Hadist
حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ:
«اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ» قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ وَما هُنَّ
قَالَ: «الشِّرْكُ بِاللهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ
النَّفْسِ الَّتي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ
مَالِ الْيَتِيمِ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ
الْمُؤْمِناتِ الْغافِلَاتِ». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾
Artinya: Hadis riwayat Abu Hurairah radiyallahu
‘anhu dari Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Jauhilah tujuh
perkara yang membinasakan”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah
itu? Beliau bersabda: “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang
diharamkan oleh Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, makan
harta anak yatim, melarikan diri pada hari perperangan dan menuduh zina pada
wanita yang menjaga kesuciaan dan beriman”. (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś )[1][1]
B.
Penjelasan Hadist
Di
dalam hadist tersebut dikemukakan tujuh macam dosa besar, hal itu antara lain:
a.
Syirik kepada Allah
Syirik menurut arti bahasa arab ialah dari kata sekutu,
serikat, atau perkongsian. Sedangkan menurut pengertian syara’ memperserikatkan
allah dengan sesuatu makhluk ciptaan-Nya[2][2]
حَدِيثُ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ،
قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْكَبَائِرِ،
قَالَ: «الإِشْرَاكُ بِاللهِ،
وَعُقُوقُ
الْوالِدَيْنِ، وَقَتْلُ النَّفْسِ، وَشَهادَةُ الزّورِ».
﴿أَخْرَجَهُ
البُخَارِيّ﴾
Artinya:
Hadis riwayat Anas radillahu ‘anhu, ia berkata; Nabi sallallahu
‘alaihi wasallam ditanya tentang kaba’ir (dosa-dosa besar). Maka Beliau
bersabda: “Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh
orang dan bersumpah palsu.(shahih al- Bukhariy hadis no.2459)
¨ Macam-macam syirik
Menurut Prof. Dr. Hasbi Ash-Shiddieqy dalam bukunya Al-Islam
pada dasarnya syirik itu dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1.
Syirik akbar
Yakni mempersekutukan sesuatu makhluk dengan Allah baik
mempersekutukan dalam beribadat kepada Allah, syirik ini mengeluarkan orang
yang bersyirik dengannya dari agama, tidak ada ampunan dari padanya selain
taubat melepaskan diri dari padanya.[3][3]
2.
Syirik ashghor
Yakni mengerjakan sesuatu bukanlah
Allah semata-mata seperti juga mengerjakan
dengan riya.
¨
Sebab- sebab terjadinya syirik
1.
Mengagumi dan mengagungkan sesuatu
2.
Cenderung mengimani yang konkrit dan lalai mengimani yang abstrak
3.
Dikuasai nafsu
4.
Sombong dalam beribadah kepada Allah
5.
Adanya para penguasa yang memperbudak manusia untuk kepentingan mereka.
b.
Berbuat Sihir(Tenung)
Berdasarkan bahasa Arab, sihir
berasal dari kata “saharo atau sihrun” yang berarti sihir atau tipu daya.
Terminologinya menurut ulama (tauhid) adalah suatu hal perkara atau kejadian
yang luar biasa dalam pandangan orang yang melihatnya. Sihir dapat dipelajari
atau diusahakan. Seseorang yang mempelajari, mengetahui dan mengerjakan sihir,
tentu ia akan dapat melakukan perkara tersebut. Sihir dikatakan merusak, sebab
sasaran sihir antara lain[4][4]:
a.
Mempengaruhi hati dan badan seseorang, untuk di sakiti atau di bunuh,
b. Memusnahkan
harta benda seseorang,
c.
Memutuskan ikatan kasih sayang seseorang dengan suami istri atau anak atau
dengan anggota keluarga lainnya.
Firman Allah SWT:
“Mereka mempelajari dari kedua malaikat ini, ada apa dengan
sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang suami dengan istrinya. Dan
para tukang sihir itu tidaklah memberi madarat dengan sihirnya kepada
seorangpun, kecuali dengan izin Allah “.
(al-Baqorah :23)
c.
Membunuh Jiwa yang di Haramkan Allah
Membunuh ialah suatu
tindakan yang di lakukan oleh seseorang dengan cara meniadakan nyawa orang
lain. Membunuh merupakan suatu tindakan atau perbuatan yang menjurus ke dalam
hal yang tidak baik, karena menghilangkan nyawa orang lain, yang sebenarnya
belum saatnya untuk di hilangkan.
Ada beberapa jenis pembunuhan, diantaranya:
a.
Pembunuhan dengan di sengaja.
b.
Pembunuhan tidak di sengaja.
c.
Pembunuhan seperti sengaja.
d.
Memakan Riba
Riba berasal dari bahasa arab yang berarti tambah
( ziyâdah) atau berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah
syara' yang dimaksud dengan riba ialah “perjanjian pinjam meminjam uang antara
dua orang dengan syarat ada keuntungan yang telah ditentukan terlebih dahulu
bagi yang menghutang.” [5][5]
Menurut Syaikh Muhammad Abduh, riba
adalah penambahan- penambahan yang disayaratkan oleh orang yang memiliki
harta kepada orang yang meminjam hartanya karena pengunduran janji
pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.
¨
Macam-macam
riba
a.
Riba nasi’ah berasal dari kata “na-sa-a,artinya tumbuh. Ribah nasiah adalah
tambahan yang terjadi dalam hutang piutang berjarak waktu. Ribah nasi’ah ini
sering disebut sebagai riba Jahiliyah dan juga riba qardli dalam masalah hutang
piutang uang.
b.
Riba fadli berasal dari akar kata “fa-dla-la”, artinya lebih/ tambah.
Riba fadli ialah tambahan yang menjadi pada jual beli emas, perak dan berbagai
bahan makanan pokok dengan barang yang sejenis karena tidak sama kualitasnya.
Riba fadli ini sering dinamakan juga dengan
riba buyu’, karena trjadi dalam masalah jual beli.[6][6]
e.
Memakan Harta Anak yatim
Harta menurut fuqaha Hanafiah menetapkan bahwa sesuatu yang
bersifat benda yang dikatakan a'yan[7][7]. Sedang menurut
fuqaha harta (mal) adalah nama bagi yang selain manusia yang ditetapkan untuk
kemaslahatan manusia, dapat dipelihara pada suatu tempat, dapat dilakukan
tashrruf dengan jalan khtiyar[8][8]. Adapun yang dimaksud anak yatim yaitu:
اليَتِم هو من مات عنه ابوه ولم يباخ
الحلم
Yatim adalah anak yang telah ditinggal mati
ayahnya dan dia belum pernah mimpi basah [9][9]
Anak yatim adalah anak-anak yang telah ditinggal ayahnya
sebelum anak itu sampai umur dengan tidak meninggal harta. Berarti disini ada
batasan mengenai umur anak yatim, jika sudah mencapai umur dewasa maka tidak
bias lagi dikatakan anak yatim,karena dalam kenyataannya mereka bisa hidup
mandiri meskipun tidak adanya orangtua, kecuali mereka dikatakan bodoh akalnya.
Sebaiknya bagi para wali anak yatim atau orang yang
diwasiati dalam memelihara anak yatim agar harta tersebut tidak disalah gunakan untuk sesuatu yang
bukan keperluannya dengan memakannya secara zhalim. Perhatian Islam terhadap
harta anak-anak yatim, menjadi perhatian serius karena memakan harta anak yatim
termasuk dosa besar. Seperti halnya menyekutukan Allah dan yang lainnya yang
termasuk dosa besar.Untuk itulah bagi pemelihara agar berhati-hati dalam
mengelola harta anak yatim.
f.
Melarikan Diri Dari Perang (Jihad) Saat Berperang
Islam mewajibkan umatnya untuk memelihara, menjaga,
mempertahankan
dan
membela agamanya jika Islam di serang dan di perangi musuh, maka umat Islam di
wajibkan untuk berperang. Dan apabila tentara Islam telah ada di medan perang,
haram bagi mereka mundur dan lari dari peperangan tersebut.
Firman
Allah SWT:
Artinya
:“barang siapa membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok
untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan lain, maka
sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan
tempatnya ialah neraka jahanam, dan amal buruklah tempat kediaman itu “. (Q.S
Al-anfal :16)
Orang yang melarikan diri dari peperangan berarti orang
tersebut telah berkhianat kepada Allah SWT dan telah dianggap sebagai orang
tidak meyakini Allah lagi.
g.
Menuduh Wanita Mu’minat yang Sopan Berzinah
Melontarkan tuduhan zina kepada seseorang adalah hal yang di
larang oleh Islam, karena selain dapat merusak nama baik orang yang di tuduh
juga dapat menjatuhkan kehormatan keluarganya.
Hadist tentang memuliakan tamu
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليقل خيراً أو ليصمت , ومن كان يومن بالله
واليومالاخر فليكرم جاره , ومن كان يؤمن بالله واليوم
الاخر فليكرم ضيفه [10][1]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda : “Barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau
diam, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah
ia memuliakan tetangga dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.
Penjelasan Hadits Tentang Memuliakan
Tamu
Sebagian ulama berkata: “Seluruh adab yang baik itu
bersumber pada empat Hadits, antara lain adalah Hadits “barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau
diam”. Sebagian ulama memaknakan Hadits ini dengan pengertian; “Apabila
seseorang ingin berkata, maka jika yang ia katakan itu baik lagi benar, dia
diberi pahala. Oleh karena itu, ia mengatakan hal yang baik itu. Jika tidak,
hendaklah dia menahan diri, baik perkataan itu hukumnya haram, makruh, atau
mubah”.Dalam hal ini maka perkataan yang mubah diperintahkan untuk ditinggalkan
atau dianjurkan untuk dijauhi Karena takut terjerumus kepada yang haram atau
makruh dan seringkali hal semacam inilah yang banyak terjadi pada manusia.
Kalimat “hendaklah ia memuliakan
tetangganya, maka hendaklah ia memuliakan tamunya” , menyatakan adanya hak
tetangga dan tamu, keharusan berlaku baik kepada mereka dan menjauhi perilaku
yang tidak baik terhadap mereka. Allah telah menetapkan di dalam Al Qur’an
keharusan berbuat baik kepada tetangga dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda :
“Jibril selalu menasehati diriku tentang urusan
tetangga, sampai-sampai aku beranggapan bahwa tetangga itu dapat mewarisi harta
tetangganya”.
Pengarang kitab Al Ifshah mengatakan : “Hadits ini
mengandung hukum, hendaklah kita berkeyakinan bahwa menghormati tamu itu suatu
ibadah yang tidak boleh dikurangi nilai ibadahnya, apakah tamunya itu orang
kaya atau yang lain. Juga anjuran untuk menjamu tamunya dengan apa saja yang
ada pada dirinya walaupun sedikit. Menghormati tamu itu dilakukan dengan cara
segera menyambutnya dengan wajah senang, perkataan yang baik, dan menghidangkan
makanan. Hendaklah ia segera memberi pelayanan yang mudah dilakukannya tanpa
memaksakan diri”. Pengarang juga menyebutkan perkataan dalam menyambut tamu.
Selanjutnya ia berkata : Adapun sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam “maka hendaklah ia berkata
baik atau diam” , menunjukkan bahwa perkatan yang baik itu lebih utama
daripada diam, dan diam itu lebih utama daripada berkata buruk.Demikian
itu karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam sabdanya menggunakan
kata-kata “hendaklah untuk berkata benar” di dahulukan dari perkataan “diam”.
Berkata baik dalam Hadits ini mencakup menyampaikan ajaran Allah dan rasul-Nya
dan memberikan pengajaran kepada kaum muslim, amar ma’ruf dan nahi mungkar
berdasarkan ilmu, mendamaikan orang yang berselisih, berkata yang baik kepada
orang lain. Dan yang terbaik dari sem uanya
itu adalah menyampaikan perkataan yang benar di hadapan orang yang ditakuti
kekejamannya atau diharapkan pemberiannya.
memuliakan
tamu adalah hal yang dianjurkan oleh setiap muslim, ini dapat dilihat dari asbabul
wurud hadist , walaupun kita tidak mempunyai apa-apa, namun kita harus
tetap memuliakan tamu yang hadir di rumah kita. Selain itu juga, sandaran kita untuk memuliakan tamu
sudah di tentukan pada hadist dan juga al-Quran, dimana kita harus mengikuti
itu sebagai pedoman bagi setiap muslim.
Dalam al-Quran
surat Adz-Dzariyat: 24 – 27, Allah telah
berfirman
هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ ضَيْفِ إِبْرَاهِيمَ
الْمُكْرَمِينَ ﴿24﴾ إِذْ دَخَلُوا عَلَيْهِ فَقَالُوا سَلَامًا قَالَ سَلَامٌ
قَوْمٌ مُنْكَرُونَ ﴿25﴾ فَرَاغَ إِلَى أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِينٍ ﴿26﴾
فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلَا تَأْكُلُونَ ﴿27﴾
Sudah sampaikah padamu cerita tentang tamu
Ibrahim yang dimuliakan? Ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan:
"Salaman." Ibrahim menjawab: "Salamun, (kalian) adalah
orang-orang yang tidak dikenal." Maka dia pergi dengan diam-diam menemui
keluarganya lalu dibawanya daging bakar dari anak sapi yang gemuk dan
dihidangkannya kepada mereka, Ibrahim berkata: "Tidakkah kalian
makan?"
Syaikh Salim Al-Hilali hafidhahullah menerangkan panjang lebar
firman Allah di atas dalam kitabnya Bahjatun Nadhirin. Ia mengatakan: "Ini
adalah kisah tentang malaikat-malaikat yang mulia. Mereka mendatangi Ibrahim
`alaihis salam untuk menyampaikan berita gembira tentang kelahiran Ishaq dan
anaknya Ya`qub. Mereka lantas mengucapkan salam dan Ibrahim pun menjawabnya
dengan sebaik-baiknya. Beliau tidak mengenali mereka sebab mereka datang dalam
bentuk pemuda tampan, beliau sangka mereka adalah tamu-tamu sehingga beliau
berkeinginan menjamu mereka dan memang beliaulah yang pertama kali menjamu
tamu. Beliau menyelinap dengan sembunyi-sembunyi dan dengan segera beliau
datang dengan membawa daging panggang dari sapi yang gemuk. Itulah makanan
terbaik yang dimiliki yang beliau panggang di atas batu panggang. Kemudian
beliau mendekatkannya kepada mereka dan mempersilahkan dengan ungkapan yang lembut
dan penghormatan yang bagus: ‘Tidakkah kalian makan?’
Dalam ayat-ayat ini terkandung adab menjamu
tamu. Beliau (Ibrahim ‘alaihis salam) datang dengan segera membawa makanan
tanpa mereka (para tamu) sadari dan tanpa mengharap sebelumnya karena ungkapan
(tuan rumah): ‘Kami akan menghidangkan makan’, tetapi dengan cepat dan
sembunyi-sembunyi, beliau menjamu tamunya dengan seutama-utama apa yang beliau
dapati dari hartanya lalu beliau dekatkan dengan cara yang baik di hadapan
mereka. Tidak dengan meletakkannya lalu berkata: "Silahkan mendekat!"
Tidak pula dengan perintah yang memberatkan pendengar dalam sighat jazm, tetapi beliau mengucapkan: "Tidakkah
kalian makan?"
Ungkapan ini sama dengan ungkapan kita hari ini:
"Bila anda ingin memuliakan, berbuat baik dan bersedekah maka silahkan
lakukan."
Taukah kamu apa itu menggunjing ( ghibah ) ? ” para sahabat menjawab :
Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasul berkata : kamu menyebutkan apa
yang tidak disukai oleh saudara mu. ” Ada yang bertanya,” bagaimana jika apa
yang kukatakan itu ada pada saudaraku itu ? Rasul menjawab : jika apa yang kamu
katakan itu ada pada saudara mu, berarti kamu telah ghibah dan jika tidak ada
pada dirinya maka kamu sungguh telah berbuat dusta terhadapnya.” ( HR. Muslim )
Harus kita ketahui
bahwa ghibah itu tidakk terbatas pada ucapan saja, namun isyarat badan,
teka-teki bisikan, tulisan, gerak, dan setiap yang di fahami sebagai maksud
maka itu semua masuk dalam kriteria ghibah dan di haramkan. Contohnya adalah
apa yang dikatakan oleh Aisyah ra, ” seorang perempuan datang menemui kami,
ketika ia hendak pulang aku memberi isyarat dengan tanganku bahwasanya ia
pendek, lalu Rasulullah bersabda : اغتبتها ”engkau telah menggunjingnya”.
Termasuk juga kita menirukan jalan denga keadaan
pincangatau menirukan jalannya. Ini termasuk menggunjing, bahkan ini lebih
parah dari menggunjing ( ghibah ) dengan ucapan, sebab itu jelas penggambaran
dan pemahamannya. Contohnya adalah ketika Aisyah menirukan seorang perempuan,
lalu Rasulullah berkata : مايسرني اني حاكيت انسانا ولى كذاوكذا
” Aku tidak suka menirukan ( keadaan seseorang ) padahal
Aku memiliki ini dan itu”.
Diantara perbuatan ghibah adalah
mendengarkan ghibah dengan serius dan mengaguminya sebab ia memperlihatkan
kekaguman itu untuk menambah semangat tukang ghibah melakuakn gunjingannya
sehingga ia terdorong selalu kedalam ( perbuatan ghibah ) itu. Orang yang
mendengarkan ghibah tidak bisa terlepas dari dosa ghibah kecuali jika ia
membantah ghibah itu dengan lisannya atau hatinya jika ia merasa takut.
Rasulullah SAW bersabda :
من
ذب عن عرض اخيه بالغيب كان حقاعلى الله ان يعتقه من النار
Artinya : Barang siapa yang membela kehormatan saudaranya
yang digunjing maka merupakan hak Allah untuk membebaskannya dari siksa neraka.
( HR Ahmad dan at-Thabrani )
No comments:
Post a Comment