kesempurnaan. Sedangkan para nabi merupakan perantara untuk menyampaikan hidayah tersebut.
sebanyak 25 nabi dan rasul yang disebutkan dalam AlQuran, diutus di empat wilayah, yaitu di Jazirah Arab, Irak, Mesir, serta Syam dan Palestina. Yang terbanyak diutus di wilayah Syam dan Palestina, jumlahnya mencapai 12 orang. Mereka adalah Luth, Ishak, Ya’kub, Ayub, Zulkifli, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa, Zakaria, Yahya, dan Isa AS.







DAFTAR PUSTAKA

Ø  Noor Fauz, 2012, Berpikir seperti Nabi, Yogyakarta: PT. LKiS Printing Cemerlang.
Ø  Maun Arifin Jamian, 1993, Kenabian dan Para Nabi, Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Ø  https://wwwlastmanstanding.blogspot.com/2013/05/wilayah-nabi-dan-rasul-yang-diutus.html



[1] Muhammad Ali Ash Shabuniy, An-Nubuwwah Wa Al-Anbiyaa’, Terj. Arifin Jamian Maun (Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset, 1993), hal. 9
[2] Ibid, hal. 13
[3] Fauz Noor, Berpikir Seperti Nabi (Yogyakarta: PT. LKiS Printing Cemerlang, 2012), hal. 115
[4] Lihat Q.S An-Nisaa’ : 150-151
[5] Muhammad Ali Ash Shabuniy, op.cit, hal. 39
[6] Kenabian, diakses dari https://www.almujtaba.com/malay/Al-Shia.Com%20Indonesian%20Page/Al.../04.html, pada tanggal 18 November 2016 pukul 22.15
[7] Asy-Syuyuti, Al-Itqan fi ‘Ulum Al-Quran, jilid 2, (Beirut: hal.116)
[8] Mera Naam Joker, “Wilayah Nabi dan Rasul Yang Diutus Allah SWT”, diakses dari https:// wwwlastmanstanding.blogspot.com/2013/05/wilayah-nabi-dan-rasul-yang-diutus.html, pada tanggal 18 November 2016 pukul 23.15