KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat
allah SWT karna berkat karunianya kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini
dengan waktu yang singkat. Shalawat serta salam tak lupa kami panjatkan kepada
junjungan kita nabi besar Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya sehingga kita
selaku umatnya semoga senantiasa mendapatkan syafaatnya hingga yaumil qiyamah.
Makalah ini berisi tentang Dua Hamzah Dalam Dua Kata. Dalam menyusun makalah tentunya kami merasa banyak sekali
kekurangan. Dan kami menerima saran dan kritik dari pembaca untuk menjadi acuan
pembuatan makalah kami selanjutnya.
Semoga apa yang kami tulis
bermanfaat untuk pembaca. Atas perhatiannya kamu ucapkan terimakasih.
Selasa, 06
Desember 2016
Hormat kami,
Penulis.
DAFTAR ISI
Kata pengantar...................................................................................................... 1
Daftar Isi................................................................................................................ 2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan........................................................................................ 3
D. Metode Pustaka......................................................................................... 3
E. Dua Hamzah Dalam Dua Kata.................................................................... 5
F. Ketika harakat Dua Hamzah tidak berbeda (sama).
.................................................................................................................. 5
G. Ketika harakat dua hamzah berbeda
.................................................................................................................. 8
PENUTUP
H. Kesimpulan............................................................................................... 10
I.
Daftar Pustaka.......................................................................................... 11
PENDAHULUAN
Para ulama sepakat bahwa Qira’at Sab’ah adalah mutawatir. Ibnu
As-Subki berkata pada Jam’ Al-Jawami’ : Qira’at sab’ah itu mutawatir dengan
kemutawatiran yang sempurna. Yakni dinukil dari Nabi Muhammad SAW. oleh banyak
orang yang tida mungkin terjadi kesepakatan diantara mereka untuk berbohong.[1]
Terkadang ada orang yang membantah sekiranya qira’at sab’ah ini
mutawatir semuanya, tentu para quro’ tidak ada yang berbeda dalam qira’at
mereka. Namun ternyata banyak terdapat perbedaan di antara mereka. Jadi qira’at
sab’ah tidak dapat dikatakan mutawatir. Pertanyaan in dijawab dengan :
bahwasanya perbedan dalam qira’at ini tidak dapat mempengaruhi kemutawatiran
qira’at sab’ah. Justru karena adanya perbedaan itulah makanya qira’ah ada
bermacam-macam. Dan semua huruf yang ada pada qira’ah sab’ah ssendiri berbeda
satu sama lain.[2]
Tidak ssemuanya imam quro’ berbeda pendapat dalam masing-masing
riwayatnya. Diantara pada bab Dua Hamzah Dalam Dua Kata pun tidak semuanya
terdapat perbedaan. Dalam pembahasan Dua Hamzah Dalam Dua Kata yang akan
djelaskan nanti, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
B. RUMUSAN MASALAH
a.
Bagaimana Pengertian Dua Hamza Dalam Dua Kata?
b.
Bagaimana Ketika harakat
Dua Hamzah sama?
c.
Bagaimana Ketika harakat
dua hamzah berbeda?
d.
Bagaimana Perbedaan Imam-Imam
Qiraat dalam membacanya?
C. TUJUAN MASALAH
a. Mengetahui Pengertian Dua Hamza Dalam Dua
Kata.
b. Mengetaui Ketika harakat
Dua Hamzah sama.
c. Mengetahui Ketika harakat
Dua Hamzah sama.
d. Mengetahui Perbedaan Imam-Imam
Qiraat dalam membacanya.
PEMBAHASAN
Dua Hamzah
Dalam Dua Kata
Bab
ini menerangkan bacaan Imam Tujuh pada Dua Hamzah Dalam Dua Kata. Dan yang
dimaksud Dua Hamzah Dalam Dua Kata di sini adalah membaca washol pada Dua
Hamzah Qata’ yang saling berhadapan, di mana hamzah pertama sebagai akhir kata,
dan hamzah kedua sebagai awal kata berikutnya. [3]
Dengan
demikian, tidak akan termasuk dalam pembahasan hukum Dua Hamzah Dalam Dua Kata
apabila :
1.
Pembaca
Al-Qur’an mewaqofkan bacaan pada hamzah pertama, dan ibtida’ (memulai
bacaan) pada hamzah kedua.
2.
Hamzah
pertama saja yang berupa hamzah Qata’, sedang hamzah kedua berupa hamzah Wasal,
misalnya dua hamzah yang terdapat pada kata:
الماء اهتزت
. ما شاء الله . فمن
شاء اتخذ
3.
Dua
hamzah tidak saling berhadapan, tapi dipisah oleh huruf lain, misalnya
السواى أن كذبوا
Adapun
peristiwa bertemunya Dua Hamzah Dalam Dua Kata, dalam Al-Qur’an ada dua jenis,
yaitu :
1.
Harakat
dua hamzah tidak berbeda (sama).
2.
Harakat
dua hamzah tidak sama (berbeda).
Maka
dari itu, dalam pembahasan kaiah-kaidah bab ini, akan ibagi menjadi jenis-jenis
tersebut, berikut contoh bacaan Imam Tujuh pada Dua Hamzah Dalam Dua Kata.[4]
A.
Ketika
harakat Dua Hamzah tidak berbeda (sama).
Yang
dimaksud harakat Dua Hamzah tidak berbeda (sama) adalah:
1.
Apabila
Hamzah pertama berharakat fathah, Hamzah kedua juga berharakat Fathah,
misalnya:
شاء انشره
. جاء أمرنا .
السفهاء اموالكم
2.
Bilamana
Hamzah Pertama berharakat Kasrah, Hamzah kedua juga berharakat Kasrah,
misalnya:
من وراء إسحاق . من
السماء إن . هؤلاءإن
3.
Bilamana
Hamzah pertama berharakat Dhammah, Hamzah kedua juga berharakat Dhammah, di
mana dalam Al-Qur’an hanya terapat di satu tempat, yaitu:
وليس له من دونه اولياء اولئك فى ضلال مبين
Surat Al-Ahqaf ayat 32
Mengenai kaidah-kaidah Imam Tujuh paa
bacaan Dua Hamzah Dalam Dua kata yang sama harakatnya (jenis A), adalah sebagai
berikut:
1.
Bacaan
ABU ‘AMR pada Hamzah Pertama, dari dua hamzah yang sama harakatnya.
Apabila ada dua hamzah dalam dua
kata, sedang harakatnya tidak berbeda, maka untuk bacaan ABU ‘AMR harus
membuang Hamzah Pertama. Seperti:
جاأمرنا dibaca
جاء أمرنا
من السماإن dibaca من السماء إن
أولياأولئك dibaca
أولياء أولئك
Pembuangan Hamzah Pertama mempunyai
akibat hukum paa bacaan huruf Mad sebelumnya.yang mana hukum asalnya aalah
sebagai Mad Muttasil. Namun setelah Hamzah Pertama dibuang, hukum huruf Mad
sebelumnya, sebagai Mad Munfasil. Sebab, sesudah huruf Mad ada hamzah di lain
kata. Dan oleh karena perawi ABU ‘AMR yakni AD-DURI dan AS-SUSI mempunyai
bacaan masing-masing pada mad munfasil, maka harus dikembalikan ke wajah bacaan
mereka.[5]
Jumhur Ahlul Ada’ ABU AMR menyatakan
bahwa hamzah yang dibuang adalah hamzah pertama sebagaimana penjelasan tersebut
di atas. Namun sebagian Ahlul Ada’ yang lain menyatakan bahwa hamzah yang
dibuang adalah hamzah yang kedua. Dan apabila hamzah yang kedua yang dibuang,
tentu mempunyai dampak jenis hukum huruf Mad sebelum hamzah pertama, yaitu
sebagai Mad Muttasil, berarti, AD-DURI DAN AS-SUSI membacanya dengan Tawassut 4
harakat.[6]
2.
Bacaan
QALUN dan Al-BAZZI pada Hamzah Pertama, dari dua hamzah yang sama harakatnya.
a.
QALUN
dan AL-BAZZI membaca sama dalam hal membuang hamzah, apabila Hamzah Pertama dan
Kedua berharakat Fathah. Tentunya jika yang dibuang Hamzah Pertama, berlaku
hukum Mad Munfasil bagi QALUN dan AL-BAZZI. Dan jika yang dibuang Hamzah Kedua,
berlaku hukum Mad Muttasil bagi mereka. Maka جاء أمرن dan yang semisal boleh dibuang hamzah yang Pertama atau yang Kedua.[7]
b.
Apabila
Hamzah Pertama dan Kedua tidak berharakat Fathah, tapi berharakat Kasrah
/Dhammah, misalnya: من وراء إسحاق Atau اولياء أولئك QALUN dan
AL-BAZZI membaca Tashil Baina-Baina pada Hamzah Pertama. Dan oleh karena
Hamzah Pertama Mugayyar (berubah)[8].
Maka huruf Mad sebelumnya boleh dibaca Mad (Tawassut) dan Qasar.[9]
c.
Husus
pada lafadz باالسّوء الا QALUN
dan AL-BAZZI mempunyai wajah bacaan lagi, yaitu mengibdalkan Hamzah
Pertama dengan waw, dan waw sebelum diidgamkan kepadanya. Wajah bacaan
ini bisa disebut Ibdal ma’al Idgam (waw ditasydid dan dikasrah, yakni بالسَّوّالا ).[10]
3.
Bacaan
WARSY dan QUNBUL pada Hamzah Kedua, pada dua hamzah yang sama harakatnya.
a)
Menurut
WARSY dan QUNBUL dalam hal ini mempunyai dua wajah. Yaitu:
1.
Seperti
Mad (Tashil Baina0-Baina)
2.
Mengibdalkan
Hamzah Kedua dengan huruf Mad yang sejenis dengan harakat Hamzah
Pertama. Berarti bila harakat Hamzah Pertama Fathah, maka Hamzah Kedua diibdalkan
dengan alif. Dan bila harakat Hamzah Pertama Kasrah, diibdalkanlah Hamzah
Kedua dengan ya’ sukun. Begitu juga bila harakat Hamzah Pertama Dhammah, maka
Hamzah Kedua diibdalkan dengan waw sukun. Ketika Hamzah Kedua diibdalkan,
maka sesudahnya ada kalanya hidup, seperti :
أولياء أولئك . فى السماء إله
. جاء أحد
Dan ada kalanya mati, seperti:
ويمسك السماء ان تقع . من السماء ان كنت . فقد
جاء اشراطها
Maka bilamana sesudah Hamzah Kedua berupa huruf hidup, Warsy dan
Qalun membaca huruf Mad (yang asalnya Hamzah Kedua) dengan Qasar 2
harakat. [11]
b)
Hamzah
Kedua dari هولاء ان Dan على
البغاء ان Oleh sebagian Ahlul
Ada’ WARSY dibaca dengan pakai ya’ yang berharakat Kasrah.
WARSY masih mempunyai satu wajah bacaan lagi pada Hamzah Kedua dari
هولاء ان Mempunyai 3 wajah, yaitu :
1.
Tashil
Hamzah Kedua Baina-Baina.
2.
Mengibdalkan
hamzah dengan huruf Mad ya’ serta Isyba’
3.
Mengibdalkan
Hamzah Kedua dengan ya’ yang berharakat Kasrah.
Sedang dalam على البغاء ان أردن (أردن Dibaca Naql) mempunyai 4 wajah, yaitu:
1.
Tashil
Hamzah Kedua Baina-Baina.
2.
Mengibdalkan
Hamzah Kedua dengan huruf Mad ya’ serta Qasar’
3.
Mengibdalkan
Hamzah Kedua dengan huruf Mad ya’ serta Isyba’.
B.
Ketika
harakat dua hamzah tidak sama (berbeda).
Hamzah Pertama dari Dua Hamzah Dalam Dua Kata yang berbeda
harakatnya, oleh Imam Tujuh pasti dibaca Tahqiq. Adapun harakat yang
berbeda pada Dua Hamzah Dalam Dua Kata, dalam Al-Qur’an terdapat 5 (lima)
macam, yaitu:[13]
o
Hamzah
Pertama berharakat Fathah, sedang Hamzah Kedua berharakat Kasrah. Misalnya
o
Hamzah
Pertama berharakat Fathah, sedang Hamzah Kedua berharakat Dhammah. Dan ini
hanya terdapat pada …. Dalam surat Al-Mu’minun ayat 44.
o
Hamzah
Pertama berharakat Dhammah, sedang Hamzah Kedua berharakat Fathah. Misalnya
o
Hamzah
Pertama berharakat Kasrah, sedang Hamzah Kedua berharakat Fathah. Misalnya
o
Hamzah
Pertama berharakat Dhammah, sedang Hamzah Kedua berharakat Kasrah. misalnya
AHLU SAMA (NAFI, IBN KATSIR, ABU AMR)
membaca Tashil pada Hamzah Kedua dari Dua Hamzah Dalam Dua Kata.[14]
o
تَفِىْءَ اِلَى = dibaca Tashil hamzah
keduanya, yakni tashil di antara hamzah dan ya’.
o
جَاءَ اُمَّةٌ = dibaca Tashil hamzah keduanya, yakni tashil di
antara hamzah dan waw.
o
نَشَاءُ اَصَبْنَا =
dibaca ibdal hamzah keduanya dengan ya’.
o
مِنَ السَمَاءِ اَوِائْتِنَا = dibaca ibdal hamzah keduanya
dengan waw.
PENUTUP
A. kesimpulan
1. IMAM ABU ‘AMR menggugurkan hamzah pertama dari dua hamzah yang berharakat
sama. Dengan demikian madnya berarti mad munfashil. Sedangkan riwayat AS-SUSY hanya
membaca dengan qasar dan untuk riwayat AD-DURY membaca dengan qasar atau
tasawwuth.
2. Riwayat qalun dan BAZZY membaca seperti imam ABU ‘AMR pada dua hamzah yang
sama fathah saja. Adapun yang sama kasrah dan dhammah, keduanya membaca dengan
tashil hamzah pertama antara kasrah dan ya’ jika sama kasrah dan tashil hamzah
pertama antara dhammah dan waw jika sama dhammah, serta membaca tahqiq pada
hamzah kedua dari dua keadaan tersebut.
Satu pengecualian dari riwayat qalun dan AL-BAZZY, yakni
pada ayat بالسَّوالا di dalam surat
yusuf, keduanya membaca dengan mengganti hamzah pertama dengan waw dan
menginghomkan waw pertama ke dalam waw kedua (waw pengganti) kecuali washl,
sehingga dibaca بالسَّوّالا .
3. Riwayat WARSY, QUNBUL, ABU JA’FAR dan RUWAIS membaca dengan tahqiq pada
hamzah pertama dan tashil pada hamzah kedua dari dua hamzah pada dua kaliamat
yang sama harakatnya. Riwayat WARSY dan QUNBUL juga membaca dengan mengganti
hamzah kedua dengan alif jika sama fathah, ya’ jika sama kasrah, dan waw jika
sama dhammah.
DAFTAR PUSTAKA
Fathoni Ahmad. Kaidah Qira’at
Tujuh. (Jakarta: Institut PTIQ & Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
dan Darul Ulum Press Jakarta 2005).
Rifa’i Muhaditsir. Al-Bayan
(Kaidah Qira’at Al-Syura’). (Cirebon: Putra Rajawali Jaya. 1431 H).
[1] Muhaditsir
Rifa’i. Al-Bayan (Kaidah Qira’at Al-Syura’). (Cirebon: Putra Rajawali
Jaya. 1431 H). Hlm 14
[2] Ibid. 14
[3]Ahmad Fathoni. Kaidah
Qira’at Tujuh. (Jakarta: Institut PTIQ & Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ)
Jakarta dan Darul Ulum Press Jakarta 2005). Hlm 119
[5] Ibid. 120
[6] Ibid. 121
[7] Ibid. 121
[8] Apabila ada
huruf Mad terletak sebelum Hamzah Mugayyar, maka huruf Mad boleh dibaca
Mad dan Qasar.
[9] Ahmad Fathoni.
Kaidah Qira’at Tujuh. (Jakarta: Institut PTIQ & Institut Ilmu
Al-Qur’an (IIQ) Jakarta dan Darul Ulum Press Jakarta 2005). Hlm122
[10] Ibid.122
[11] Ibid.123
[12] Ibid.124-125
[13] Ibid.129
[14] Ibid.130-131
No comments:
Post a Comment